Kampanye Saudi Untuk Normalisasi Hubungan Arab-Israel
Ketua Forum Timteng yang juga merupakan anggota parlemen Mesir Samir Ghattas memastikan Arab Saudi sedang menggiring negara-negara Arab di Teluk Persia supaya menormalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel agar tercipta sistem keamanan baru di Timteng yang melibatkan Israel dan berada di bawah naungan Amerika Serikat (AS).
Seperti dikutip Rai al-Youm, Kamis (14/7/2016), dalam wawancara dengan Sputnik Ghattas menilai pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum ini sangat erat kaitannya dengan sepak terjang Saudi tersebut, dan dalam kajian di pusat-pusat studi AS sudah begitu santer isu mengenai sistem keamanan baru Timteng itu setelah adanya penarikan kekuatan AS secara parsial dari Timteng dan terjadinya pergeseran pusat gravitasi kepentingan ke kawasan Asia Tenggara.
Ghattas memastikan adanya perubahan dalam paradigma keamanan nasional Arab di mana Israel tidak lagi dipandang sebagai sebagai musuh, dan malah pihak lain yang dianggap sebagai lawan, yaitu kubu Iran, sesuai persepsi kolektif Tel Aviv dan Riyadh.
Dia prihatin karena dalam perkembangan ini isu konflik sektarian mazhab Islam menggeser isu konflik Arab-Israel.
“Ini sangat berbahaya,” katanya, sembari mengingatkan soal lompatan Netanyahu dalam proses perdamaian karena target utamanya ialah normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab, khususnya kawasan Teluk Persia, padahal Israel tidak siap membayar harga normalisasi hubungan ini sesuai dengan apa yang dikenal dengan “solusi politik” isu Palestina berdasarkan referensi internasional yang menekankan pendirian negara Palestina di wilayah pendudukan 1967 dengan ibu kota Baitul Maqdis (Yerussalem). israel di balik saudi
Ghattas mengatakan bahwa Netanyahu menghendaki negara Palestina minus senjata serta menentukan tempat-tempat konsentrasi pasukan Israel di garis perbatasan dengan Yordania dan di dataran-dataran tinggi sembari tetap mempertahankan permukiman-permukiman Zionis. Selain itu, Israel juga menginginkan pengabaian dua pasal penting dalam prakarsa Arab berkenaan dengan hak pemulangan pengungsi Palestina dan status Golan.
Di pihak lain, lanjutnya, negara-negara Arab mengupayakan normalisasi hubungan dengan Israel dan menganggapnya sebagai tujuan final, meskipun tak ada indikasi apapun yang menunjukkan adanya hasrat Israel kepada perdamaian, apalagi ketika rezim pendudukan ini masih melanjutkan agresivitasnya di wilayah pendudukan, termasuk membangun permukiman Zionis.
Ketua Forum Timteng juga mengingatkan bahwa Netanyahu menampik negosiasi ketika berbicara tentang al-Quds (Baitul Maqdis). Netanyahu juga mempertahankan permukiman Zionis , bersikukuh pada perundingan langsung – bukan perundingan regional atau konferensi internasional-, dan ngotot mempertahankan Golan sebagai wilayah Israel, sebagaimana terlihat dari terjadinya pertemuan dewan kabinet Israel di wilayah pendudukan dataran tinggi Golan beberapa waktu lalu.
Ghattas berkesimpulan bahwa fakta-fakta yang ada ini jelas menunjukkan bahwa Netanyahu ingin menjadi bagian dari “sistem baru keamanan regional” tanpa sudi memenuhi harga yang harus dibayar Israel, yaitu pengakuan terhadap hak-hak bangsa Palestina. Dan dalam proses ini Arab Saudi tampil sebagai juru kampanye normalisasi hubungan rezim-rezim Arab, khususnya di kawasan Teluk Persia, dengan Israel. Kampanye ini dilakukan antara lain dalam konferensi perdamaian di Paris 3 Juni lalu.
“Sudah tiba saatnya untuk memulihkan perundingan Palestina-Israel setelah Israel menunjukkan sikap lunak,” ujar Ghattas menirukan pernyataan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir dalam konferensi di ibu kota Perancis tersebut.
Ghatas menyoal, “Sikap lunak yang mana?”
Di bagian akhir Ghattas menyebut apa yang terjadi sekarang sebagai “bergegasnya” negara-negara Arab menuju normalisasi hubungan dengan Israel dalam rangka membangun sistem keamanan baru Timteng dengan melibatkan Israel dan negara-negara Arab Teluk Persia di bawah payung AS.
Kirim komentar