Hak dan Peranan Perempuan Dalam Masyarakat (Bagian Kedua)
Bab Kedua: Peran Perempuan Dalam Rumah Tangga
Tarbiah Islam Untuk Kaum Perempuan
Martabat kaum perempuan akan terjunjung tinggi seandainya masyarakat Islam dapat membina kaum perempuan dengan teladan Islami. Pendidikan anak akan lebih baik, rumah tangga akan lebih hangat dan tulus, masyarakat akan lebih progresif dan problema hidup akan lebih mudah dipecahkan dan secara umum, laki-laki dan perempuan, akan lebih sejahtera apabila kaum perempuan dapat meraih pengetahuan, makrifat, kesempurnaan spiritual dan moral seperti yang diajarkan oleh agama Ilahi kepada seluruh umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Asumsinya sama sekali bukan pertentangan antara perempuan dan laki-laki atau rivalitas antara keduanya. Sebaliknya, target yang diharap ialah terjadinya dinamika pada kaum perempuan sebagaimana dinamika yang telah membesarkan kaum lelaki. Peluang untuk demikian terbuka lebar, dan Islam sudah membuktikannya.
Penting sekali perempuan terdidik dengan metode-metode yang benar dalam menggarap pekerjaan rumah tangga dan memperlakukan suami dan anak-anaknya. Banyak perempuan baik, penyabar dan berbudi pekerti luhur tetapi tidak memahami metode yang benar dalam memperlakukan suami atau anaknya. Ada metode-metode ilmiah dan terus berkembang maju seiring dengan dinamika eksperimen manusia. Ada banyak orang yang memiliki pengalaman-pengalaman istimewa. Metode-metode ini harus diajarkan kepada kaum perempuan.
Hak Memilih Pasangan
Dalam banyak hal, Islam menaruh perhatian tersendiri kepada status perempuan sebagai seorang istri. Menurut Islam, perempuan bebas memilih sendiri pasangannya; siapapun tidak boleh memaksanya dalam menentukan pilihan. Siapapun, termasuk saudara laki-laki maupun ayah dan apalagi keluarga terjauhnya, tidak berhak memaksa perempuan agar menikah dengan pria tertentu. Sayangnya, di tengah masyarakat Islam sejak dulu sampai sekarang masih ada orang yang menerapkan tradisi-tradisi khas jahiliah yang sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan syariat dan hukum Islam.
Dua Contoh Kejahilan Menyangkut Pernikahan
Islam tidak membenarkan seseorang memaksa gadis agar menikah dengan saudara sepupunya. Saudara sepupu gadis dan siapapun yang sepaham dengan saudara sepupu gadis diharamkan menekan si gadis supaya tidak usah menikah jika tidak menikah dengan saudara sepupunya. Para fukaha Islam sepakat menilai penekanan seperti ini sebagai tindakan yang menyalahi syariat.
