Putra Mahkota Arab Saudi Akui Kalah di Suriah dan Yaman

Terkait dengan krisis Suriah, Mohammed menjelaskan, "kami terlalu percaya banyak pada Amerika dan Turki mengenai penggulingan Presiden Suriah Bashar Al-Assad, tapi sayangnya janji-janji mereka tidak terpenuhi."
 
Putra Mahkota Saudi Arabia, Mohammed bin Nayef dalam pertemuan balasan dengan Muhammad bin Salman mengatakan, keterlibatan Arab Saudi dalam krisis regional disebabkan oleh keserakahan Saudi atas dalih stabilitas dan ketahanan daerah.

Karena ini, menurutnya, Saudi juga melakukan serangan militer terhadap al-Huthi, namun operasi itu gagal karena rendahnya dukungan dari negara-negara koalisi Arab, demikian dilansir al-Alam News, Kamis, 02/06/16.

Terkait dengan krisis Suriah, Mohammed menjelaskan, "kami terlalu percaya banyak pada Amerika dan Turki mengenai penggulingan Presiden Suriah Bashar Al-Assad, tapi sayangnya janji-janji mereka tidak terpenuhi."

Mohammad bin Nayef juga mengutarakan solusi penyelamatan krisis ini; "Kita harus memikirkan kembali kebijakan kita, dan bahkan jika perlu, kita harus memberikan hak istimewa meski menyakitkan," katanya.

Pasukan gabungan dari sejumlah negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi melancarkan serangan udara ke beberapa wilayah Yaman.

Serangan pada 25 Maret 2015 itu menandakan dimulainya intervensi militer Saudi di Yaman, yang memiliki nama kode Operasi Badai Yang Menentukan.

Pada 25 Maret 2015 Presiden Yaman yang terguling Abdur Rabbuh Mansur Hadi mengumumkan bahwa Aden menjadi ibukota Yaman sementara menggantikan Sanaa. Pada tanggal yang sama Arab Saudi dan sembilan negara lainnya mulai membombardir Sanaa, Ibu Kota Yaman sebelumnya. Sejumlah pesawat jet tempur Saudi dan sembilan negara lainnya meluncurkan serangan udara.

Reuters mengabarkan, pesawat tempur dari Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar and Bahrain juga ambil bagian dalam operasi ini.

Pasukan Mesir, Pakistan, Yordania dan Sudan turut berpartisipasi dalam serangan darat.

Kirim komentar