Syiah Bukan Ancaman NKRI

 Syiah Bukan Ancaman NKRI
 
  “Hanya keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.”

Ungkapan ini tak hanya sangat masyhur dan begitu akrab di
telinga kita semua, namun lebih dari itu mampu memberi kita pelajaran dan
penyadaran berharga tentang betapa naifnya kita manusia–yang bukan keledai–bila
harus berulangkali jatuh di “lubang yang sama” itu. Karena itulah kepada kita
dipesankan beragam tips jitu agar tak terjatuh pada lubang yang sama meski
hanya dua kali, salah satunya dengan cara berupaya seserius mungkin mempelajari
sejarah.

 
Begitu pun halnya perjalanan panjang bangsa kita yang besar ini
sejak sebelum dan sesudah merdeka. Entah sudah berapa banyak kisah tertoreh
dalam lembaran hari demi hari Republik Indonesia kita, tak terkecuali sejarah
kelam kejamnya penjajahan dan bagaimana pahit getirnya upaya mempertahankan
keutuhan NKRI karena berulangkali telah dikoyak sejumlah aksi pemberontakan.

 
Dalam masa-masa kelam itu, tercatat ada beberapa upaya
pemberontakan rakyat atas pemerintah dan negara. Sebut saja Pemberontakan
DI/TII, yang sering sekali disebut para guru sejarah kita semenjak kita
masih duduk di bangku SD. Berikutnya ada Pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), lalu Pemberontakan G30s/PKI, Republik
Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Permesta dan masih banyak lagi yang
lainnya.

Maka, agar tidak terjatuh pada lubang yang sama dua kali, kita
wajib belajar dari sejarah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
Indonesia. Hal ini sangat perlu dilakukan setidaknya untuk mendeteksi, siapa
sih sesungguhnya yang sesuai faktanya benar-benar mengancam NKRI?

 
Akhir-akhir ini, baik di dunai maya (situs internet) berupa
artikel dan berita propaganda, maupun di dunia nyata, saat ratusan bahkan
ribuan seminar digelar serentak dan beruntun di seluruh kota besar di negeri
kita. Agenda kegiatan berbungkus seminar namun sejatinya berisi hujatan, ujaran
kebencian dan penghunjaman stigma ke benak publik agar di antara kita mulai
saling curiga satu sama lain, lalu saling benci, saling tuding karena merasa
paling benar sendiri, dan pada akhirnya ukhuwah tak lagi kokoh terjaga,
toleransi dan saling menghargai tak lagi dianggap berharga. Propaganda dan
‘seminar’ yang digagas sekelompok orang maupun golongan tertentu dengan
mengangkat tema seragam minimal senada: “Syiah, Ancaman Bagi NKRI” sebagai isu
besar yang seakan-akan benar dan nyata adanya.

 
Padahal jika kita lihat dan cermati dari sejarah pemberontakan
yang pernah terjadi di Indonesia, tidak ada dalam sejarah Republik ini sejak
berdirinya hingga saat ini, tercatat ada pemberontakan yang dilakukan oleh
kalangan/kelompok Syiah.

Dr. Rumadi, MA, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga
Direktur Program The Wahid Institute menegaskan bahwa dilihat dari sejarah
pemberontakan terhadap Republik Indonesia, memang belum pernah ada pemberontakan
yang dilakukan oleh Syiah baik secara kelompok ataupun secara perorangan (yang
mungkin bergabung dengan kelompok pemberontak tertentu) di Republik Indonesia
ini.

 
“Isu seperti itu sebenarnya hanya sekedar bluffing saja ya,
orang yang mengatakan Syiah sebagai ancaman bagi NKRI itu secara historis
memang mustahil bisa membuktikan,” ujar Dr. Rumadi saat diminta tanggapan tim
media Ahlulbait Indonesia via telepon perihal maraknya penyebaran isu Syiah
mengancam NKRI.

 
Lebih jauh Dr. Rumadi menegaskan bahwa saat ini, ada beberapa
organisasi yang secara terbuka melakukan ancaman terhadap NKRI, yang di
antaranya ingin mendirikan Negara Islam atau Khilafah dan sebagainya, tapi
entah kenapa justru tidak disebut sebagai ancaman terhadap NKRI. Inikah salah
satu bukti bahwa bangsa kita mudah terpengaruh kamuflase dan propaganda?