Islam bahkan juga tidak membenarkan penyelesaian pertikaian antara dua suku, misalnya, dengan cara menikahkan gadis dari satu suku dengan pria dari suku lawan tanpa persetujuan dari si gadis. Cara penyelesaian demikian hanya boleh dilakukan jika si gadis secara suka rela bersedia dinikahkan dengan pria yang berasal dari suku lawan. Adapun cara pemaksaan, walaupun tujuannya adalah untuk meredam pertikaian, tetap tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
Tempat Mencari Ketenangan
Ketentraman hati adalah sesuatu yang paling dibutuhkan oleh manusia. Kebahagiaan manusia terletak pada ketentraman batin dan keterjagaan dirinya dari guncangan jiwa. Kebahagiaan seperti ini dapat terpenuhi dari pembinaan rumah tangga. Allah Swt berfirman;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,..." (QS. ar-Rum: 21)
Ayat suci ini berkenaan dengan kehidupan laki-laki dan perempuan, khususnya dalam rumah tangga. Disandingkannya manusia dengan pasangan yang diambil dari sesama manusia, yaitu laki-laki dengan perempuan dan perempuan dengan laki-laki, adalah salah satu bukti kebesaran Allah Swt. Pasangan itu berasal dari jenis makhluk manusia sendiri, bukan dari jenis makhluk lain. Keduanya sama-sama berasal dari entitas dan makhluk yang sama. Hanya saja, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, sebab masing-masing mengemban tugas yang berbeda. Selanjutnya ayat tadi menyebutkan;
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
"Supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya." (QS. ar-Rum: 21)
Yakni, adanya pasangan dan dua jenis gender pada manusia dimaksudkan untuk suatu tujuan besar, yaitu supaya perempuan di sisi pria dan pria di sisi perempuan dapat menemukan ketentraman batin. Pria akan menemukan ketentraman batin ketika memasuki rumah yang didalamnya terdapat perempuan amanah yang dicintainya. Perempuanpun juga akan merasa tentram dan bahagia ketika bersanding dengan pria yang menjadi tambatan hati dan perlindungan baginya, mengingat pria secara fisik lebih kuat daripada perempuan. Ikatan rumah tangga memberikan ketentraman bagi keduanya. Untuk menemukan ketentraman, pria membutuhkan perempuan dalam rumah tangga sebagaimana perempuan juga membutuhkan keberadaan pria dalam rumah tangga agar menemukan rasa damai dan tentram. Keduanya saling membutuhkan untuk dapat menemukan ketentraman batin.
Signifikansi Perempuan Dalam Rumah Tangga
Rumah tangga pada dasarnya diwujudkan dan dikelola oleh perempuan. Komponen utama keluarga adalah perempuan, bukan laki-laki. Keluarga masih dapat dipertahankan tanpa laki-laki. Tanpa keberadaan laki-laki, misalnya karena meninggal dunia, seorang ibu rumah tangga masih dapat menjaga keluarga asalkan dia sehat secara lahir dan batin. Sebaliknya, seorang suami tanpa keberadaan istrinya tidak akan mampu memelihara rumah tangga. Dengan demikian, pengayom rumah tangga adalah perempuan.
Islam sedemikian mengutamakan peran perempuan dalam rumah tangga tak lain karena apabila perempuan menaruh komitmen dan hasratnya kepada keluarga, mementingkan pemeliharaan dan pertumbuhan anak, memberi ASI, membesarkan anak dalam pelukannya, membekali anak dengan citarasa budaya, hikayat-hikayat bijak, hukum dan kisah-kisah al-Quran dan menyegarkan anak dengan siraman-siraman ruhani sama intensifnya dengan santapan jasmani, maka akan tercipta generasi-generasi yang bernas dan matang di tengah masyarakat. Inilah seni kehidupan seorang perempuan, dan ini sama sekali tidak kontradiktif dengan profesi perempuan di bidang pendidikan, karir, politik dan lain sebagainya. Di semua program sosial, rumah tangga harus menjadi pijakan. Masalah keibuan, rumah tangga dan keluarga adalah masalah yang sangat substansial dan vital. Artinya, sehebat apapun perempuan di bidang kedokteran atau bidang-bidang lainnya tetap akan cacat jika dia tidak eksis di dalam rumah tangga. Bagaimanapun juga perempuan harus menempatkan dirinya sebagai ibu rumah tangga. Ini harus dijadikan orientasi. Ibu rumah tangga adalah ibarat ratu dalam dunia lebah, meskipun tamsil ini tak sepenuhnya tepat.
