Agama dan Tuntutan Manusia

Agama dan Tuntutan Manusia

Manusia untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan abadi harus memilih jalan yang benar bagi kehidupannya. Namun untuk memilih jalan yang benar tersebut tidaklah mudah. Pasalnya, banyak penghalang, bahaya dan hambatan yang menghadang. Allah Yang Maha Bijaksana tentunya tidak akan membiarkan manusia begitu saja. Allah Swt telah memberikan petunjuk kepada manusia untuk sampai kepada kebahagiaan dan mewujudkan bakat-bakat yang ada dalam dirinya. Salah satu petunjuk tersebut adalah melalui turunnya wahyu. Hal ini sebagai salah satu argumen terpenting bahwa manusia membutuhkan agama.

 

Salah satu pertanyaan mendasar manusia adalah apa manfaat agama bagi dirinya? Mengapa manusia harus beragama dan apakah mungkin manusia hidup tanpa agama?

 

Sejak penciptaan manusia, telah ada kecenderungan mendalam dalam diri setiap manusia untuk menyembah. Agama adalah anugerah besar Tuhan bagi manusia dan agama selalu ada bersama manusia. Berdasarkan bukti-bukti dan dokumen sejarah, semua masyarakat memiliki kecenderungan terhadap agama. Hal ini membuktikan bahwa agama adalah kebutuhan mendasar bagi manusia.

 

Manusia adalah makhluk yang kompleks dan penuh rahasia, dan dianggap sebagai dunia yang lebih besar dari pada alam semesta. Sejak awal penciptaan, manusia telah berusaha untuk mengenal dirinya, kebutuhannya dan cara untuk memenuhi semua tuntutan tersebut. Upaya manusia untuk memahami hakikat dan mengenal dirinya dengan benar serta memahami alam semesta, telah menyebabkan munculnya berbagai aliran. Amat jelas bahwa jika satu aliran keyakinan tidak dapat menjawab tuntutan mendasar manusia, maka aliran tersebut tidak akan mampu bertahan lama dan dengan sendirinya akan hilang.

 

Manusia adalah wujud yang terdiri dari jiwa dan raga. Ia selalu berusaha memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya untuk meraih kebahagiaan dan kesempurnaan. Untuk itu, manusia memerlukan agenda yang benar yang dapat menjamin kebahagiaan material dan spiritualnya itu. Dengan demikian, manusia harus memperhatikan semua aspek keberadaannyadan mengenal baik jalan yang mengantarkannya kepada kesempurnaan. Jika hal tersebut terpenuhi, maka kebahagiaan yang diinginkan manusia akan terwujud.

 

Allamah Thabathabai, filsuf besar Iran menegaskan bahwa agenda kehidupan manusia harus sejalan dengan fitrah dan penciptaan manusia serta komprehensif. Beliau menulis, "Allah Swt memandu setiap makhluk-Nya termasuk manusia menuju kepada kebahagiaan dan tujuan penciptaan yang khusus pada diri makhluk tersebut. Jalan nyata bagi manusia dalam mengarungi kehidupan adalah jalan yang diserukan oleh Tuhannya."

 

Untuk menjelaskan ungkapan tersebut, Allamah Thabathabai menambahkan, "Tuntutan agama fitrah adalah tidak mengabaikan semua potensi yang ada pada diri manusia. Kapasitas dan daya tarik dan daya tolak seperti kecenderungan emosional yang ada pada diri manusia, akan disesuaikan dan diatur. Setiap dari kecenderungan tersebut dibiarkan sejauh tidak mengganggu yang lainnya. Selain Tuhan, siapa pun tidak layak untuk meletakkan hukum syariat/peraturan dan menentukan kewajiban manusia. Sebab, peraturan dan hukum dalam kehidupan manusia akan efisien jika ditentukan dari jalan penciptaan. Dengan demikian, faktor internal dan eksternal akan mengajak manusia untuk mengamalkanya."

 

Allah Swt menciptakan manusia dan meletakkan berbagai kebutuhan pada dirinya serta memberikan kecenderungan dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan. Manusia untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan abadi harus memilih jalan yang benar bagi kehidupannya. Namun untuk memilih jalan yang benar tersebut tidak mudah. Pasalnya, banyak penghalang, bahaya dan hambatan yang menghadang. Allah Yang Maha Bijaksana tentunya tidak akan membiarkan manusia begitu saja dan Dia telah memberikan petunjuk kepada manusia untuk sampai kepada kebahagiaan dan merealisasikan bakat-bakat yang ada dalam dirinya. Salah satu petunjuk tersebut adalah melalui turunnya wahyu. Hal itu adalah salah satu argumen terpenting bahwa manusia membutuhkan agama.

