Prof. Bustanul Arifin: Pengadilan Tajul Muluk Ngaco Semua
Seorang hakim itu harus punya rasa keadilan dan pengetahuan. “Jika tidak punya keduanya putusan yang dihasilkan bisa ngaco dan menghancurkan keadilan yang ingin dibangun lewat pengadilan,”kata mantan Ketua Muda Peradilan Agama Mahkamah Agung, Profesor Bustanul Arifin, 84 tahun, mengomentari proses pengadilan terhadap Tajul Muluk saat ditemui Islam Times di rumahnya kemarin.
Tajul Muluk divonis di Pengadilan Negeri Sampang dengan hukuman 2 tahun penjara, pada 12 Juli 2012 dengan tuduhan Tajul mengajarkan dan memiliki Qur’an yang berbeda dengan Qur’an yang ada saat ini, walaupun banyak saksi menyatatakan tidak ada ajaran itu. Namun, hakim mengabaikan para saksi dengan alasan para saksi itu sedang taqiyah—menghindari kebenaran untuk mencegah fitnah.
Lalu di Pengadilan Tinggi Jawa Timur hukuman Tajul dinaikkan menjadi 4 tahun pada 20 September 2012 dengan tambaan alasan, bahwa ajaran Tajul menyebabkan kerusuhan dan seorang mati.
Padahal saat kerusuhan terjadi 26 Agustus 2012 Tajul sedang menjalani hukuman di penjara di LP Sampang.
Kini Tajul mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan berharap keadilan datang di institusi tertinggi di negeri ini. “Jika hakim Mahkamah Agung punya rasa keadilan dan punya pengetahuan tentang ajaran syiah, seharusnya Tajul dibebaskan, karena semua proses sebelumnya ngaco semua,” ujar Bustanul yangpernah 30 tahun mengabdi Mahkamah Agung.
Syiah, menurut bekas rektor Universitas Islam Sultan Agung, Semarang itu, hanyalah persoalan perbedaan pendapat.
“Perbedaan pendapat itu tidak bisa dihukum. Lagi pula, soal tuduhan Qur’an palsu yang dipegang syiah dan kritik terhadap sahabat itu persoalan lama yag sudah berabad-abad tujuannya untuk memecah belah umat Islam,”kata Hakim perancang kodifikasi hukum Islam di Indonesia, Bustanul Arifin.
Karena itulah Bustanul berharap Mahkamah Agung mengembalikan kewibawaanya sebagai tempat mencari keadilan, bukan tempat transaksi hukum dan melayani tekanan penguasa. Soal kemampuan hakim, Profesor Bustanul berharap hakim benar-benar mengerti saat membuat putusan.
“Ingat, ilmu hakim berbeda dengan ilmu hukum. Jika ilmu hukum hanya mengandalkan nalar, maka ilmu hakim harus menyeimbangkan ilmu nalar dan ilmu naluri,”katanya. [Islam Times]
Kirim komentar