Zionisme, Genosida dan Tradisi Kolonial di Suriah Kontemporer bagian 6 Selesai
Tradisi Kolonial
Akar konflik di Timur Tengah adalah pertanyaan “apakah sebuah negara Yahudi ekslusif yang menetap di tanah yang dirampas dari Palestina memiliki hak untuk eksis?” Jawabannya jelas: tidak dibenarkan, atau tidak ada hak untuk hidup sebagaimana yang dilakukan Apartheid di Afrika Selatan. Namun bukan berarti keberadaan Yahudi tidak boleh diterima di negara yang demokratis dan bersejarah di tanah Palestina ini. Juga tidak realistis untuk mengharapkan pengusiran pemukim Yahudi dari Palestina sebagai solusi konflik. Namun ada solusi yang bisa diambil, yaitu membentuk satu negara yang demokratis, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, sederajat, tanpa memandang agama – karena peraturan seperti ini bersesuaian dengan prinsip politik yang telah diterima secara luas. Runtuhnya rezim Apartheid di Afrika Selatan bukan hanya sekedar harapan, tetapi mendapatkan dukungan yang populer di seluruh dunia.
Lantas, dokumen yang dirilis oleh Wikileaks baru-baru ini mengungkapkan bahwa Hillary Clinton, saat masih menjabt sebagai Menteri Luar Negeri, menyatakan bahwa kebijakan Washington di Suriah adalah menggulingkan pemerintah nasionalis pro-Palestina di Damaskus, agar Poros Perlawanan melemah. Nasrallah sendiri telah menyebutkan hal ini tiga tahun yang lalu. “Israel tahu bahwa sumber atau salah satu sumber yang paling penting dalam kekuatan kelompok perlawanan di Lebanon dan Palestina adalah Suriah dan Republik Islam Iran. Untuk alasan inilah mereka ingin mengontrol/ merebut Suriah, agar bisa melemahkan kekuatan perlawanan di Palestina dan Lebanon.
Untuk merebut Suriah, maka Israel, negara yang berdiri sebagai ‘kompensasi’ atas genosida Yahudi di Eropa, malah berkolusi dengan organisasi teroris untuk melakukan genosida itu sendiri, sebagai bagian dari proyek neo-kolonial yang lebih besar. Proyek kolonial Eropa sering mengandalkan genosida untuk memudahkan jalan bagi mulusnya kekuasaan pemukim Eropa terhadap penduduk asli. Bukan genosida itu sendiri yang mengharuskan kita melakukan agitasi, tetapi induknya, yaitu tradisi kolonial yang menganggap genosida sebagai praktik yang biasa mereka lakukan.
Holocaust terbesar bukanlah yang dilakukan terhadap orang-orang Yahudi di Eropa oleh Nazi Jerman, dan bukanlah satu-satunya, karena genosida dengan pemusnahan sistematis juga dilakukan oleh Roma, komunis dan Slavia. Jika kita harus menunjukkan prioritas atas genosida, sebagaimana yang dipropagandakan oleh kaum Yahudi dalam Holocaust, maka ada genosida yang lebih besar, misalnya genosida terhadap penduduk asli Amerika. Jika kita merujuk pada banyaknya manusia yang menjadi korban genosida, maka American Holocaustlah yang merupakan kejahatan terbesar dari tradisi kolonial Eropa.
Rezim Hitler, perlu dicatat, mewakili ideologi dan metode kolonial Eropa dalam prakteknya. Metode yang didasarkan dan dipelopori oleh orang-orang Inggris, Perancis, dan kemudian Amerika Serikat, untuk membangun imperium yang lebih luas. Apa yang membuat Hitler dicela oleh pemikir Barat? Bukan kebrutalan metode maupun ideologi rasisnya, tetapi karena ia berusaha membangun imperium Jerman ke wilayah Timur, sehingga akan berbahaya bagi Inggris yang telah menjajah India, Perancis yang menjajah Afrika dan Indo-China, juga bagi para pemuda AS yang tengah membangun imperium dalam lintas benua.
Hitler mengatakan bahwa Eropa Tengah dan Eropa Timur, termasuk Rusia, akan menjadi milik Jerman. Amerika Barat menjadi milik AS, dan India tetap menjadi milik Inggris. Terkait pernyataannya ini, Aime Cesaire berkomentar,
“Barat tidak bisa memafkan Hitler bukan karena kejahatan yang dilakukannya, …itu kejahatan terhadap orang-orang kulit putih. Sejarah mencatat bahwa Hitler menerapkan metode kolonial ala Eropa yang selama ini dipraktekkan untuk orang-orang Arab dan Aljazair, untuk kuli-kuli India dan negro Afrika. Nazisme itu adalah kolonialisme yang dilepas di Eropa. Dan kini, mereka kembali mempraktekkannya di Suriah.
sumber liputan islam
*Stephen Gowans adalah analisis politik internasional asal Kanada. Tulisannya dipublikasi di berbagai media internasional. Artikel ini diterjemahkan dari Globalresearch.ca
Kirim komentar