Homoseksual dan Pelanggaran terhadap Hak Anak
Pendidikan dan pengajaran generasi yang sehat secara fisik dan mental merupakan salah satu tujuan paling utama dari masyarakat. Keluaga merupakan institusi terkecil dari masyarakat, dan sekolah pertama bagi pendidikan dan pengajaran generasi. Dari keluargalah lahir senyuman, persahabatan, penghargaan, solidaritas, dan sebaliknya dengki, permusuhan, arogansi dan lainnya. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anggotanya. Untuk itulah, tradisi, model dan teladan serta aturan dalam keluarga sangat menentukan bagi pembentukan karakter anak-anak. Keluarga merupakan tempat berlindung yang aman bagi anak-anak.
Peran keluarga sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Anak-anak memandang orang tua sebagai model bagi mereka. Karakter anak yang masih belum terbentuk mencari model yang sesuai menurut pandangan mereka, dan orang yang paling dekat adalah orang tuanya di rumah. Untuk itulah kualitas setiap anak tergantung bagaimana orang tua mendidiknya di rumah. Pada prinsipnya, ayah dan ibulah yang membentuk karakter anak akan seperti apa ketika besar nanti.Terkait hal ini Rasulullah Saw bersabda, "Pemberian terbaik dari ayah kepada anaknya adalah akhlak dan pendidikan,".
Jika ayah menghendaki pendidikan dan pengajaran terbaik untuk anak-anak, maka dirinya sendiri harus menjadi teladan bagi mereka. Ayah harus memberikan contoh mengenai ketaatan, kedermawanan, pengabdian, kejujuran, keberanian, tepat waktu, dan berbagai sifat lainnya yang menyebabkan kesempurnaan spiritual dan kebanggaan bagi anak-anak. Sebaliknya, sifat buruk sang ayah akan berpengaruh negatif terhadap kepribadian anak.
Selain ayah, ibu juga memiliki pengaruh besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Buaian ibu menjadi sekolah kehidupan pertama bagi anak-anak. Ibu memiliki porsi besar bagi anak-anak dalam memahami kasih sayang, moralitas dan nilai-nilai agama.
Anak-anak melihat, mendengar dan merasakan berbagai hal dimulai dari lingkungan keluarga. Untuk itu, segala sesuatu yang diterima baik maupun buruk terekam dalam memori mereka. Ayah dan ibu yang melalaikan pendidikan dan pengajaran anak-anaknya sebenarnya telah melakukan pengkhianatan terhadap generasi muda. Orang tua bertanggung jawab kepada masyarakat, sebab anak-anak saat ini adalah orang tua mendatang. Dengan demikian, anak-anak yang tidak tumbuh dan dibesarkan oleh ayah dan ibunya dan menjadi anak angkat atau hidup di panti asuhan, akan menjadi anak-anak yang rentan dan sensitif melebihi yang lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dari keluarga yang tidak sehat secara mental ketika dewasa acapkali menjadi orang yang menimbulkan masalah bagi masyarakat. Tidak sedikit para pelaku kriminal yang tumbuh dari keluarga yang bermasalah.
Amat disayangkan, dewasa ini sejumlah negara secara resmi mengakui homoseksual dengan berbagai konsekuensinya. Bahkan lebih dari itu, perwalian anak-anak bagi merekapun dilegalkan. Saat ini 20 negara secara resmi mengakui pernikahan sesama jenis. Selain itu, di sejumlah negara yang tidak mengatur pernikahan resmi, ada bentuk pengakuan sosial terhadap keluarga tanpa nikah bagi homoseksual dan lesbian. Sekitar 25 negara dan sejumlah negara bagian di AS tidak hanya mengakui secara hukum bentuk penyimpangan terhadap norma sosial itu, tapi tanpa memperhatikan terhadap kemaslahatan dan hak anak, orang-orang yang menikah sesama jenis diperbolehkan untuk mengadopsi anak.
Lebih dari masalah legitimasi hukum terhadap pernikahan sesama jenis, ada banyak faktor yang dilupakan terkait efek destruktif keputusan tersebut bagi mental anak-anak yang diadopsi dan dibesarkan oleh pasangan pernikahan sesama jenis.
Anak adalah anugerah ilahi yang diperoleh melalui pernikahan yang merupakan satu-satunya jalan pembentukan generasi baru dan melanggengkan keturunan.
Keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu merupakan lingkungan yang paling tepat bagi pendidikan dan pengajaran anak-anak. Menyerahkan pengasuhan anak-anak kepada orang yang melawan kodrat membentangkan jalan bagi pembentukan karakter buruk mereka. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga homoseksual dan lesbian tidak akan mendapatkan teladan dalam moralitas, cinta kasih dan hubungan keluarga yang baik. Untuk itulah pendidikan dan pengajaran mereka tidak natural dan cacat.
Dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah negara barat dilakukan riset mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang diadopsi oleh pasangan sesama jenis. Hasil dari riset tersebut menunjukkan bahwa anak-anak tersebut mengalami masalah dari sisi pendidikan dan perkembangan kepribadiannya. Oleh karena itu, sejumlah pemikir Barat menyatakan bahwa setiap anak membutuhkan teladan dari laki-laki dalam hal ini ayah sebagai orang terdekat dan model perempuan yaitu ibunya. Sedangkan anak-anak yang dibesarkan dari pasangan sesama jenis tidak memiliki salah satu dari model itu. Anak-anak itu mengalami masalah kasih sayang, identitas diri dan pembentukkan karakternya. Mereka kemungkinan besar menjadi korban diskriminasi sosial dan sangat sedikit sekali anak yang bisa menjalin hubungan yang baik dan normal di tengah masyarakat.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kaum homoseksual maupun lesbian paling rentan mengalami masalah kejiwaan seperti stres dan depresi. Data statistik menunjukkan tingginya pelaku bunuh diri dari kalangan homoseksual maupun lesbian. Sejumlah riset memperlihatkan sepertiga hingga setengah dari pelaku pelecehan seksual dilakukan oleh homoseksual. Penelitian yang dilakukan oleh Institut Riset Perilaku Seksual dengan tema "Kejahatan, kekerasan dan Homoseksual" menunjukkan bahwa seluruh pembunuhan berantai yang terjadi di AS selama dua dekade pasca 1970, dengan korban setidaknya 68 orang dilakukan oleh homoseksual.
Tidak hanya itu, penyakit berbahaya yang diidap kalangan homoseksual juga terbilang sangat tinggi. Sebagian penyakit itu ditularkan kepada selain mereka. Dengan demikian menyerahkan pendidikan dan pengajaran anak-anak kepada kalangan homoseksual sangat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak itu.
Menyerahkan anak-anak kepada kaum homoseksual bertentangan dengan konvensi hak asasi manusia. Pasal 17 piagam HAM internasional tahun 1948 menyatakan, "laki-laki dan perempuan dewasa... memiliki hak untuk menjadi pasangan suami istri dan membentuk keluarga." Aturan ini menegaskan mengenai pernikahan antara lain-laki dan perempuan. Sesuai hukum internasional, anak yang memiliki hak adalah anak yang lahir dari keluarga, diasuh dan dibesarkan oleh keluarga yang terdiri dari satu pasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Konvensi hak anak bab 1 pasal 3 menegaskan mengenai jaminan kesehatan anak sebagai prioritas. Selain itu, pasal 24 dan 29 menekankan mengenai pentingnya menjaga keselamatan anak-anak, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya.
Lalu, menurut negara-negara yang mengakui secara resmi hak homoseksual dan izin bagi mereka untuk mengadopsi anak, apakah anak yatim tidak boleh diperhatikan haknya. Padahal dalam Islam mereka punya hak yang harus dihormati. Imam Shadiq berkata, "Setiap orang yang menghendaki rahmat Allah swt dan masuk surga harus menyayangi anak yatim.
Apakah memberikan anak untuk diasuh oleh kaum homoseksual bukan termasuk kesalahan dan dosa, karena akan merusak mental anak-anak itu? Bagaimana membiarkan anak-anak yatim diasuh oleh orang yang melawan kodrat kemanusiaan dan nilai-nilai moral dan agama ? Kini, sejumlah negara yang berusaha menggunakan aturan hukumnya sendiri untuk mengakui secara resmi perbuatan homoseksual dan izin bagi mereka mengadosi anak tanpa memperhatikan moralitas, kemanusiaan dan kesehatan mental anak-anak akan merusak masyarakat. [TvShia/IRIB Indonesia]
Kirim komentar