Pengaruh Alamiah Perempuan
Kaum perempuan memiliki pengaruh tersendiri yang tak dapat dibandingkan terhadap suaminya, kecuali pada beberapa hal tertentu. Tapi ini tidak lantas berarti bahwa istri yang berpengaruh adalah istri yang berkuasa atas suaminya. Pengaruh yang dimaksud tak lain adalah pengaruh yang terjadi secara alami dan merupakan anugerah Ilahi. Menurut saya, dalam komparasi final perempuan lebih kuat daripada laki-laki. Jika hendak dipertentangkan secara berkelanjutan, perempuan pada akhirnya menang atas laki-laki berkat cara-cara dan trik-trik tertentu yang dianugerahkan Allah Swt kepada watak alamiah kaum perempuan. Ini merupakan salah satu keindahan alam dan bagian dari rahasia semesta. Kemudian, selain karena jumlahnya yang menempati 50 persen, perempuan juga dapat menjadi katalisator bagi 50 persen sisanya, yaitu kaum lelaki, dalam terjun ke kancah sosial.
Pria lebih menyukai berjuang sendiri di luar rumah tanpa melibatkan istri dan anaknya. Contohnya, kita di masa perjuangan dulu tidak menghendaki istri kita ikut terlibat di lapangan. Kita mengatakan kepada istri, "Biarlah kamu di rumah dan saya akan melakukan sendiri perjuangan ini." Namun, ketika perempuan ikut berjuang, maka dia akan berjuang bersama suaminya dan memotivasi suaminya untuk berada di tempat terdepan. Pengaruh alamiah serta kecemerlangan di medan perjuangan harus dijaga baik-baik karena perjuangan akan selalu ada dan tak kenal kata henti.
Poros Kasih Sayang
Bawaan alami yang dianugerah Allah kepada perempuan dan laki-laki dalam lingkungan rumah tangga adalah bawaan yang mengikat keduanya, yaitu bawaan kasih dan sayang; mawaddah wa rahmah. Hubungan yang sehat antara suami dan istri adalah hubungan cinta dan kasih sayang. Keduanya harus saling cinta dan mengasihi. Institusi keluarga adalah tempat untuk memupuk insting cinta dan kasih sayang. Anak-anakpun juga harus merasakan kasih sayang. Suami dengan bawaan kelelakian dan nalurinya yang lebih rendah dan dalam beberapa kasus tertentu lebih rapuh dibanding perempuan hanya bisa diobati oleh kasih sayang istri yang bahkan lebih dari kasih sayang ibu. Istri seorang tokoh besar bahkan dapat memperlakukan suami seperti seorang ibu memperlakukan anaknya yang masih kecil. Istri yang cermat pasti memahami soal ini. Seandainya naluri lelaki tidak membutuhkan adanya sebuah poros dalam rumah tangga yang tak lain adalah ibu rumah tangga maka ikatan rumah tangga hanya akan berupa bentuk tanpa makna.
Pembagian Tugas
Bawaan perempuan dan laki-laki masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam rumah tangga, suami tidak boleh berharap istri bisa bekerja dan berjiwa seperti laki-laki. Begitu pula istri; tidak boleh berharap suami berkejiwaan seperti perempuan dalam rumah tangga. Masing-masing memiliki bawaan dan naluri sendiri yang apabila diindahkan oleh masing-masing pada interaksi keduanya dalam rumah tangga maka akan responsif terhadap maslahat manusia, masyarakat dan tatanan sosial laki-laki dan perempuan. Kebahagiaan akan tercipta jika karakter masing-masing diindahkan. Meski demikian, satu sama lain tidak berhak berbuat aniaya, memaksa dan mengeksploitasi. Sebagian laki-laki beranggapan bahwa perempuan harus bekerja dan mengabdi kepada suami. Memang, bagi perempuan dan laki-laki yang saling mengasihi, tindakan saling membantu adalah kebiasaan yang dapat mereka lakukan dengan senang hati. Mengerjakan sesuatu dengan hasrat dan rasa senang hati berbeda dengan tindakan yang dilakukan dengan perasaan bahwa perempuan seakan-akan adalah pelayan bagi laki-laki. Hal seperti ini tidak ada dalam Islam.
