Menyingkap Hakikat Wahabisme; Ajaran Wahabi Tidak Didukung Argumentasi Syariat dan Logika yang Kuat

Menyingkap Hakikat Wahabisme; Ajaran Wahabi Tidak Didukung Argumentasi Syariat dan Logika yang Kuat

 

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, rezim Arab Saudi yang memiliki kekayaan berlimpah dari penjualan minyak mentah berusaha menyebarkan faham Wahabisme ke semua tempat. Kebijakan ini dijalankan dengan dana raksasa dan dukungan dari AS dan Barat. Para pendakwah atau yang diistilahkan dengan muballig Wahabi dikirim ke banyak negara dengan membawa pemahaman menyimpang ini. Pemerintah Arab Saudi mendirikan banyak sekolah untuk mencetak para mubaligh Wahabi.

 

Untuk menyebarkan faham ini, meski berpikiran kaku dalam agama, kaum Wahabi tidak ketinggalan zaman. Mereka menggunakan kemajuan teknologi seperti internet, televisi satelit dan pesan singkat telepon selular. Dengan berbekal dana raksasa, mereka sedikit banyak berhasil merekrut orang di berbagai belahandunia. Tapi semua itu hanya pemandangan luar. Sebab, banyak pakar dan pengamat agama, politik dan sosial yang meyakini bahwa Wahabisme sudah diambang kehancuran.

 

Di awal kelahirannya, kaum Wahabi yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembantaian massal terhadap umat Islam di berbagai negeri dengan alasan syirik dan bidah. Aksi kekerasan dan ekstrimisme memang sejak lama dikenal sebagai ciri khas kaum Salafi. Sekarangpun, ulama Wahabi tak seganmengeluarkan fatwa kafir bagi ulama-ulama Syiah dan Sunni sambil menyematkan serangkaian sebutan negatif seperti dungu dan musyrik kepada mereka. Nampaknya, kaum Wahabi terbiasa untuk tidak menghargai siapapun di luar kelompok mereka. Mereka cenderung tampil congkak menghadapi pemikiran yang tidak sejalan. Imam Ali as menyebut fanatisme buta sebagai sifat setan dengan mengatakan, "Iblis, musuh Allah adalah pemimpin bagi orang-orang yang fanatik buta dan dia adalah pemuka orang-orang yang congkak." (Nahjul Balaghah khotbah ke-192)

 

Orang-orang Wahabi yang tak mampu berargumentasi logis dalam membela pemikiran dan keyakinannya memilih untuk menghujani para ulama lain dengan berbagai tuduhan dan kata-kata yang melecehkan. Dengan kata lain, ajaran Wahabi yang dibuat oleh Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab sama sekali tak didukung dalil logis. Tak heran jika dalam perdebatan atau diskusi ilmiah dengan para ulama lain mereka terlihat sangat lemah dalam berargumentasi. Saat terjepit senjata yang mereka gunakan adalah melontarkan kata-kata hinaan dan kasar kepada lawan bicara. Dengan cara itu mereka berharap bisa menutupi kelemahan yang ada. Padahal, Islam adalah agama logika yang mendukung nalar dan memerintahkan untuk berpikir. Agama ini juga menyuruh para pengikutnya untuk bersikap santun dan menjaga persatuan di antara mereka, bukan menyulut pertikaian dan memperlakukan orang dengan kasar dan hinaan.

 

Fanatisme buta dan kebodohan yang selalu ada pada kelompok Wahabi membuat mereka menentang segala bentuk perkembangan yang baru dengan menyebutnya bidah yang haram. Dengan alasan bahwa kita mesti menyelaraskan gaya hidup dengan apa yang ada pada zaman Nabi Saw, mereka menolak segala bentuk kemajuan yang mewarnai peradaban manusia. Misalnya, mereka dulu menyebut sepeda dengan nama ‘kendaraan setan' dan melarang penggunaan telpon. Mereka bahkan pernah memutuskan jaringan kabel telpon yang menghubungkan istana Raja Saudi dengan markas militer.

 

Saat inipun, rezim Wahabi masih melarang perempuan mengemudi mobil. Di Saudi, dulu ada larangan menggunakan atau berjual beli kamera, khususnya di Mekah dan Madinah. Mulla Umar, pemimpin Taliban yang jugaberaliran Wahabi sampai saat ini menolak difoto karena dia mengharamkan foto. Beberapa tahun lalu, ketika mereka berkuasa di Afghanistan, dibuat aturan yang melarang kaum perempuan bersekolah. Memperingati milad Nabi Saw haram. Dan siapa saja yang melanggar ketentuan ini harus siap disebut kafir.

