Rahbar: Ilmu dan Teknologi, Ekonomi, dan Budaya, Tiga Unsur Kunci Ketegaran Negara
Pagi hari ini, Ayatullah Khamenei Rahbar Revolusi Islam Iran berjumpa dengan anggota Majelis Khubregan Rahbari (Dewan Ahli Pemimpin). Dalam pertemuan ini, beliau menjelaskan kondisi dunia, kawasan Timur Tengah, dan Iran serta mengupas realita terbentuknya sebuah sistem baru di dunia.
Di permulaan pertemuan ini, Ayatullah Khamenei menghaturkan penghargaan kepada figur berharga, Ayatullah Mahdawikani, kepala Majelis Khubregan Rahbari, dan berharap ia lekas sembuh dari penyakit yang sedang diderita.
Rahbar menegaskan, dalam periode yang sangat sensitif ini, tugas terpenting kita adalah menambah kekuatan dan ketegaran negara supaya Iran bisa lebih memiliki pengaruh dalam proses pembentukan sistem baru dunia ini. Kekuatan dan ketegaran ini bersandar pada tiga hal: ilmu pengetahuan, ekonomi, dan budaya.
Rahbar juga menekankan, persatuan dan kesatuan hati juga termasuk kebutuhan prinsipal negara. Semua kalangan masyarakat harus mendukung pemerintah dan seluruh badan eksekutif negara.
Dalam perubahan sistem baru dunia ini, terbukti bahwa pondasi pemikiran, nilai, militer, dan politik sistem yang sekarang mendominasi dunia sedang mengalami perubahan dan keruntuhan yang sangat kentara.
Selama bertahun-tahun, bangsa Barat dengan mengoarkan slogan-slogan menawan seperti kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia, dan membela manusia berusaha untuk menunjukkan keunggulan sistem nilai mereka atas seluruh sistem nilai dan agama di dunia, terutama Islam. Sangat disayangkan, di Dunia Islam, sebagian pribadi, figur, dan negara terpengaruh oleh slogan-slogan ini dan meyakini keunggulan nilai-nilai Barat.
Sehubungan dengan pondasi politik dan militer, jika seluruh bangsa dunia tidak terpengaruh oleh sistem nilai Barat dan berdiri melawannya, maka mereka akan ditekan melalui jalan politik dan militer. Banyak contoh dari tekanan ini masih kita saksikan termasuk di Iran.
Dunia Barat memanfaatkan fasilitas propaganda yang semakin hari semakin modern ini untuk memamerkan kedua pondasi tersebut kepada dunia. Mereka juga berusaha memaksa para pemikir dan seluruh bangsa dunia untuk mengakui bahwa sistem nilai Barat adalah sistem terunggul di dunia.
Tetapi, kedua pondasi ini sekarang sedang menghadapi tantangan dan sudah mulai luntur. Dekadensi moral dan etika yang semakin merajalela di Barat terutama di kalangan kawula muda, kerapuhan pondasi rumah tangga, orientasi keliru terutama tentang wanita, dan menilai amalan mungkar seperti pernikahan sesama jenis sebagai sebuah nilai adalah faktor pertama pondasi pemikiran dan nilai Barat ini dipertanyakan.
Faktor kedua adalah orientasi masyarakat Barat kepada ajaran Islam yang semakin hari semakin meluas. Barat yang setiap hari menyerukan solgan kebebasan, hak asasi manusia, dan demokrasi selalu melanggar slogan-slogan ini di alam praktis. Menyerukan slogan-slogan tersebut atas nama Barat hari ini telah berubah menjadi sebuah slogan yang menjijikkan.
Barat juga memiliki masa lalu yang hitam berkenaan dukungan terhadap kelompok-kelompok yang melakukan kudeta terhadap negara merdeka. Menurut banyak laporan, pasca Perang Dunia II, Amerika melakukan aksi untuk menggulingkan 50 negara dan menentang penuh puluhan gerakan rakyat untuk memperoleh kebebasan.
Penggunaan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan pembunuhan dua ratus ribu rakyat Jepang dan pembangunan penjara Guantanamo, Abu Ghuraib, dan puluhan penjara rahasia di Eropa adalah contoh-contoh lain kontradiksi antara slogan-slogan menawan Barat dengan praktik mereka. Menggunakan kekerasan termasuk embargo atas bangsa-bangsa yang menentang imperialisme, memanfaatkan aksi teror dan terorisme, dan menggelar aksi militer terutama serangan terhadap Iraq, Afghanistan, dan Pakistan adalah faktor keempat bagi keruntuhan pondasi pemikiran dan nilai Barat.
Faktor kelima adalah pembentukan gerakan-gerakan teroris seperti al-Qaidah dan ISIL. Sekalipun Barat tidak menunjukkan hubungan dengan gerakan-gerakan ini, tetapi berdasarkan saksi dan bukti yang ada, gerakan-gerakan ini dibentuk oleh tangan-tangan Barat dan kaki tangan mereka di kawasan.
Faktor penentu keruntuhan pondasi kekokohan militer dan politik Barat adalah perwujudan sebuah negara berlandaskan pada ajaran islam dan gerakan revolusi di Iran. Negara ini, sekalipun menghadapi berbagai bentuk serangan politik, militer, keamanan, dan ekonomi Barat, bukan malah tambah rapuh, tetapi malah bertambah kokoh dan kuat.
Ketangguhan Iran dalam menghadapi perang delapan tahun bukanlah suatu hal yang kecil. Kekokohan ini membuktikan bahwa kemampuan militer kekuatan-kekuatan imperialis tidak mampu menumpas keteguhan sebuah bangsa.
Perang 33 hari Lebanon, perang 22 hari dan 8 hari di Gaza, dan terakhir perang 50 hari di Gaza termasuk faktor yang mengguncang kekokohan dan ketegaran militer dan politik Barat. Perang terakhir Gaza adalah sebuah mukjizat, karena keteguhan sebuah bangsa di sebuah area yang kecil dan terbatas memaksa rezim Zionis yang merupakan simbol kekuatan Barat di Timur Tengah bertekuk lutut. Sekalipun Israel memaksa rakyat Gaza untuk menerima gencatan senjata, tetapi mereka tetap tidak menerima sampai syarat-syarat yang mereka inginkan disetujui.
Beberapa orang yang berpengaruh di Barat menilai bahwa opsi militer bukan lagi sebuah opsi yang tepat dan ekonomis. Ini menunjukkan bahwa kemampuan militer Barat dipertanyakan.[TvShia/Shabestan]
Kirim komentar