Prioritas Pekerjaan Rumah
Apapun status perempuan yang bekerja atau berkarir di luar rumah, termasuk dokter, akademikus, arsitek dan dosen tetap harus memperhatikan pekerjaan rumah. Sebagaimana pekerjaan-pekerjaan lain, pekerjaan rumahpun kuantitasnya bisa dikurangi asalkan kualitasnya meningkat. Jalan keluar harus dicari jika aktivitas atau profesi di luar rumah mengganggu tugas dalam rumah. Ini penting sekali, kecuali jika terjadi hal-hal yang darurat. Dalam hal-hal lainpun, kaidah bisa tidak berlaku jika terjadi kondisi darurat. Bagi perempuan, memelihara dan mendidik anak serta mendukung perjuangan suami lebih penting dari urusan lain.
Tugas Mendidik Anak
Tarbiah atau mengasuh dan mendidik anak adalah salah satu tugas utama perempuan dalam rumah tangga. Menolak melahirkan anak demi profesi di luar rumah adalah tindakan menyalahi naluri insani perempuan dan jelas tidak diridhai Allah Swt. Salah besar jika seorang perempuan menolak melahirkan anak, memelihara anak, menyusui, mencurakhan kasih sayang kepada anak demi pekerjaan-pekerjaan lain yang sesungguhnya tidak terlalu urgen. Buaian dan curahan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya adalah satu metode terbaik bagi tarbiah anak. Fatal sekali jika anugerah Ilahi untuk anak ini diabaikan oleh seorang ibu. Tindakan ini merugikan bukan hanya untuk anak, tetapi juga untuk sang ibu sendiri dan masyarakat. Islam tidak membenarkan sikap demikian.
Salah satu tugas seorang ibu ialah membina anak dengan tepat, cermat dan penuh kasih sayang agar ketika sang anak, laki-laki maupun perempuan, sudah tumbuh dewasa bisa menjadi manusia sehat jasmani maupun ruhani, menjadi pribadi yang bebas dari tekanan fisik maupun mental serta kebobrokan seperti yang kini banyak dialami oleh generasi muda di Eropa dan Amerika. Akibat minimnya kepedulian perempuan di Barat terhadap urusan rumah tangga dan tarbiah anak, masyarakat dunia Barat yang bernaung di bawah payung peradaban fisik dan berhias dengan istana-istana megah, gedung-gedung pencakar langit, pangkalan-pangkalan nuklir dan kemajuan ilmu pengetahuan tercemar oleh praktik asusila, brutalisme, kriminalisme, narkotika dan nikotin di kalangan remaja usia belasan tahun! Semua ini terjadi karena kaum perempuan di Barat tidak apresiatif terhadap rumah tangga.
Perempuan Sebagai Bunga
Di mata Islam, suami dalam rumah tangga harus menjaga istrinya seperti orang merawat bunga. Rasulullah Saw bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَيْحَانَةٌ وَ لَيْسَتْ بِقَهْرَمَانَةٍ
"Perempuan adalah bunga dan bukan pelayan."
Hadits ini dimaksudkan bukan dalam konteks politik, sosial, pendidikan dan zona-zona perjuangan sosial dan politik, melainkan dalam konteks rumah tangga. Pesan ini ditujukan kepada sementara kalangan yang menganggap perempuan dalam rumah tangga sebagai pelayan. Rasulullah Saw menyalahkan anggapan ini. Perempuan adalah ibarat bunga yang harus dirawat dengan baik. Bunga akan layu jika diperlakukan dengan kasar. Sedangkan jika bunga diperlakukan dengan lemah lembut dan penuh pengertian, maka bunga akan indah, mekar dan mengesankan. Sosok insan yang memiliki kelembutan fisik dan mental harus dilihat dengan kacamata demikian. Karakteristik kewanitaan itulah yang menjadi sebab mengapa karakteristik ini selalu terjaga dalam perasaan dan kehendaknya. Karena itu tidak ada tekanan ataupun tuntutan supaya perempuan berpikir, bekerja dan memiliki obsesi seperti laki-laki. Artinya, Islam sangat mengindahkan karakteristik alami dan naluri perempuan. Islam menjadikannya sebagai acuan dalam menyikapi sentimen dan perilaku perempuan. Tapi di saat yang sama Islam memandang pintu pengetahuan, spiritual, ketakwaan dan aktivitas politik tetap terbuka untuk perempuan. Islam bahkan menganjurkan kaum perempuan memperdalam pengetahuannya dan berdedikasi di kancah sosial dan politik. Dengan demikian, suami dalam rumah tangga tidak boleh memperlakukan perempuan sebagai pelayan yang bisa ditekan dan diperintah seenaknya.
