Massa Anti Kebinekaan Datangi DPRD Sampang

Massa Anti Kebinekaan Datangi DPRD SampangPada Selasa, 7 Mei 2013, massa Anti Kebhinnekaan mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang. Mereka menuntut Pemda (dalam hal ini terutama Bupati) mengusir pengungsi Syiah yang sudah hampir 9 bulan terpenjara di Gelanggang Olah Raga (GOR) Sampang. Dengan mengatasnamakan suara mayoritas warga dua desa; Bluuran dan Karanggayam, massa menolak pengembalian warga Syiah ke kampung halaman mereka seperti dijanjikan Wakapolda Jawa Timur, Mugiyanto beberapa waktu lalu.

Pihak Forpimda, diwakili Bupati Sampang terpilih, K.H Fannan Hasib, DPRD, dan Kapolres langsung menyetujui tuntutan para demonstran dan berjanji akan meneruskan tuntutan pengusiran /relokasi/warga itu ke pihak pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Timur.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) menilai Pemkab Sampang telah bersikap abai atas tindak kekerasan dan pembakaran 49 rumah warga Syiah pada 26 Agustus 2012.

YLBHU berpendapat bahwa peserta demonstrasi yang hanya berjumlah kurang dari empat ratus orang (dan hampir separuhnya anak-anak, remaja bahkan manula) itu tidak dapat diklaim sebagai mewakili tuntutan mayoritas.

YLBHU menuntut Pemkab Sampang berpihak kepada korban yang selama ini telah berstatus pengungsi, tanpa melihat agama, aliran, golongan atau ras mereka. Sudah menjadi kewajiban Pemkab mengayomi warganya dari ketidakadilan, kesewenangan dan perlakuan melanggar hukum.

YLBHU menuntut Pemkab Sampang yang telah menghentikan pasokan makanan kepada pengungsi GOR, segera mengembalikan mereka ke kampung halaman dan tidak lagi memaksakan opsi relokasi. Apalagi fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas warga Bluuran dan Karanggayam dengan pengungsi di GOR masih terjalin kohesi sosial dalam kultur "Tretan Dibik" yang selama ini diakui sebagai kearifan lokal yang dijunjung tinggi bersama oleh masyarakat Madura.

YLBHU memprotes persetujuan relokasi begitu saja yang diberikan Forpimda Kabupaten Sampang demi meladeni tuntutan pendemo, sebagai tindakan pejabat publik yang sangat tidak adil. Sebuah kebijakan seharusnya tidak diputuskan berdasarkan tekanan massa dan mengabaikan keinginan pengungsi sebagai korban. Apalagi YLBHU yakin demo yang dilakukan tidak mewakili perasaan dan harapan warga di akar rumput yang sebenarnya menginginkan pengungsi kembali pulang.

Jakarta, 8 Mei 2013

Hertasning Ichlas, SH, MH
Yayasan LBH Universalia

ahlulbaitindonesia

Kirim komentar