Hak-Hak Suami dan Istri (Bagian 1)

Hak Suami Istri

Dua Pandangan yang Berbeda, Keduanya Indah

 

Cara pandang istri kepada suami berbeda dengan cara pandang suami kepada istri. Keduanya berbeda dan tidak masalah. Suami memandang istri sebagai sebuah teladan keindahan, teladan kelembutan dan teladan sensitifitas. Suami memandang istri sebagai orang yang lembut. Islam juga menekankan hal ini. "Almar'atu Raihaanatun" yakni istri adalah bunga. Dalam pandangan ini, istri adalah sebuah makhluk yang halus, simbol keindahan dan kelembutan. Dengan pandangan ini suami memandang istrinya. Suami menggambarkan dan membayangkan kasih sayang istri dalam bingkai ini.

 

Suami di mata istri adalah simbol kepercayaan, titik sandaran dan kepercayaan. Istri menggambarkan kasih sayang suami kepadanya dalam bingkai ini. Keduanya memiliki dua peran yang berbeda dan kedua-duanya diperlukan. Istri saat memandang suaminya dengan pandangan kasih sayang dan cinta, ia memandang suaminya sebagai sebuah sandaran yang bisa menggunakan kekuatan jasmani dan pikirannya untuk memajukan kehidupannya seperti sebuah mesin. Suami saat memandang istrinya, ia memandangnya sebagai simbol keakraban dan ketenangan yang bisa menenangkan dan menentramkannya. Bila suami adalah titik sandaran dalam masalah-masalah lahiriah kehidupan, maka istri adalah sandaran untuk masalah-masalah kejiwaan dan spiritual kehidupan. Istri adalah lautan keakraban dan kasih sayang. Ia bisa mengeluarkan suaminya dari segala kesedihan masuk ke dalam suasana penuh kasih sayangnya. Semua ini adalah kemampuan suami dan istri. Kemampuan kejiwaan keduanya.(Khutbah Nikah 6/6/1381)

 

Hak Hakiki, Hak Khayalan

 

Hak bersumber pada sebuah tabiat alam. Hak hakiki harus bersumber dari tabiat alam. Hak yang disampaikan dalam sebagian pertemuan berdasarkan khayalan. Hak yang dimiliki oleh suami dan istri harus bersandarkan pada tabiat alami suami dan istri, harus bersumber pada struktur penciptaan alami suami dan istri. (Khutbah Nikah 22/12/1378)

 

Feminisme yang ada di dunia saat ini yang di sana ada segala macam laki-laki dan perempuan dan mengklaim membela hak-hak perempuan, menurut saya mereka sama sekali tidak mengenal hak-hak perempuan. Karena hak itu bukan perkara yang dicerap. Hak bersumber pada tabiat alam.(Khutbah Nikah 22/12/1378)

 

Permainan Barat

 

Orang-orang Barat yang kalian saksikan betul-betul membuat keributan tentang masalah perempuan, mereka telah terjebak sendiri dalam masalah ini. Mereka mengatakan, kami menjaga kehormatan perempuan. Iya.  Menjaga kehormatan perempuan  di dalam pertemuan resmi, di pusat-pusat perbelanjaan dan jalanan. Itupun yang bermakna menikmatinya. Apakah dalam rumah tangga suami juga menjaga kehormatan istrinya seperti ini? Betapa banyak penyiksaan terhadap istri, betapa banyak istri yang dipukuli suaminya, betapa banyak suami yang menciptakan bencana di dalam rumah, betapa banyak suami yang mentang-mentang dan lain-lain. (Khutbah Nikah 28/6/1379)

 

Suami Harus Mengerti Kebutuhan Penting Istri

 

Dari satu sisi, suami harus mengerti kebutuhan penting istri. Ia harus memahami perasaan istri. Ia tidak boleh mengabaikan keadaan istri. Suami tidak boleh menganggap dirinya sebagai pemilik dan penentu ikhtiyar istrinya secara mutlak di dalam rumah.

 

Suami dan istri adalah dua orang, dua partner, dua sahabat. Masing-masing memiliki kelebihan dari sisi pemikiran dan kejiwaan.