Sementara itu, sejarahwan Anhar Gonggong, terkait sejarah
pemberontakan yang mengancam NKRI, ternyata satu suara dengan Dr. Rumadi. Anhar
menegaskan bahwa tidak ada dalam sejarah Indonesia, Syiah melakukan gerakan
pemberontakan terhadap NKRI. Menurutnya, itu tidak pernah terjadi. Ahli sejarah
terkemuka ini pun menjelaskan bahwa Kartosuwiryo, Kaharmuzakar maupun Ibnu
Hajar yang pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI, mereka semua bukanlah
orang Syiah.

Anhar Gonggong kemudian menjelaskan bahwa dalam sebuah
pemberontakan terdapat dua hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah ideologi
yang dimiliki dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan yang kedua
adalah memiliki kekuatan fisik. Jika dilihat dari kedua hal tersebut, menurut
Anhar, kelompok Syiah itu sama sekali tak memiliki keduanya.

 
Tapi bagaimana tanggapan Anhar saat mendengar begitu marak dan
masifnya penyebaran isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI? “Kartosuwiryo,
Kaharmuzakar yang memiliki kekuatan besar saja gagal untuk memberontak, apalagi
Syiah? Bunuh diri bila Syiah melakukan itu!” tegasnya dengan nada heran saat
wawancara via telepon dengan tim media Ahlulbait Indonesia.

 
“Orang yang mengatakan bahwa Syiah mengancam NKRI itu, bahasa
kasarnya adalah ngawur,” tegas Anhar.

 
Sementara itu, ketua umum DPP Ormas Islam Ahlubait Indonesia
Hasan Daliel saat diwawancarai di kantornya terkait berkembangnya isu Syiah
sebagai ancaman bagi NKRI justru menegaskan, “Bagi Syiah Indonesia, NKRI adalah
harga mati!”

 
Hasan kemudian menjelaskan bahwa Imamah yang mungkin
dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai anti Pancasila adalah tidak benar.
Imamah dipahami Syiah tidaklah sama dengan Imamah yang ada di tempat lain yang
ingin mengganti NKRI dengan kekhalifahan, Khilafah, Imarah, Daulah, atau apapun
saja sebutan lainnya. Imamah yang dipahami oleh Syiah indonesia adalah hubungan
spiritual dengan seorang Marja’ atau Fukaha, seperti halnya hubungan spiritual
kaum Katolik dengan pemimpin mereka di Vatikan.

 
“Kami dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia menyatakan dengan
tegas bahwa yang paling berharga bagi kami di negeri ini adalah darah suci para
pahlawan yang telah memerdekakan negeri ini,” ujar Hasan Daliel kembali
menegaskan bahwa Syiah Indonesia akan selalu setia kepada Pancasila dan NKRI.

 

“Bahkan pemimpin spiritual kami selalu menasihati agar kami
berbakti, di manapun kami dilahirkan. Menurut Beliau adalah wajib hukumnya
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur di negara kami masing-masing,” tambahnya.

 

Sungguh ironi bila kita tidak mau belajar dari sejarah kelam
pemberontakan di Republik Indonesia ini, yang tidak pernah mencatat Syiah
sebagai sebuah ancaman dengan melakukan pemberontakan terhadap Republik
Indonesia tercinta ini. Maka, jika kita tidak ingin kembali terjatuh masuk ke
lubang yang sama dua kali, jelas sudah bahwa bukan Syiah yang layak diwaspadai
sebagai ancaman bagi NKRI.

 
Tapi biarlah torehan-torehan sejarah yang kelak akan menjawab
siapa yang sebenarnya menjadi ancaman bagi NKRI. Biarlah para penuduh itu
merasa bebas berekspresi seraya berharap bangsa kita dengan begitu mudahnya
mereka tipu dan bodohi. Padahal sebaliknya, tabiat mereka tak ubahnya ibarat
dua pepatah: Pertama, “Buruk muka cermin dibelah.” Kedua, “Siapa menepuk air di
dulang, pasti terpercik ke muka sendiri.” (Lutfi/Yudhi)

[TvShia/Abna]

Kirim komentar