Solusi Syiah Sampang, Hati yang Saling Menghargai
Wakil Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat menilai penyelesaian kasus warga Syiah di Sampang terletak pada masyarakat sekitar yang berada di lokasi tersebut. "Solusi permanennya adalah hati yang saling menghargai, berbesar hati menerima perbedaan," kata Rahmat saat dihubungi, Selasa 6 Agustus 2013.
Menurutnya, hal ini penting diperhatikan dan dipahami masyarakat setempat terkait konflik mazhab islam ini. "Karena aktor utama dari persoalan ini adalah masyarakat," tuturnya.
Namun, kata Rahmat, hal ini tidak bisa diserahkan kepada warga saja, pemerintah harus bersikap tegas dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia ini. "Pemerintah mempunyai otoritas dalam mengatur dan melindungi keberadaan mereka yang memiliki keyakinan seperti itu," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, negara ini adalah negara pancasila bukan negara agama atau negara untuk kelompok yang berpaham Sunni saja. Dalam undang-undang jelas sudah diatur untuk tidak memaksakan keyakinan kepada orang atau kelompok tertentu.
Sebelumnya sejumlah ulama di Madura berkeras menolak pengungsi Syiah di pulangkan ke kampung halamannya di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu'uran, Kecamatan Karang Penang, Sampang.
Penolakan ini terlontar dalam pertemuan Mentri Agama Suryadharma Ali dengan sekitar 25 kiai dari empat kabupaten di Madura yang digelar di Aula Aliyah, kompleks Pondok Pesantren Nurul Jadidi, Desa Enjilen, Kecamatan Omben, Rabu 24 Juli 2013 lalu.
"Sikap kami tetap sama menolak mereka dipulangkan," kata Ketua MUI Sampang KH Buchori Maksum. Para ulama, kata dia, hanya mengajukan satu syarat jika ingin kepulangan pengungsi syiah terealisasi sebelum lebaran yaitu harus taubat dengan kembali ke ajaran ahlussunnah wal jamaah. "Kalau tidak taubat, tidak mungkin pulang," katanya.
(Tempo)
Kirim komentar