 

Suami harus membantu istrinya untuk menebus keterbelakangan yang terjadi di dalam masyarakat. Maksud dari keterbelakangan bukan berarti lantas harus mengikuti orang-orang Barat sebagaimana yang saat ini terjadi di tengah-tengah masyarakat. Maksudnya adalah makrifat. Maksudnya adalah pendidikan. Maksudnya adalah semangat pemikiran pada istri. Inilah maksudnya. Yakni, suami semaksimal mungkin harus membantu istrinya dalam bidang ini. Bila istri ingin melakukan sesuatu atau ingin berkecimpung dalam aktifitas sosial, maka suami jangan sampai menghalanginya sesuai dengan tuntutan kondisi kehidupan rumah tangga. (Khutbah Nikah 10/2/1375)

 

Suami jangan sampai mengkhayal bahwa karena ia pergi keluar dan bertemu dengan ini dan itu dan membawa uang ke rumah lantas segalanya adalah milik dia. Tidak! Apa yang didapatkannya separuhnya adalah untuk keluarga. Separuhnya lagi adalah untuk istri. Suami harus menjaga hak pilih istri, keberadaan istri sebagai pengurus rumah, pendapat dan kebutuhan jiwa istri.

 

Jangan sampai suami melanjutkan kebiasaannya saat masih lajang. Ketika masih lajang ia pulang ke rumah ayah dan ibunya setiap jam sepuluh malam. Jangan! Sekarang harus menjaga hak-hak istrinya. (Khutbah Nikah 2/9/1373)

 

Pada zaman dahulu, sebagian suami mengganggap dirinya sebagai pemiliki istri. Tidak! Sebagaimana kalian di dalam lingkungan rumah tangga punya hak, istri juga punya hak. Jangan sampai kalian berkata kasar kepada istri dan memaksanya. Karena dari sisi jasmani istri lebih lemah. Sebagian beranggapan bahwa sekarang saatnya berbicara kasar dan mengeraskan suaranya, memarahinya dan memaksanya. (Khutbah Nikah 11/12/1373)

 

Istri Cerdas Memenej Suami

 

Istri harus memahami kebutuhan penting suami. Jangan sampai dia menekan suami baik secara kejiwaan maupun moral sehingga membuat suaminya putus asa dan jangan sampai suami akhirnya menggunakan jalan yang tidak benar. Istri harus mendorong suami untuk bertahan dan bersikukuh di dalam kancah kehidupan. Jangan selalu mengungkit-ungkit suami yang pekerjaannya membuat dia tidak begitu sempat mengurusi kondisi rumah tangga.(Khutbah Nikah 10/2/1375)

 

Bila suami memiliki aktifitas baik keilmuan, jihad dan pembangunan maupun untuk mencari nafkah atau pekerjaan umum, maka istri harus berusaha menciptakan suasana rumah tangga sedemikian rupa sehingga suami bisa pergi ke tempat kerjanya dalam kondisi kejiwaan yang baik dan dengan semangat kembali pulang ke rumah. (Khutbah Nikah 2/9/1373)

 

Semua suami akan senang bila ketika masuk ke dalam rumah, rumah bisa memberikan ketenangan dan keamanan baginya dan ia merasa nyaman dan tentram. Ini adalah tugas istri. (Khutbah Nikah 24/1/1378)

 

Istri memiliki beberapa kewajiban dan harus memilahnya secara rasional. Para istri harus tahu bahwa bila ia seorang istri, maka ia akan memenej suaminya dengan menggunakan akal dan kecerdasannya. Benar, suami dari sisi jasmani lebih kuat, namun Allah menciptakan tabiat istri sedemikian rupa bila suami dan istri sama-sama sehat dan istrinya berakal, maka yang lebih berpengaruh pada yang lainnya adalah istri. Tentu saja yang demikian ini tidak bisa dicapai dengan kelicikan dan pemaksaan. Tapi dengan kelembutan, sikap yang baik, keramahan dan sedikit bersabar. Tentunya sedikit saja perlu kesabaran dan tidak perlu banyak-banyak. Allah juga telah menetapkan kesabaran ini pada tabiat istri...istri harus menghadapi suaminya demikian. (Khutbah Nikah 19/3/1372)

 

Sebagian istri mempersulit suaminya. Misalnya, kamu harus membeli ini! Kamu harus menyiapkan rumah demikian! Si fulan telah membeli yang demikian, bila aku tidak membeli yang demikian maka bikin aku malu. Dengan ucapan-ucapan seperti ini istri menyakiti suaminya dan ini tidak benar. (Khutbah Nikah 18/5/1374)[TvShia/IRIB Indonesia/Emi Nur Hayati)

Sumber: Matla-e Eshq; Gozideh-i az Rahnemoudha-ye Hazrate Ayatollah Sayid Ali Khamenei Beh Zaujha-ye Javan, Mohammad Javad Haj Ali Akbari, Tehran, Daftare Nashre Farhanggi, 1387 HS, Cet 17.

Kirim komentar