Al-Qur'anlah yang Menetapkan Keimamahan Imam Ali as

Al-Qur'anlah yang Menetapkan Keimamahan Imam Ali as

Hujjatul Islam wa Muslim Ustad Muhsin Qiraati, penulis kitab Tafsir an Nur yang telah puluhan tahunnya berkhidmat kepada umat Islam dengan memberikan pelajaran mengenai tafsir dan kajian Al-Qur'an pada peringatan Wiladah Imam Ali as tahun ini memberikan pencerahannya mengenai keimamahan Imam Ali as yang ditetapkan tidak hanya melalui sabda Nabi Saw namun juga oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam kesempatan wawancara dengan wartawan ABNA, beliau menjelaskan secara singkat mengenai keutamaan Imam Ali as. Berikut wawancara tersebut. Semoga bermanfaat:

 

ABNA: Siapa saja yang mengkaji sejarah Islam, akan dibuat terperangah dengan adanya kejadian luar biasa yang terjadi berkenaan dengan kelahiran Imam Ali as di dalam Ka'bah. Bagaimana kita bisa memahami adanya kejadian menakjubkan tersebut? Yaitu Ka'bah terbelah sendiri ketika ibu Imam Ali Fatimah binti Asad memasukinya dan begitupun saat ia keluar setelah melahirkan putranya, Ali bin Abi Thalib. Dan bekas retakan akibat terbukanya Ka'bah tersebut sampai saat ini masih membekas meskipun telah berkali-kali diadakan upaya renovasi dan perbaikan.

 

-Bismillahirrahmanirrahim. Petunjuk akan senantiasa menaungi mereka yang bertakwa.

 

Pertama, saya mengucapkan selamat atas peringatan Wiladah Amirul Mukminin Hadhrat Ali bin Abi Thalib as kepada seluruh umat islam khususnya para pecintanya dari kalangan umat Syiah.

 

Pertanyaan anda mengingatkan saya dengan Abdul Fatah Abdul Maqshud, seorang penulis masyhur Arab yang pernah mengunjungi Iran di masa-masa akhir pemerintahan Rezim Pahlevi. Dia hadir pada sebuah seminar berkenaan imam Ali as yang diselenggarakan di kota Qom. Sebagai seorang terpelajar dan seorang penulis terkenal, ia mengajukan pertanyaan yang hampir sama dalam seminar tersebut. Dia bertanya, "Saya ingin mengetahui pendapat kalian umat Syiah mengenai lahirnya Ali bin Abi Thalib di dalam Ka'bah? Apakah itu rasional bagi kalian?."

 

Kepadanya ditanyakan kembali, "Kamu sendiri, apakah kamu tidak menerima kejadian menakjubkan tersebut?"

 

"Saya meyakini kebenaran kejadian tersebut. Saya hanya ingin tahu dari penjelasan kalian. Bagaimana bisa memahami kejadian yang tidak biasa tersebut yang terjadi pada seorang yang bukan Nabi?" jawabnya.

 

Pertanyaan penulis Arab tersebut, dijawab oleh ulama yang hadir, Syaikh Samsy Ishthahbanati dengan mengatakan, "Arsitek pembangunan Ka'bah adalah Allah. Yang membangunnya pertama kali adalah Nabi Adam as dengan dibantu oleh Malaikat Jibril as. Nabi Ibrahim as yang merenovasinya, dan Nabi Ismail as yang memperindahnya. Ka'bah tersebut kemudian disebut Baitullah (Rumah Allah), dibangun oleh tangan-tangan agung dan suci. Lantas untuk apa dibuat sementara Allah tidak menetap disitu?. Tentu saja untuk menerima tamu. Dan tamunya adalah, Ali bin Abi Thalib."

 

ABNA: Kantor Berita kami secara agressif memperkenalkan mazhab Ahlul Bait as keseluruh dunia. Bisakah anda menjelaskan apa yang bisa dilakukan untuk lebih memperkenalkan mengenai imam Ali bin Abi Thalib as?

