Tls6, Imam Ali as Sang Maula
Peristiwa yang terjadi tanggal 18 Zulhijah 10 H bukanlah perkara rahasia, sebuah pertemuan bawah tanah atau usaha tersembunyi. Karena tidak ada ruang yang tersisa untuk setiap jenis keraguan, kecurigaan, ketidakpastian atau ambiguitas.
Peristiwa besar ini dihadiri oleh ribuan orang, diselenggarakan sesuai mandat dari Allah, di bawah pengawasan Nabi Islam, di padang pasir terpencil, dibawah panas terik mentari.
Kejadian utama pesta ini diawetkan dalam dokumen resmi Islam baik Alquran maupun Hadis.
Demikian juga laporan, catatan para saksi mata dan ungkapan tokoh sastra terkemuka dan intelektual yang turut menghadiri sesi penting dari sejarah Islam mereka merekam kejadian ini dalam buku-buku sejarah dan biografi.
Bagaimana tidak aneh, meskipun semua fakta-fakta tak terbantahkan ada ditangan, beberapa orang telah mencoba untuk menyajikan sentimen bias mereka sehubungan dengan peristiwa Ghadir. Dalam tulisan-tulisan mereka ada upaya menyelewengkan makna kata `Maula'.
Mereka menganggap bahwa kata `Maula' tidak berarti 'guru, pemimpin, kepala, atau unggul' tetapi telah digunakan dalam arti `teman, pembantu dan sepupu'. Dimana kata `Maula' sendiri adalah kata yang paling penting yang diucapkan pada hari Ghadir.
Setiap orang yang masuk akal harus mengakui bahwa Al-Qur'an tidak menyajikan teka-teki dan Rasul tidak pernah terlibat dalam permainan kata-kata, jelas Nabi tidak akan bermain kata dalam kondisi genting seperti itu.
Sebenarnya Kata `Maula' dalam bahasa Arab memiliki dua puluh tujuh makna. Nabi saat menggunakan kata ini dalam wacana kenabianya mudah diklarifikasi dari sisi referensi, konteksnya sendiri sangat jelas bahwa setiap orang di antara mereka yang mendengar khotbahnya menyatakan , "Ali adalah`Maula' dalam arti yang sama di mana Nabi adalah juga seorang Maula" seorang pimpinan.
Selain itu, Nabi saw kemudian menjelaskan panjang lebar arti sebenarnya dari kata ini. Ali bin Hameed pada halaman 38 dari bukunya `Shamsul Akhbar' menulis, "Ketika itu ditanyakan dari Rasulullah tentang Hadis `siapa maulaku" katanya , " Karena Tuhan adalah maulaku, jadi saya adalah maula orang-orang yang beriman dan dalam pengertian yang sama Ali juga adalah maula mereka".
Di antara sahabat Nabi, Abu Bakar, Umar, Abdullah bin Ja'afar, Abdullah bin Abbas, Salman Farsi, Jabir bin Abdullah Al-Anshari, Abu Said Khudri, Zaid bin Arqam, Abu Ayyub Ansari, Qais bin Sa'ad bin Ubada, Hasan bin Tsabit dan Ammar bin Yasir juga telah menyebutkkan arti kata `Maula' adalah pimpinan yang memegang hak terbesar dari umat yang dipimpinnya.
Seperti disebutkan dalam firmannya Nabi itu lebih utama dari orang-orang beriman dibanding diri mereka sendiri,
النَّبِيُّ أَوْلى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
Kata أَوْلى memiliki akar kata yang sama dengan kata مولی dan kata aula sendiri diartikan lebih utama maksudnya adalah jika kaum beriman bersimpang pendapat dengan pendapat Nabi maka pendapat Nabi harus diutamakan, jika mereka menyukai sesuatu tapi Nabi tidak menyukai hal itu maka mereka harus tinggalkan itu.
Apakah ini suatu pemaksaan? Jelas tidak, karena seperti kita tahu bahwa Nabi tidak mengerjakan sesuatu kecuali berdasarkan wahyu
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ-إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Dan tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya, sesungguhnya itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan.
Jadi dalam hadis ghadir Nabi sedang menjelaskan bahwa Imam Ali juga seperti beliau lebih utama dibanding diri kaum beriman, jadi jelas bahwa Nabi sedang menjelaskan bahwa Alilah yang paling layak dan pantas menggantikan beliau untuk memimpin umat.[bersambung]
[tvshia.com/indonesia]
Kirim komentar