Teologi Transformatif 1
Teologi berasal dari dua kata: theos (Tuhan) dan logos (logika, ucapan, wacana). Secara sederhana didefinisikan oleh A.H. Strong sebagai “ilmu tentang Tuhan serta hubungan Tuhan dengan alam semesta”. Sedangkan Thomas Aquinas mendefinisikannya secara spesifik sebagai “pikiran Tuhan, ajaran Tuhan, dan membimbing menuju Tuhan" (theology is taught by God, teaches by God, and leads to God).
Dengan demikian, teologi adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Sementara itu, Aristoteles membagi filsafat teoretis ke dalam tiga elemen: matematika, fisika, dan teologi. Namun, yang dimaksud dengan "teologi" di situ kira-kira sepadan dengan metafisika, yang disebut Aristoteles mencakup pembahasan mengenai hakikat transenden.
Teologi kerap dipadankan dengan Ilmu Kalam. Meskipun ilmu kalam secara umum lebih luas cakupannya, yang tidak hanya berbicara seputar Zat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, melainkan juga hubungan Tuhan dengan makhluk-Nya terutama manusia, sehingga lahirlah konsep kenabian dan konsep eskatologi. Umumnya, ini dipahami sebagai teologi klasik.
Kelemahan teologi klasik tampak ke permukaan, ketika dihadapkan pada kenyataan dan realitas sosial-empiris kehidupan manusia yang senantiasa berkembang dan berubah. Karena itu, Fazlur Rahman menekankan pentingnya rekonstruksi sistematik dalam bidang teologi, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial di ranah pemikiran Islam.
Berbagai persoalan empiris yang melekat dalam realitas kehidupan masyarakat seperti kemiskinan, keterbelakangan, penindasan, pencemaran lingkungan, dan sebagainya dirasakan oleh pengamat sosial keagamaan kurang mendapat porsi kepedulian yang memadai dari para ulama teologi. Dengan kata lain, literatur teologi Islam masih belum beranjak dari persoalan teologi klasik abad pertengahan.
Oleh karena itu, teologi kontemporer mengajak untuk beranjak dari pemikiran teologi klasik yang abstrak dan normatif menuju teologi yang membumi dan sarat dengan refleksi empiris. Sehingga, teologi tidak hanya menjadi kajian-kajian skolastik, melainkan juga mampu berperan aktual dalam realitas kekinian.
Agama pun tidak hanya berisi ritual peribadatan, melainkan juga memiliki peran sosial yang solutif. Moeslim Abdurahman menyebut teologi kontemporer ini sebagai teologi transformatif. Sedangkan di Amerika Selatan bahkan telah mewujud dalam gerakan dan aksi perlawanan sosial yang mereka sebut teologi pembebasan, yang dimotori oleh para agamawan Katolik.
Inilah pula yang menjadi salah satu misi penting nabi Muhammad Saw. Tidak dapat dipungkiri, Rasulullah Saw tidak hanya melakukan revolusi ideologis, melainkan juga revolusi sosial. Tauhid tidak hanya dikaitkan dengan keyakinan berketuhanan saja, melainkan nilai-nilainya juga terbumikan dalam realitas sosial sehari-hari.
Sebagai contoh, beliau menghapus perbudakan secara bertahap melalui perkawinan budak dengan orang merdeka, juga melalui penetapan kafarah berupa pembebasan budak. Mahar diubah fungsinya, dari alat transaksi untuk membeli perempuan menjadi hadiah perkawinan bagi perempuan. Ketika perempuan dianggap beban hidup sehingga layak dikubur hidup-hidup, Rasulullah Saw justru berkata bahwa perempuan adalah bunga yang mesti diperlakukan dengan lembut.
Kirim komentar