 

-Memperkenalkan Imam Ali sejatinya adalah bukan pekerjaan kita. Saya beri satu pemisalan. Paling tidak usia maksimal kita adalah 70-80 tahun. Sepanjang 70-80 tahun tersebut, tak sekalipun kita melakukan satu raka'at yang benar-benar khusyuk. Sementara imam Ali as diriwayatkan dalam semalam bisa mendirikan seribu rakaat shalat dan tentu saja beliau khusyuk dalam semua rakaatnya itu. Karenanya 80 tahun shalat kita tidak bisa dibandingkan dengan satu raka'at shalat Imam Ali as. Kita belum bicara mengenai keilmuan, keberanian, pengorbanan, keikhlasan, hikmah dan ucapan-ucapan beliau. Untuk satu masalah ini saja, kita sulit untuk bisa menjelaskannya.

 

Kesimpulannya, kita tidak bisa mengenal Imam Ali as, karenanya bagaimana bisa kita mampu memperkenalkannya pada orang lain?.

 

ABNA: Lantas, siapa yang bisa memperkenalkan Imam Ali as?

 

-Al-Qur'an al Karim dan Nabi Besar Muhammad Saw.

 

ABNA: Bagaimana Al-Qur'an memperkenalkan keutamaan Imam Ali as.

 

-Dalam peristiwa mubahalah. Pembesar Kristiani berkata kepada Nabi Muhammad Saw: Kami tidak menerima kebenaran risalah yang engkau sampaikan. Karenanya datanglah, kita bersama-sama berdoa, meminta Tuhan menurunkan laknatnya. Kita lihat siapa yang pada akhirnya dibinasakan oleh Tuhan. Tantangan tersebut diterima oleh Rasulullah Saw. Peristiwa tersebut diabadikan dalam Al-Qur'an, yang artinya, "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (Qs. Ali Imran: 61).

 

Ketika Rasulullah Saw datang menemui pembesar Kristiani tersebut dengan mengikutsertakan putri beliau Sayyidah Fatimah as yang beliau sebut sebagai bagian dari dirinya, membawa Hasan dan Husain yang disebutnya sebagai putra-putranya, dan membawa Imam Ali as yang diperkenalkan sebagai perwakilan dirinya.

 

Mengapa Imam Ali as disebut sebagai diri Rasulullah Saw?. Karena Amirul Mukminin as telah melakukan sebuah amalan yang dengan amalan itu Allah membanggakan Imam Ali as dihadapan para malaikatNya. Apa amalan Imam Ali yang membanggakan Allah SWT tersebut?. Imam Ali as disuatu malam, disaat kafir Qurays memutuskan dan bertekad untuk membunuh dan menyembelih Nabi Muhammad as, Imam Ali as justru berbaring dengan pulas dipembaringan Nabi Saw sementara Nabi dalam perjalanan menuju Yastrib. Allah SWT berfirman kepada para malaikatnya, "Perhatikan, bagaimana Ali siap menebus nyawanya untuk keselamatan dan keamanan Nabi. Sementara siapa diantara kalian yang berani menjadi pengganti untuk menebus nyawa orang lain?."

 

Kesimpulannya, peristiwa tidurnya Imam Ali as di pembaringan Nabi saw sebagai bentuk pengorbanan maka pada peristiwa mubahalah, Nabi memposisikan diri Imam Ali as sebagai dirinya.

 

ABNA: Menarik. Bisa anda menjelaskan lebih lanjut?

 

-Ya, lebih menakjubkan lagi. Jika kita memperhatikan bacaan do'a izin masuk ke makam Imam Ali, maka kita akan temui beberapa teks redaksional yang sama ketika menziarahi Makam Nabi Muhammad Saw. Ketika hendak memasuki masjid Nabawi, maka bacaan do'a izin masuknya sama dengan ziarah yang kita baca kepada Imam Ali as. Jika membaca izin masuk Haram Amirul Mukminin tidak satupun teks do'a tersebut yang memuat nama Imam Ali melainkan berkenaan dengan Nabi Muhammad Saw.

