Perang Yaman, Kanal Salman, dan Sejarah yang Berulang 1

 Perang Yaman, Kanal Salman, dan Sejarah yang Berulang 1

Oleh: Putu Heri

Rasanya baru terjadi kemarin, ketika pada tahun 2011, Iran-Irak-Suriah menandatangani kesepakatan pembangunan pipa gas, yang terbentang sepanjang 1.500 km dari Pars Selatan (yang merupakan ladang gas terbesar dunia) ke Damaskus. Panjang pipa (yang disebut sebagai Pipa Islam) di wilayah Iran adalah 225 km, 500 km di Irak, dan di Suriah sepanjang 500-700 km. Dari Suriah, gas bisa dijual ke pasar Eropa, dan tentu saja mengancam pemain lama, yaitu Qatar dan Turki. Tidak heran, jika Qatar dan Turki sangat bernafsu untuk menggulingkan Bashar al Assad, karena Presiden Suriah ini adalah sosok yang sulit didikte/ ditundukkan. [1]

Empat tahun kemudian, peristiwa serupa terjadi di Yaman. Negeri yang berkahi dan didoakan Rasulullah ini diserang dengan sangat brutal oleh pasukan Koalisi Arab, yang menggandeng AS, Inggris, dan Israel. Saudi mengemukakan beberapa alasan atas serangan ini, seperti untuk menumpas pejuang Ansarullah (yang disebut sebagai teroris Syiah), dan mengembalikan posisi mantan Presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi yang telah digulingkan. Sebagaimana Suriah, perang Yaman pun didesain kental bermuatan sekterian Sunni-Syiah.

Namun ada kelemahan yang mendasar dalam argumen berbasis sekterian yang disampaikan Saudi. Tak diragukan lagi, bahwa Saudi memang ingin menumpas kelompok Ansarullah. Namun benarkah semata-mata karena sentimen mazhab? Jika memang Syiah dianggap sangat berbahaya di kawasan, niscaya yang lebih masuk akal untuk diserang adalah Iran, negara yang mayoritas penduduk dan sistem pemerintahannya berdasarkan atas mazhab Syiah.

Mungkin ada sebab yang lain. Untuk itu, saya mengutip komentar dari Craig Murray [2], seorang aktivis dan mantan Ambassador Inggris, sebagai berikut:

    Tahun lalu Arab Saudi mengumumkan rencana untuk membangun kanal di sepanjang gurun Saudi, Oman, Yaman hingga ke Aden. Hal ini akan mengurangi jarak tempuh kapal laut hingga 500 mil, yang membatasi ancaman yang berpotensi datang dari Iran yang menguasai Selat Hormuz. Layak untuk dicatat bahwa Iran pernah menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menutup Selat Hormuz, dan perjanjian yang disepakati dengan UN Law of the Sea Convention juga akan menyebabkan penutupan itu ilegal. Namun, kontrol Iran terhadap Selat Hormuz adalah mimpi buruk bagi Amerika.

    Proyek kanal yang diupayakan Saudi secara resmi telah disetujui oleh Kementrian Perlistrikan, mengingat mega proyek ini akan membawa peluang besar untuk memperkaya diri. Sekarang terkait dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, maka ada kemungkinan Saudi memiliki niat untuk senjata nuklir. Kanal ini disebut sebagai Kanal Salman. Oman menyambut dengan baik rencana ini, namun Yaman sangat bermasalah. Yang diperlukan bukan hanya persetujuan, tetapi juga kemampuan Yaman untuk mengamankan kanal di wilayahnya. Dan mengingat daerah Yaman timur didominasi Syiah, maka ini menjadi masalah besar bagi Saudi. Masalah ini hanya bisa diselesaikan dengan mengambil kontrol militer yang efektif dari Yaman.”

Mengenal Kanal Salman

Kanal Salman pertama kali dicetuskan oleh Arab Century Centre for Studies, lembaga penelitian yang berbasis di Riyadh. Kanal Salman dengan lebar 150 meter dan kedalaman 25 meter ini sedianya akan membentang sepanjang 630 km di Saudi dan 320 km di Yaman. Kanal ini juga akan diperpanjang spanjang 1.200 km dari pantai di Empty Quarter, dengan 20 terowongan untuk mobil dan pejalan kaki, dan diperpanjang hingga 700 km ke pantai Yaman. [3]

Perhatikan gambar di bawah ini:

kanal salman

Garis merah merupakan rute utama Kanal Salman, sementara garis putus-putus adalah rute alternatif. Minyak, gas, ataupun hasil energi lainnya yang diproduksi oleh Saudi, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, bisa diangkut melalui Kanal Salman yang akan berakhir di Laut Arab. Dengan begitu, mereka bisa menghindari Selat Hormuz yang dikontrol Iran.

“Kanal Salman akan menghidupkan kembali Empty Quarter melalui pembangunan dua kota industri, tiga kota untuk perumahan, hotel, resor dan bank. Saudi juga akan mencapai swasembada, karena akan melakukan proyek budidaya ikan. Selain itu, ada proyek pembangkit energi dan desalinasi air,” terang Saad Bin Omar, Kepala Arab Century Centre for Studies. Megaproyek ini diperkirakan akan menelan $ 80 miliar.

Kirim komentar