 

Yang menjadi pertanyaan, apakah menggunakan sarana teknologi dilarang dalam agama? Para ulama berbagai mazhab Islam memiliki pendapat yang bertolak belakang dengan pandangan kaum Wahabi. Ulama Islam umumnya tidak melarang penggunaan sarana teknologi dengan benar. Mereka hanya melarang jika sarana itu digunakan untuk menyebarkan kebejatan dan menyebarkan kesesatan di tengah umat. Islam sangat mendukung kemajuan sains dan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan etika dan moral. Nabi Muhammad Saw bahkan mendorong umatnya untuk menimba ilmu bahkan menyuruh mereka belajar dari orang kafir sekalipun. Karena itu, tak jelas apa yang mendasari pendapat ulama Wahabi yang melarang penggunaan sarana  teknologi harus kemajuan manusia.

 

Tak dipungkiri bahwa berjalannya waktu telah melahirkan banyak perubahan dalam fatwa dan cara pandang kaum Wahabi. Mereka sedikit banyak menggeser fatwa dan pemikiran murni Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka cenderung untuk tidak mengeluarkan fatwa-fatwa yang membuat mereka ditertawakan oleh orang lain. Tak hanya dalam berfatwa, dalam bertindak pun mereka relatif berubah. Jika dulu, kaum Wahabi gemar melakukan penjarahan dan pembantaian, kini mereka relatif berlaku lunak. Cara-cara kasar diganti dengan metode gencar propaganda.

 

Kaum Salafi sudah sampai kepada bahwa propaganda dan informasi adalah sarana terbaik yang bisa mereka manfaatkan. Tak heran jika saat ini, rezim Saudi mengesankan diri sebagai rezim yang ramah lewat sarana media massa. Sarana inilah yang digunakan untuk menyebarkan faham Wahabi. Meski demikian, di balik wajah yang nampak ramah itu sebenarnya tersembunyi wajah garang yang tak bisa toleran dengan umat Islam. Buktinya, merekalah yang melakukan pembunuhan massal di berbagai negara seperti Irak, Afghanistan dan Pakistan lewat kelompok yang dinamakan Sepah Sahabah,Taliban, Alqaeda dan lainnya.

 

Salah satu faktor utama yang membuat para ulama Wahabi tidak mengeluarkan fatwa-fatwa menyimpang dan bodoh adalah tekanan yang mereka dapatkan dari rezim Arab Saudi. Sebab, fatwa-fatwa yang bertentangan dengan logika sehat hanya akan menyusahkan rezim. Dunia sudah tidak bisa menerima fatwa-fatwa bodoh yang berseberangan dengan kemajuan teknologi dan sains. Buktinya, di Arab Saudi dengan pemerintahannya yang Wahabi, telepon seluler, mobil, sepeda, kamera sudah tidak lagi masuk dalam kelompok benda-benda haram dan bidah seperti di masa lalu. Bahkan para ulama Wahabi dan pembesar keluarga Saud saat ini justeru menggunakan mobil-mobil mewah buatan Eropa dan Amerika. Meski sekilas perubahan ini menunjukkan adanya kelunakan dalam pemikiran Wahabi, namun sebenarnya justeru menjadi bukti terbaik akan kelemahan pemikiran dan ajaran ini.

 

Di era informasi ini, rezim Arab Saudi tak bisa lagi mencegah masuknya buku-buku yang membawa pemikiran selain Wahabisme ke negara itu. Rezim ini juga tak lagi bisa menghalangi sampainya informasi Islam yang benar ke telinga warganya. Apalagi, bagi generasi muda Arab Saudi, internet dan parabola merupakan sarana informasi yang tak bisa lepas dari kehidupan mereka. Berkat informasi yang ada, mereka tak bisa menerima penjelasan tak logis tentang Islam yang disampaikan oleh para ulama Wahabi. Perkembangan tersebut semakin menyulitkan para tokoh Wahabi dalam menyebarkan ajaran ini di negara-negara lain yang notabene menganut kebebasan dan keterbukaan yang lebih besar.

 

Tumpuan harap satu-satunya yang masih tersisa bagi para pemuka Wahabi untuk menyebarkan ajaran mereka adalah kekuatan uang yang terus mengalir dari penjualan minyak. Karena itu, tak salah jika dikatakan bahwa kelangsungan hidup ajaran Wahabi dan kekuasaan rezim Saud di jazirah Arab sangat bergantung kepada ketersediaan uang. Propaganda gencar yang menghabiskan dana yang sangat besar tak mampu menarik minat umat Islam kepada ajaran ini. Sebab, apa yang diajarkan oleh Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdil Wahhab tidak didukung dengan argumentasi syariat dan logika yang kuat. Dengan kata lain, ajaran Wahabi lebih ringkih dibanding sarang laba-laba.(IRIB Indonesia)

Kirim komentar