 

Cendekiawan dan pemikir besar Iran, Syahid Murtadha Muthahhari mengenai "Naba" yaitu utusan Allah Swt dan pembawa wahyu bagi manusia, menulis, "Nabi adalah perantara antara manusia dan dunia lain. Sebenarnya nabi adalah jembatan antara manusia dan alam ghaib. Nubuwwah adalah akibat dari kebutuhan manusia kepada wahyu Allah Swt."

 

Akal, indera dan pengalaman manusia terbatas dan tidak dapat memenuhi semua tuntutannya. Dengan demikian, manusia memerlukan agama sebagai petunjuk untuk sampai kepada kebahagiaan dan kesempurnaan yang diinginkan. Meskipun sains dan teknologi semakin maju, namun rahasia tentang manusia tidak dapat diungkap oleh kemajuan ilmu dan teknologi tersebut, bahkan seakan-akan rahasia tentang manusia semakin lama semakin bertambah. Hal tersebut disebabkan alat-alat pengetahuan manusia terbatas dan banyak hal dan rahasia yang tidak dapat dijangkau dan dimengerti oleh alat-alat tersebut.

 

Banyaknya keterbatasan manusia menyebabkan dirinya terpaksa belajar sebagian ilmu pengetahuan dari agama, dan al-Quran telah menyinggung masalah tersebut. Allah Swt dalam Surat al-Baqarah ayat 151 berfirman, "Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul dari golonganmu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, mengajari kamu Alkitab dan hikmah serta mengajari kamu apa-apa yang belum kamu ketahui."

 

Ernest Renan, filsuf Perancis dalam tulisannya, menyinggung pengaruh agama terhadap manusia. Ia mengatakan, "Mungkin suatu hari segala sesuatu yang saya cintai akan hancur, dan semua hal yang menyenangkanku akan hilang, tetapi mustahil kecenderungan terhadap agama akan hilang. Kecenderungan ini akan kekal, dan keberadaanku akan menjadi saksi nyata atas kepalsuan materialitas (Paham Materialisme)."

 

Menurut pandangan Will Durant, sejarawan dan penulis Amerika, agama adalah ruh kehidupan. Ia mengatakan, "Hidup tanpa agama, suram dan hina serta seperti jasad tanpa ruh." Al-Quran dalam ayatnya yang indah telah menggambarkan kecenderungan manusia kepada agama, di mana kecenderungan tersebut merupakan fitrah manusia yang terus akan ada. Dalam Surat Ar-Rum ayat 30, Allah Swt berfirman, "Maka hadapkanlah hai Muhammad wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (cenderungkanlah dirimu kepada agama Allah). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

 

Agama adalah metode dan pedoman tepat bagi kehidupan manusia yang mencakup semua dimensi ruh, fisik, individu dan sosial manusia. Agama Islam sebagai agama terakhir dan paling sempurna, sangat memperhatikan tuntutan manusia, baik itu kebutuhan individu mupun sosial. Islam mampu memberikan jawaban logis terhadap tuntutan-tuntutan manusia. Islam sebagai agama komprehensif telah menawarkan kepada manusia agenda dan strategi dalam tiga bagian. Agenda dan strategi tersebut terkait dengan hubungan-hubungan manusia yang terdiri dari: hubungan manusia dengan dirinya, hubungan manusia dengan yang lainnya (alam semesta dan masyarakat) dan hubungan manusia dengan Tuhan.

 

Ajaran Islam selain memperhatikan masalah-masalah duniawi juga memperhatikan masalah kehidupan selanjutnya, yaitu akhirat. Islam mengatur urusan dunia di samping urusan akhirat karena keduanya saling berkaitan. Perhatian Islam terhadap dunia dan akhirat, dan penyelarasan antara urusan materi dan spiritual adalah keistimewaan agama suci tersebut, di mana hal itu telah keluar dari kemampuan manusia.

 

Meskipun pengetahuan dan pencapaian manusia sangat bernilai, namun karena hingga kini tidak mampu mengenal sisi-sisi wujud manusia secara sempurna, maka pengetahuan manusia tidak akan mampu memberikan agenda komprehensif dan meyakinkan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan. Pandangan bahwa kemajuan teknologi akan menghapus kebutuhan manusia terhadap agama adalah pandangan yang tidak bersandar pada fakta. Seandaikan pendapat tersebut benar, maka seharusnya sejak berabad-abad lalu, manusia sudah tidak memerlukan agama lagi. Namun kenyataannnya tidak demikian.

