Alasan Mengapa Saudi Ingin Bentuk Negara Takfiri
Keberhasilan kelompok takfiri al-Qaeda menguasai provinsi Anbar di Irak dan beberapa daerah di Suriah berkat sokongan Pangeran Arab Saudi, Bandar bin Sultan jelas-jelas menunjukkan bahwa sponsor Timur Tengah mereka itu berencana membangun "negara takfiri" di kawasan tersebut. Sementara Konferensi Jenewa yang membahas kondisi Suriah hanya sedikit menyentuh substansi persoalan.
Inilah yang diharapkan; secuil ilusi yang terpendam bahwa upaya itu akan menciptakan terobosan atau hasil yang diharapkan demi mengakhiri penderitaan rakyat Suriah. Alasannya sederhana: bukan hanya kedua belah pihak terpisah jarak yang sangat jauh, oposisi Suriah juga terdiri dari bermacam-macam kalangan oportunis yang tidak memiliki dukungan di wilayah Suriah.
Para penyokong asing mereka, bagaimana pun, memiliki rencana lain. Konferensi Jenewa hanyalah pertunjukan sampingan. Peperangan sesungguhnya sedang berlangsung di wilayah Suriah dan juga di Irak yang sekarang makin sengit. Sekilas saja melihat peta, akan terlihat bahwa tentara asing bayaran terutama yang didukung Arab Saudi di Suriah dan Irak, menduduki kawasan penting di kedua negara yang dapat membentuk perbatasan negara takfiri di masa depan.
Di Irak, pemberontak takfiri menguasai provinsi Anbar yang membentang dari barat laut Baghdad hingga ke perbatasan Suriah. Di Suriah juga mereka menguasai kawasan perbatasan kedua negara kendati harus berhadap-hadapan pula dengan berbagai kelompok pemberontak lainnya.
Tentara Suriah Bebas (FSA yang merupakan kelompok pemberontak takfiri sokongan AS) sudah nyaris hancur dan daerahnya telah dikuasai kelompok takfiri (sokongan Arab Saudi). Kondisi ini tentu menguntungkan pasukan pemerintah Suriah. Banyak anggota FSA yang kembali bergabung dengan pasukan pemerintah. Kebanyakan warga Suriah mulai menyadari bahwa tentara bayaran takfiri menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar dari yang pernah dibayangkan sebelumnya. Kenyataannya, BBC sekalipun terpaksa mengakui pada 21 Januari bahwa dari hasil survei di kalangan pengungsi Suriah, sebanyak 87 persen menolak keberadaan kelompok takfiris di negara mereka dan menginginkan krisis tersebut segera diakhiri lewat dialog.
Tentu saja keinginan tersebut bertolak belakang dengan keinginan kelompok takfiri dan para pendukung asingnya, terutama Arab Saudi yang hanya mengenal satu permainan: memecah belah kaum Muslim dengan menyebarluaskan kebencian terhadap orang/kelompok yang tidak disukai. Rezim Arab Saudi telah mengalokasikan dana 6 miliar dolar Amerika (sekitar Rp. 72 triliun) untuk membiayai kelompok-kelompok takfiri menjatuhkan pemerintahkan Bashar al-Asad.
Bandingkan dengan total hibah 120 juta dolar (sekitar Rp. 150 miliar) Amerika million dari Arab Saudi dan Qatar untuk merawat lebih dari dua juta pengungsi Suriah yang hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di kamp-kamp Yordania, Turki, dan Libanon. Bagi Arab Saudi, membunuh orang, khususnya kalangan yang tidak disukai, jauh lebih penting ketimbang menyelamatkan nyawa rakyat sipil.
Dibanding kebijakan militer yang didukungnya, kampanye Arab Saudi untuk menyebarluaskan kebencian ternyata jauh lebih ebih efektif. Emosi seseorang dapat dengan mudah dimunculkan dengan menanamkan keraguan dalam benaknya. Inilah yang benar-benar diketahui dan dilakukan Arab Saudi.
Mereka menebar ideologi beracunnya sejauh dan seluas mungkin. Pakistan, Libanon, Irak, Suriah, Yaman, dan Somalia berada dalam cengkeraman mereka, di mana para demagog takfiri sedang mengamuk. Bom bunuh diri dan bom mobil menjadi pertanda kehadiran mereka. Secara rutin, rakyat tak bersalah dijadikan target untuk dibunuh. Bagaimana bisa Arab Saudi mengaku mengikuti al-Qur’an dan Sunnah sementara mereka justru mempromosikan dan membiayai ide durjana semacam itu?
Kenyataannya, mereka hanya peduli pada bagaimana menyelamatkan kekuasaan yang digenggamnya dengan cara ilegal di Jazirah Arab saat gejolak ke arah perubahan semakin menguat belakangan ini. Racun takfiri ditabur untuk menginfeksi masyarakat Arab Saudi dan sekitar satu dekade lalu, gerakan al-Qaeda meletup dan menyapu warga di sana (yang kemudian beramai-ramai menjadi anggota dan simpatisanya).
Kaum takfiri tidak memiliki loyalitas kepada siapapun atau apapun; ideologi kebencian dan pembunuhan mereka pada akhirnya akan berbalik kepada para sponsornya. Itulah mengapa Arab Saudi begitu bernafsu menciptakan negara takfiri di sebagian kawasan Irak dan Suriah untuk menempatkan monster-monster itu di sana dan akan dilepaskan saat dibutuhkan untuk melawan "musuh" berikutnya. Namun, sebagaimana kebijakan militer Arab Saudis, proyek negara takfiri itu juga menemui kegagalan. Semoga saja kegagalan ini akan mempercepat keruntuhan salah satu dinasti penguasa paling dibenci sejagat raya itu. [TvSHia/Islam Time]
Kirim komentar