Wantimpres Minta Islah di Sampang Disosialisasikan
Perdamaian atau islah oleh para pihak yang bertikai di Sampang, Madura, Jawa Timur, diharapkan bisa disosialisasikan kepada semua pihak terkait, terutama jajaran pemerintah. Dengan sosialisasi, semua pihak dapat yakin bahwa islah memang sudah terjadi dan dapat ditindaklanjuti.
Harapan itu disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan, seusai menerima para perwakilan warga Sampang di Kantor Wantimpres, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Perwakilan warga yang hadir di antaranya Nur Tamam, Ketua Lembaga Persatuan Umat Islam (LPUI), dan kiai setempat KH Syuaibi. Didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU), mereka datang untuk menjelaskan proses islah yang terjadi pada 23 September lalu.
Dari penjelasan tersebut, Albert yakin islah sudah terjadi tanpa ada rekayasa. Setelah itu, perlu diyakinkan juga semua pihak yang masih ragu atas islah. “Saya anjurkan untuk berbicara kepada Pemprov Jatim dan Pemda Sampang agar semua mendukung usaha kita sehingga semua pengungsi bisa pulang, membangun rumah, dan sebagainya,” kata Albert.
Nur Tamam mengatakan, islah yang sudah terjadi merupakan kesepakatan bersama setelah dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya silaturahim. Islah, kata dia, ditandatangani oleh 75 orang yang mewakili warga dan 35 orang dari kelompok Syiah.
Hanya, kata dia, pihaknya perlu bantuan dari semua pihak, terutama pemerintah pusat, untuk menindaklanjuti islah. Pemerintah diminta membantu untuk meyakinkan pihak-pihak yang masih mempermasalahkan islah.
Syuaibi mengatakan, jika pihaknya tidak didukung, terutama oleh pemerintah, maka situasi itu akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak ingin ada perdamaian untuk kembali memecah belah warga.
“Mudah-mudahan pemerintah bisa membantu, bagaimana kita bisa bergerak dan tidak memberi peluang kepada pemecah belah. Tantangan kita ke depan menghadapi pemutarbalikan fakta. Kita dianggap tidak benar-benar islah,” kata dia.
Albert menambahkan, ia akan segera mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberi pertimbangan supaya pemerintah menindaklanjuti islah. “Saya hanya harapkan kedamaian di Sampang,” pungkas Albert.
Pemkab Sampang Menolak Upaya Damai Warga
Senin tanggal 23 september 2013, pengungsian warga Muslim Syiah di Rusun Jemundo Sidoarjo Jawa Timur mendadak ramai. Pasalnya 50 orang warga Sampang, Kecamatan Omben, Desa Bluuran dan Karanggayam datang dengan semangat perdamaian. Mereka datang dengan membawa lembaran kertas yang diketik dengan rapi berisikan Piagam Perdamaian. Sebuah langkah mulia dan suci berlatar kesadaran tentang cinta kasih antar sesama anak manusia yang menganut agama yang sama, Islam.
Kunjungan silaturahmi yang sebelumnya sudah didahului dengan kunjungan-kunjungan terbatas oleh beberapa tokoh masyarakat dan agama, mengantarkan mereka pada kesimpulan bahwa kebencian, angkara murka, dendam dan sifat buruk lainnya yang mengakari pertikaian setahun yang lalu, 26 Agustus 2012, sesungguhnya bertentangan dengan ajaran agama Islam dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang menghargai dan menjunjung tinggi toleransi.
Adalah Saningwar, seorang tokoh mantan Blater yang pernah merajai dunia hitam di seantero Madura yang menjadi penggerak utama dalam menggalang warga masyarakat untuk berdamai. Saningwar dalam penuturannya yang santun berkata, “Sudah saatnya kebencian, dendam dan angkara murka di antara sesama anak manusia diakhiri, agar negeri tercinta Indonesia yang merupakan bumi Allah Swt ditinggali manusia dalam kedamaian. Itulah amal yang paling baik sebagai muslim yang menjadi khalifah Allah.”
Saningwar datang dengan membawa 50 orang perwakilan warga Desa Bluuran, Karanggayam, Panden dan daerah sekitarnya dengan Piagam Perdamaian yang sudah terbubuhi tanda tangan 73 orang tokoh/warga masyarakat tersebut. Hari itu, suasana pengungsian yang selama ini terlihat lesuh dan suntuk karena gambaran tentang nasib mereka para pengungsi yang tak kunjung kelihatan, tiba-tiba diliputi rasa haru. Secercah harapan mulai terlihat di wajah-wajah mereka. Terlihat betapa kerinduan akan kampung halaman yang damai dan bersahaja nampak di pelupuk mata mereka yang basah oleh airmata gembira.
Ketika harapan para pengungsi untuk segera kembali ke rumah-rumah mereka mulai terbuka, tiba-tiba ada suara sinis yang datang dari aparat Pemda Kab. Sampang yang terkesan menolak upaya mulia warganya untuk membangun perdamaian dan rekonsiliasi. Alih-alih mendukung upaya mulia tersebut, justru segera membangun tembok penolakan dengan menggerakkan sejumlah tokoh intoleran dengan mengintimidasi sejumlah warga yang terlibat dalam piagam perjanjian damai tersebut.
Perilaku aparat dan pejabat Pemda Sampang ini menunjukkan dua hal; pertama, bahwa mereka tidak siap menerima proses rekonsiliasi damai, dan itu adalah bentuk arogansi dan penentangan terhadap ajaran agama dan nilai-nilai luhur masyarakat Madura yang cinta damai. Kedua,aparat tersebut jelas-jelas menentang kehendak konstitusi Negara yang menghargai kebhinnekaan dan toleransi serta instruksi Presiden Republik Indonesia untuk rekonsiliasi dan pemulangan warga Muslim Syiah ke kampung halaman sebelum akhir tahun ini.
Oleh karena itu, DPP Ahlulbait Indonesia mendesak kepada Presiden Republik Indonesia agar menindak dan menertibkan perilaku buruk aparatnya (pejabat pemkab dan aparat kepolisian) yang telah melakukan, memfasilitasi upaya intimidasi tersebut. Membiarkan tindakan mereka sama dengan membenarkan tindakan semena-mena Negara terhadap hak-hak sipil warganya.
[tvshia/abna]
Kirim komentar