Qahramanah yang dimaksud dalam hadits tadi bukan qahramaneh yang ada dalam bahasa Persia, walaupun kosakata Arab ini diserap dari bahasa Persia. Qahraman dalam bahasa Arab berarti pelaksana semua urusan. Maksudnya ialah bahwa suami tidak boleh memandang istri sebagai orang yang melaksanakan semua urusan. Suami tidak boleh memperlakukan istri seolah pimpinan yang bertugas mengelola semua urusan anak dan pekerjaan dalam rumah.
Keteraniayaan Perempuan Dalam Rumah Tangga
Kaum perempuan dunia sekarang terdera oleh problema yang sangat pelik dan kronis. Mereka terdera di dua zona sekaligus; rumah tangga dan masyarakat. Ini terjadi di Eropa, AS dan sejumlah negara lain yang meniru gaya hidup Barat dengan tingkat intensitas yang berbeda. Dalam rumah tangga, perempuan benar-benar terzalimi oleh suaminya. Kezaliman terbesar kaum pria terhadap perempuan dalam rumah tangga ialah sikap suami yang tidak mencerminkan pandangan bahwa istri adalah pendamping hidupnya. Suami bersikap setengah hati terhadap istrinya. Suami di luar rumah gemar berbuat nista, mengumbar kesenangan dan hawa nafsu. Akibatnya, rumah tangga menjadi ruangan yang dingin tanpa kehangatan rasa kasih sayang dan terkadang malah suram dan tertekan oleh perilaku buruk.
Poin terpenting menyangkut istri dan suami adalah terkait interaksi antara keduanya. Perempuan adalah seorang puteri yang dibesarkan sampai usia remaja dengan susah payah dan penuh kasih sayang oleh orang tuanya. Setelah itu dia diserahkan kepada pria yang menikahinya. Nah, ketika itulah perempuan jangan sampai diperlakukan sebagai sosok yang diharap dapat memahami segala hal dan bersedia melakukan segala pekerjaan sehingga begitu ada sedikit saja kesalahan perempuan lantas diperlakukan dengan sewenang-wenang. Adalah suami yang zalim jika di dalam rumah dia merasa sebagai tuan dan memandang istrinya sebagai pelayan dan obyek eksploitasi. Sayangnya, banyak pria bersikap demikian.
Nasib perempuan di luar lingkungan rumah tangga juga demikian. Adalah satu penindasan jika perempuan dibiarkan tidak aman untuk belajar, beraktifitas, mencari nafkah dan mencari ketenangan. Adalah kezaliman jika kaum perempuan didiskriminasi dalam pendidikan yang layak dan dijauhkan dari ilmu pengetahuan dan makrifat. Demikian pula jika karena alasan tertekan oleh pekerjaan, perempuan dibiarkan tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas moral, agama dan makrifatnya. Atau jika perempuan setelah menikah tidak diperkenankan untuk menggunakan harta bendanya sendiri secara independen dan sesuai kehendaknya. Atau jika perempuan tidak diberi ikhtiar sendiri untuk memilih suami yang disukainya. Atau jika perempuan tidak diperkenankan memberikan kasih sayang secara layak kepada anaknya, baik ketika masih bersuami maupun setelah bercerai. Atau jika dikekang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya di bidang sains, politik, sosial dan lain sebagainya. (IRIB Indonesia)
Kirim komentar