Dimensi Kultural Haji
DiDari sisi lain, haji bisa pula diangkat sebagai sebuah pertemuan besar dan konggres kebudayaan untuk mengumpulkan para ilmuwan dan pakar intelektual Islam selama mereka berada di Makkah, sehingga mereka bisa mengutarakan kepada sesamanya apa yang menjadi pikiran dan solusinya
Komunikasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok muslim di musim haji bisa menjadi sebuah faktor yang paling bepengaruh dalam pertukaran budaya dan pikiran. Khususnya, reuni agung yang ada dalam pelaksanaan haji ini merupakan perwakilan hakiki dan alami dari kelompok-kelompok muslim dunia.
Karena, dalam pemilihan personil untuk berziarah ke rumah Allah tidak ada sedikit pun faktor pemalsuan yang berpengaruh.
Para penziarah Ka’bah dari berbagai kelompok, ras, keturunan, dan dengan bahasa yang mereka pergunakan untuk melakukan percakapan, bangkit dan berkumpul menjadi satu di tempat tersebut.
Oleh karena itu, dalam riwayat Islam kita membaca bahwa salah satu dari manfaat haji adalah penyebaran sunah-sunah Rasulullah saw. ke seluruh penjuru dunia.
Hisyam bin Hakam, salah seorang sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. berkata, “Aku pernah bertanya kepada beliau tentang filsafat haji dan thawaf di sekeliling Ka’bah. Beliau menjawab, ‘Allah telah menciptakan hamba-hamba-Nya ... dan Ia telah memberikan perintah-perintah kepada mereka bagaimana jalan untuk mendapatkan kebaikan agama dan dunia.
Dan salah satu cara tersebut adalah dengan menetapkan berkumpulnya manusia dari barat hingga timur (dalam pelaksanaan haji) sehingga manusia bisa saling mengenal antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing bisa saling mengetahui keadaan yang lainnya. Setiap kelompok saling menukar modal-modal perdagangan dari kota yang satu ke kota yang lain .... Begitu juga, supaya mereka mengenal sunnah, peninggalan-peninggalan, dan berita-berita dari Rasulullah saw., sehingga masyarakat akan senantiasa mengenang dan tidak melupakannya.’”
Dengan alasan ini pula, pada masa krisis politis -di mana para khalifah dan pemimpin arogan kejam tidak memberikan izin terhadap penyebaran hukum-hukum Islam kepada muslimin- dengan memanfaatkan kesempatan musim haji ini, mereka mampu menyelesaikan kendala-kendala yang mereka hadapi, dan mampu menyibakkan tirai yang telah menutupi wajah-wajah hukum Islam dan sunah Rasulullah saw. dengan melakukan kontak dan komunikasi dengan para imam ma’shum a.s. dan ulama besar Islam.
Dari sisi lain, haji bisa pula diangkat sebagai sebuah pertemuan besar dan konggres kebudayaan untuk mengumpulkan para ilmuwan dan pakar intelektual Islam selama mereka berada di Makkah, sehingga mereka bisa mengutarakan kepada sesamanya apa yang menjadi pikiran dan solusinya.
Pada prinsipnya, salah satu kemalangan besar -di mana dengan adanya perbatasan di antara negara-negara Islam telah menyebabkan munculnya perbedaan budaya di antara mereka- adalah karena kaum muslim dari setiap negara hanya memikirkan keadaan diri mereka sendiri.
Tentu saja hal ini akan membuat masyarakat Islam yang tadinya bersatu menjadi sebuah masyarakat yang terkoyak dan bercerai-berai, dan pada akhirnya mereka akan hilang tanpa bekas. Ya! Dengan adanya pelaksanaan haji, kemuraman masa depan—seperti telah digambarkan di atas—akan bisa diantisipasi.
Betapa menarik ucapan Imam Ash-Shadiq a.s. dalam kelanjutan riwayat yang dinukilkan oleh Hisyam bin Hakam tersebut, “Apabila setiap kaum dan bangsa hanya berbicara tentang bangsa dan kaumnya sendiri, dan hanya memikirkan tentang apa problem yang terjadi di dalam dirinya, mereka semua akan berada di ambang kehancuran dan negara-negara mereka akan rusak.
Demikian juga, keuntungan-keuntungan yang telah mereka peroleh sebelumnya akan menjadi terhenti dan berita-berita yang benar akan tertutupi oleh tirai kekaburan.” [tvshia.com/Islam Times]
Kirim komentar