 

Sejarah  kontemporer adalah bukti terbaik atas kesalahan pandangan tersebut. Di era modern ini, manusia justru semakin merasa perlu terhadap agama. Oleh karena itu, sains tidak dapat diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan metafisik manusia. Mengenai hal itu, Allamah Thabathabai  mengatakan, "Kemajuan manusia di sebagian ilmu pengetahuan tidak mampu menyelesaikan ketidaktahuan-ketidaktahuan manusia. Ilmu Pengetahuan Alam adalah pelita bagi manusia yang menerangi sebagian ketidaktahuannya, tetapi pelita tersebut tidak mampu menerangi setiap kegelapan. Ilmu psikologi tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah perbintangan dan seorang dokter tidak akan mampu menyelesaikan masalah seorang insinyur. Yang jelas, ilmu tentang alam semesta akan asing dengan hal-hal metafisik dan masalah-masalah spiritual serta ruh. Ilmu tersebut tidak mampu mengevaluasi tujuan-tujuan yang diinginkan oleh fitrah manusia."

Manusia untuk mencapai kesempurnaan hakiki membutuhkan sebuah sarana yang lebih tinggi dari akal, indera dan eksperimen sehingga ia mampu memilih jalan yang benar. Sementara hikmah Ilahi menuntut pengutusan para nabi untuk mengenalkan manusia dengan prinsip-prinsip yang bisa mengantarkan mereka pada kesempurnaan hakiki. Dan ini adalah salah satu alasan kebutuhan manusia terhadap agama. Tentu saja, Tuhan Yang Maha Bijaksana suci dari melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tanpa tujuan, oleh karena itu manusia tidak diciptakan sia-sia di dunia ini.

 

Dari sejumlah ayat dan riwayat dapat disimpulkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk meraih kesempurnaan dan keutamaan-keutamaan moral serta mencapai kedudukan yang tinggi. Akan tetapi, tujuan-tujuan luhur tersebut tidak akan bisa dicapai tanpa program terpadu dan aturan yang komprehensif. Di antara tujuan-tujuan agama adalah menjelaskan makna dan tujuan kehidupan. Setiap individu akan bertanya pada dirinya untuk apa hidup ini? Apa arti dari semua rasa sakit, derita dan kesusahan di dunia ini? Dan secara keseluruhan, apakah dunia memiliki nilai untuk ditempati atau tidak?

 

Tentu saja, menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memperjelas arah dan tujuan kehidupan. Jika manusia tidak menemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan itu, maka mereka akan tersandera oleh kehampaan dan kesia-siaan. Agama telah mempersiapkan manusia dengan tujuan-tujuan luhur dan bernilai bagi kehidupan dan membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

 

Peran agama dalam kehidupan manusia sama persis dengan fungsi kompas di kapal. Di lautan kehidupan yang penuh ombak ini, agama menunjukkan arah yang benar dan jalan menuju pantai keselamatan. Agama menunjukkan terminal keberangkatan dan terminal kedatangan manusia. Agama juga memberi arti pada kehidupan dan menawarkan definisi yang jelas tentang hubungan manusia dan Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus memiliki gambaran yang jelas dari tatanan alam semesta. Manusia agamis dapat meraih gambaran rasional tentang tatanan alam semesta dengan bantuan akal sehat dan wahyu.

 

Psikolog dan ilmuwan Swiss, Carl Gustav Jung terkait dengan pentingnya makna kehidupan, menulis, "Di antara para pasien yang saya tangani di pertengahan kedua dari umurku, semua keluhan mereka pada akhirnya berhubungan dengan menemukan sebuah pandangan tentang kehidupan. Dapat kita katakan dengan pasti bahwa mereka semua merasa sakit karena tidak memperoleh hal-hal yang diajarkan oleh agama kepada para pengikutnya."

 

Agama menanamkan tunas-tunas harapan dan kepuasan dalam diri seseorang, dan menghadiahkan buah keceriaan kepada mereka. Orang-orang yang beriman memandang benar dan adil semua aturan, struktur dan keteraturan di alam semesta. Meski menyaksikan beragam ketidakadilan, pertumpahan darah dan krisis di dunia, mereka tetap memandang masa depan umat manusia penuh dengan keamanan, keadilan dan kecerahan. Kehidupan dalam kondisi seperti ini membuat mereka optimis.

 

Di antara keistimewaan manusia – yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lain -- adalah kekuatan berpikir dan bernalar. Keistimewaan ini mendorong manusia untuk menyingkap hakikat dan rahasia alam. Pada dasarnya, kecintaan pada ilmu pengetahuan dan petualangan mencari kebenaran telah menyatu dengan diri manusia dan berakar pada kemampuan dan potensi-potensi yang dimilikinya. Islam melalui berbagai metode mendorong manusia untuk menguak rahasia alam. Al-Quran dalam surat az-Zumar ayat 9 berbicara tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan berkata, "Katakanlah! ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."