 

Dalam ziarah kepada Imam Ali as kita membaca diantaranya teks yang berbunyi: Wahai yang terbaring di Madinah berikanlah izinmu…!", apakah yang dimaksud adalah Imam Ali as sementara saat kita berziarah di Haram beliau di Najaf? Tentu yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw. Lantas apa maksudnya kita justru meminta izin kepada Nabi?.

 

Dengan beberapa contoh ini, maka kita akan dapat memahami apa yang dimaksud maula dan wali dalam banyak sabda Nabi mengenai Imam Ali as. Diantaranya yang terkenal adalah, man kuntu maulah fahadza Aliyun maulah. Maula disini tidak hanya sebatas bermakna teman dan sahabat, namun lebih dari itu. Maknanya adalah wali ni'mat.  

 

ABNA: Anda adalah seorang mufassir al Qur'an dan telah bertahun-tahun mengajarkan tafsir dan pelajaran berkenaan dengan Al-Qur'an. Dimana diantara ayat al-Qur'an yang bisa dijadikan hujjah yang menetapkan keimamahan Imam Ali as?.

 

-Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang dapat dijadikan hujjah berkenaan dengan keimamahan Imam Ali as. Namun kesempatan ini saya hanya akan membawa satu ayat yang mungkin sangat jarang dikaitkan dengan keimamahan Imam Ali as sementara ayat tersebut adalah hujjah yang jelas mengenai keimamahan beliau as.

 

Saya memulai dengan pengantar ini. Setiap yang dikerjakan Allah pasti memiliki tujuan. Tidak ada yang sia-sia. Diantaranya adalah menurunkan Al-Qur'an. Dalam al-Qur'an terdapat kisah mengenai Nabi Yusuf as yang dipenghujung kisahnya Allah SWT berfirman, "Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Qs. Yusuf: 56). Meskipun ayat tersebut berkenaan dengan kisah Nabi Yusuf as namun jangan berfikir bahwa rahmat Allah hanya untuk Nabi Yusuf as saja. Kisah tersebut diangkat oleh Al-Qur'an sebagai contoh dan keteladanan bahwa siapapun yang menjaga dirinya dari berbuat dosa maka Allah akan melimpahkan rahmat dan pahala yang besar.

 

Begitupula dalam surah al-Baqarah-sebagai surah yang terpanjang dalam al-Qur'an- terdapat kisah mengenai Thalut dan Jalut. Thalut dan Jalut pada hakikatnya adalah pertarungan antara hak dan batil. Kelompok yang hak dipimpin oleh anak muda yang bernama Daud yang dengan keberanian yang sempurna ia menaklukkan penguasa kekufuran. Allah SWT berfirman, "Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. (Qs. Al Baqarah: 251). Ayat ini menyebutkan, dengan keberanian Daud yang membunuh Jalut, Allah menganugerahkan kepadanya, Pemerintahan, Hikmah dan ilmu yang luas.

 

Kami katakan, apakah dalam perang Ahzab atau perang Khandaq, Imam Ali as tidak membunuh Amru bin Abdu Wud yang disebut Nabi Saw sebagai pemimpinnya orang-orang kafir?. Apakah anugerah Allah yang diberikan kepada seorang anak muda yang bernama Daud ketika berhasil membunuh pemimpin orang-orang kafir tidak lagi dikaruniakan kepada orang yang melakukan hal yang sama? Bukankah al-Qur'an menyebutkan tidak ada yang berubah pada sunnah Ilahi. Karenanya, kita harus meyakini, bahwa apa yang telah Allah SWT karuniakan pada Daud, juga dikaruniakan pada Ali as, yaitu hukumah, hikmah dan ilmu yang luas.

Bagi saya, ini adalah juga hujjah yang kuat untuk menetapkan wilayah dan keimamahan Maulana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Tidak ada bantahan lagi, jika yang mengatakannya adalah Al-Qur'an. Adakah yang lebih terang dan jelas dari penjelasan Al-Qur'an(ABNA)

Kirim komentar