Ibn Arabi: Hidup Ini Hanyalah Mimpi (Bagian 2)

hidup hanyalah mimpi

Seperti sudah diketahui oleh para peneliti, ketika menyebut dirinya dengan ‘‘Ibn Arabi”, sebenarnya dia ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya merupakan orang yang menjiwai ‘Arab’. Namun, perlu diketahui, bahwa Arab itu bukan rujukan etnik. Tidak sedikit orang mengira bahwa Arab itu etnisitas dan itu anggapan yang salah. Kajian-kajian kontemporer menunjukkan bahwa Arab itu adalah bahasa. Dan makna Arab sebagai bahasa itulah dirujuk oleh Al-Qur’an saat menyebut dirinya sebagai “Arab”.

Atas dasar itu, ada bangsa yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan etnisitas Arab tapi kini justru menjadi salah satu tonggak Arab seperti bangsa Mesir. Mesir sebenarnya bangsa Afrika dan tidak memiliki hubungan geonologis dengan Arab. Namun, kini Mesir bisa dikatakan sebagai salah satu produsen sastra Arab yang terbesar di dunia Islam. Sampai ada lelucon yang mengatakan: Mesir menulis, Lebanon mencetak, dan Irak membaca.

Demikianlah watak bahasa Arab yang bisa dipakai siapa saja. Sampai sekarang, meskipun telah luntur, tradisi menulis dengan teks Arab masih bisa kita lihat di sejumlah pesantren. Inilah yang dimaksud dengan ‘arabiyun mubin’ di dalam Al-Qur’an. Ayat ini tidak merujuk pada etnik karena di sisi lain, Al-Qur’an juga mengecam Arab sebagai etnik. Ibn Arabi menggunakan bahasa yang sangat lentur ini karena bahasa Arab mungkin dianggap berbeda dengan bahasa lain. Di antara perbedaannya ialah bahasa Arab itu tidak diproduksi oleh kaumnya. Orang Arab tidak memproduksi bahasa Arab. Mereka hanya memakai bahasa Arab. Dan menariknya. selain bangsa Mesir, bangsa Persia juga sangat berjasa dalam mengembangkan bahasa Arab ini, melalui tokoh semisal Sibawayh.

Untuk mengenal cara berpikir Ibn Arabi, perlu juga diketahui bahwa orang Arab secara historis tidak memiliki budaya tapi hanya memproduksi syair dan untaian kata. Mereka tidak memiliki karya tulis, (hasil karya) pemikiran, sedemikian sehingga Allah menyebut mereka sebagai “ummiyiin” atau orang-orang yang buta huruf. Oleh sebab itu, bahasa yang mereka pakai merupakan bahasa yang murni (asli) tanpa intervensi karakteristik budaya bangsa-bangsa pemakainya. Selain pengguna bahasa Arab terdiri dari berbagai bangsa, kita ketahui juga bahwa di Madinah (Yastrib) pada masa itu terdapat bangsa Yahudi, Afrika, berbagai suku Arab, dan sebagainya.

Dengan hampir tidak adanya budaya dari beragam bangsa itu yang mempengaruhi makna atau etimologi bahasa Arab, maka ia merupakan bahasa murni yang bisa dipakai oleh siapa saja. Mengapa qari (pembaca Alqur’an) Indonesia suaranya bisa sama dengan “makharij” orang yang lahir di tanah Arab? Inilah kekhasan dan keluarbiasaan bahasa Arab. Jadi bahasa Arab itu sendiri dalam dirinya – ketika Allah pilih sebagai bahasa Al-Qur’an – adalah suatu mukjizat. Mungkin inilah salah satu makna ayat yang berbunyi: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran (dan pengingatan), maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”(QS. 54: 17).

Begitu mudahnya orang bisa menyebut, mengungkap, menghafal, dan memahami kalimat-kalimat Arab di dalam Al-Quran ini sedemikian sehingga orang dari Sulawesi Barat bisa mengucapkan sama persis seperti orang di tanah Arab yang jaraknya ribuan kilometer. Ketika orang yang bukan dari tanah Arab membaca Al-Quran, ia bisa seperti orang Arab. Demikianlah kekuatan bahasa Arab.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahasa Arab itu terdiri dari huruf-huruf. Dalam kaidah bahasa Arab yang mengatakan “ziadatun mabani tadullu ala ziadatin ma’ani” yang berarti huruf satu ditambah huruf lainnya akan menambah makna dari huruf tersebut. Implikasinya, huruf ‘ba’ memiliki makna ‘dengan’, atau bisa berarti ‘bersama’, ‘di dalam’, ‘disebabkan’ dan lain-lain. Ketika ditambah ‘ismullah’ dan menjadi ‘bismillah’, bisa dibayangkan berapa makna yang timbul dari kata itu. Dan kata ‘ism’ itu sendiri ada ‘musytak’-nya, masdar-nya, bisa di-saraf-kan dan bahasa inilah yang dipakai secara imajinatif oleh Ibn Arabi. Nyaris mustahil bagi orang yang ingin memahami Ibn Arabi tapi tidak menggunakan pintu bahasa Arab ini.

 sumber : Islam Indonesia

Edy/Transkrip dari Bedah Buku Taoisme dan Sufisme karya Toshihiko Izutsu, 2 Maret 2016 di UIN Sunan Kalijaga

Kirim komentar