Khadijah Dia Mulia Bukan Karena Diperistri Oleh Seorang Nabi

Khadijah Dia Mulia Bukan Karena Diperistri Oleh Seorang Nabi

Sosok wanita tegar teladan bagi setiap muslimah sepanjang jaman, berbicara tentang Khadijah berarti berbicara tentang kesabara, keimanan, keislaman, kesucian, ketaqwaan, dan ketaatan pada seorang suami dari seorang muslimah sejati, penyambut pertama seruan Allah melalui Rasul utusan-Nya. Wanita yang memiliki gelar Thahirah ditengah-tengah kaum arab jahil dengan segala penyimpangan yang mereka miliki karena kepribadiannya yang mulia.

Masing-masing umat Islam bahkan umat manusia setelah jaman beliau secara langsung atau tidak langsung berhutang budi besar pada beliau khususnya umat Islam secara pribadi, tidak beda baik laki-laki maupun perempuan. Tanpa beliau maka Islam tidak akan memiliki kemajuan seperti apa yang bisa kita dapati sekarang.

Sungguh jelas bahwa suami beliau adalah seorang anak yatim, seorang laki-laki kaya hati namun miskin materi, Allah berfirman "Bukahkah kamu mendapati dirimu dalam keadaan yatim" lalu Allah melalui Khadijah telah mencukupkan kebutuhan Nabi Muhammad saaw. Sedemikian besar pengorbanan wanita besar ini sampai ketika beliau meninggal tidak ada lagi harta yang bisa dibelikan sebagai kain kafan.

Sebuah poin penting yang bisa kita ambil, sebuah pesan aplikatif yang disampaikan ummul mukminin ini adalah keikhlasan penggunaan harta dijalan Allah dengan cara apapun itu, sayidah Khadijah adalah wanita kaya raya namun semua itu ia kirim ke alam akhirat dengan menyerahkannya untuk perjuangan dijalan-Nya. Sebuah pesan adanya peran besar harta untuk kelancaran tabligh kebenaran.

Banyaknya bantuan untuk para fakir menjadikan beliau dikenal dengan Ummul Fuqara, ibu para faqir. Beliau adalah salah satu wanita yang gemar bercocok tanam sehingga bisa dituai di akhirat kelak,

Pertama yang perlu ditekankan adalah bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat kelak itu tergantung kepada perbuatan manusia di dunia ini. Maka itu, tidak mungkin seseorang akan memperoleh kenikmatan ukhrawi dengan cara berusaha keras di alam akhirat itu sendiri, bagi sebagian penipu tidak ada yang dapat menggunakan cara muslihatnya sehingga bisa menguasai hasil jerih-payah orang lain di alam tersebut. Seperti dugaan sebagian manusia, kalau alam akhirat merupakan alam tersendiri; tidak ada hubungannya dengan alam dunia.

Al-Qur’an menukil sebagian kisah kaum kafir:

“Dan aku tidak mengira bahswasannya hari kiamat itu tidak akan terjadi dan sekiranya aku ini dikembalkikan kepada Tuhanku, maka aku akan dapati kebaikan itu terbalik.” (QS. Al-Kahfi: 36)

“Dan aku tidak mengira bahwasannya hari kiamat itu akan terjadi, dan sekiranya aku ini dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku memiliki kebajikan disisi-Nya.” (QS. Fushshilat: 50)

Mereka menduga akan memperoleh kenikmatan yang melimpah di alam akhirat dengan jalan mengerahkan segenap tenaga mereka di alam tersebut, atau menduga bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di dunia ini menunjukkan adanya kasih sayang Ilahi yang khusus terhadap diri mereka, dan di akhirat kelak kasih sayang tersebut akan mereka peroleh juga, sebagaimana hal itu mereka peroleh di alam dunia, dengan alasan bahwa sebelumnya mereka telah memperolehnya, yakni di alam dunia.

Oleh karena itu, dunia diibaratkan selaksa pasar, tempat jual-beli, berniaga, dan tempat bercocok tanam untuk akhirat. Maka seharusnya bagi setiap manusia mengerahkan segenap potensinya di dunia ini untuk beramal dan bercocok tanam, agar ia memperoleh keuntungan dan hasil yang abadi di akhirat. Wanita yang telah menjalankan metode ini dengan baik adalah sayidah Khadijah istri Nabi Muhammad saw.

Ketika kita belajar dari Khadijah maka kita akan bersegera untuk bersedekah

Dengan belajar dari Khadijah kita tidak akan pelit untuk perjuangan dijalan Allah

Dan perlu kita tahu bahwa menggunakan harta benda dijalan Allah sebenarnya hanya untuk satu tujuan agar harta itu tidak hilang dan bisa kita tuai nantinya ketika kita sampai dialam Akhirat.

Mungkin ada sebagian orang berpikir bahwa menjadi istri seorang Nabi adalah kemuliaan, menjadikan seorang wanita menjadi mulia. Hal ini praktis terbantah dengan adanya istri-istri Nabi terdahulu yang malah menjadi pengingkar suaminya, istri Nabi Luth dan juga Nabi Nuh.

Kirim komentar