 

Al-Quran dengan mengangkat kajian tentang penciptaan langit, bumi dan beragam fenomena alam, mengajak manusia untuk menyingkap semua itu dan juga mendorong mereka untuk berpikir tentang asal mula penciptaan, hari kiamat dan sistem yang mengatur alam semesta. Nabi Saw dan para pemuka agama juga menganggap kegiatan menuntut ilmu sebagai kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan.

 

Di antara kebutuhan-kebutuhan manusia yang tertanam dalam dirinya adalah keinginan untuk mencari sang pencipta dan sesembahan. Kecenderungan untuk tunduk di hadapan Dzat Yang Maha Tinggi yang menciptakan manusia dan seluruh makhluk, telah tertanam dalam fitrah manusia. Jika kecenderungan fitrah ini tidak disalurkan dengan benar, maka manusia akan menyimpang dan penderitaan dan kegelisahan akan menghantuinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia membutuhkan kesehatan dan ketenangan jiwa. Peran agama sangat signifikan dalam memberikan kesehatan dan ketenangan jiwa dari berbagai aspek.

 

Sejumlah riset menunjukkan bahwa keyakinan agama memainkan peran signifikan dalam mengobati gangguan-gangguan psikologis, mengurangi depresi dan memberi kekuatan untuk memikul tekanan-tekanan psikologis. Dengan kata lain, satu-satunya jalan untuk mengobati depresi dan kekhawatiran adalah mengarahkan pandangan pada Tuhan Yang Maha Esa. Ini adalah jalan puncak di mana agama-agama Ilahi khususnya Islam, menuntun manusia ke arah sana.

 

Kecintaan pada keabadian juga termasuk bagian dari keinginan-keinginan penting manusia. Kematian merupakan sebuah fenomena yang menakutkan bagi mereka. Manusia senantiasa menyaksikan bagaimana kematian merampas orang-orang terdekat dan sahabat dan menghapus mereka dari lembaran kehidupan. Manusia meski mencapai kemajuan pesat di bidang sains, tapi tetap tidak mampu membebaskan dirinya dari mimpi buruk kematian.

 

Takut terhadap kematian berakar pada keinginan manusia untuk hidup abadi. Gambaran tentang kematian bahkan membuat mereka gelisah dan depresi. Kematian dipandang sebagai kehancuran total, khususnya oleh mereka yang menganggap hakikat manusia tidak lebih dari dimensi materi dan percaya bahwa kehidupan manusia hanya terbatas di dunia ini. Kelompok ini sangat takut terhadap kematian dan menganggap kehidupan abadi di dunia ini sebagai jalan keselamatan. Sebuah keinginan yang mustahil diraih.

 

Kecenderungan untuk hidup abadi telah menemukan model baru dan tampak dalam berbagai bentuk seperti keinginan tanpa batas dan khayalan tingkat tinggi. Semua ini bersumber dari pemahaman keliru tentang makna kehidupan. Padahal, penafsiran agama tentang kehidupan dan kematian berbeda. Agama menaruh perhatian penuh terhadap kecenderungan manusia untuk hidup abadi dan meyakinkan mereka bahwa tidak ada yang namanya kebinasaan. Kematian hanya jembatan yang mengantarkan manusia ke alam yang lebih luas. Mereka akan menuju ke alam keabadian.

 

Al-Quran dalam berbagai ayatnya, menyinggung masalah pencabutan nyawa ketika ajal tiba dan tidak adanya kebinasaan. Ada banyak ayat al-Quran yang berbicara tentang nasib manusia di alam akhirat dan pentingnya kehidupan di sana. Fenomena ini menjadi bukti tentang keabadian manusia dan berlanjutnya kehidupan mereka di alam lain.

 

Agama memberi kekuatan dan energi yang diperlukan kepada manusia sehingga ia mampu mengendalikan hawa nafsunya. Sikap ambisius, ketamakan dan hawa nafsu telah menjadi faktor yang mengancam komunitas manusia, khususnya di era teknologi. Akan tetapi, iman dan takwa telah membebaskan manusia dari cengkraman hawa nafsu dan menambah ketahanan sehingga ia mampu menghadapi gelombang serangan hawa nafsu. Seorang penulis terkenal Rusia, Fyodor Dostoevsky mengatakan, "Jika Tuhan tidak ada, semua boleh dilakukan." Dengan kata lain, selain iman kepada Tuhan, maka tidak ada faktor lain yang mampu mencegah manusia dari perbuatan-perbuatan kotor dan tidak bermoral.

[tvshia/irib]

 

Kirim komentar