Bumbu Manisnya Rumah Tangga

Bumbu Manisnya Rumah Tangga

 

Seperti dua orang Partner, Seperti dua orang sahabat

Terkadang kita menyaksikan seorang suami menilai seorang istri sebagai makhluk derajat kedua! Namun sebenarnya kita tidak punya makhluk derajat kedua. Keduanya sama. Keduanya memiliki hak yang sama dalam urusan kehidupan kecuali perbedaan yang telah ditetapkan oleh Allah antara suami dan istri dan hal itu karena sebuah maslahat. Tidak menguntungkan suami dan juga tidak merugikan istri. Keduanya harus hidup dalam sebuah rumah seperti dua orang partner, seperti dua orang sahabat. (Khutbah Nikah 19/3/1372)

 

Suami adalah Pemimpin dan Istri adalah Bunga

 

Islam menilai lelaki sebagai pemimpin (*mengisyaratkan ayat; arrijaalu Qawwaamuuna ‘Alannisaa'. Surat Nisa: 34) dan perempuan sebagai bunga (*mengisyaratkan hadis terkenal Imam Ali as; Almar'atu Raihaanatun Wa Laisat Qahramaanatun.(Bihar al-Anwar, jilid 100, hal 253). Hal ini tidak menyinggung istri dan juga tidak menyinggung suami. Tidak melanggar hak istri dan juga tidak melanggar hak suami. Bahkan melihat dengan baik tabiat keduanya. Timbangan keduanya kebetulan berbanding sama. Yakni bila kita meletakkan sesuatu yang lembut, indah dan menjadi penyebab ketenangan serta hiasan spirituallingkungan hidup dalam sebuah timbangan danmeletakkansesuatuyang bisa mengatur, bisa dipercaya dan bisa menjadi sandaran bagi seorang istri di bagian lain dari timbangan itu, maka timbangan ini akan menjadi seimbang dan sama. (Khutbah Nikah 22/12/1378)

 

Dilarang Menukar Peran!

 

Sebagian perempuan ingin melakukan pekerjaan yang bukan spesialisasinya. Orang-orang lelaki juga demikian. Mereka ingin mengatakan; mari kita tukar peran perempuan dan lelaki. Bila kita kita tukar apa yang akan terjadi?

 

Yang bisa kalian lakukan hanyalah melakukan kesalahan dan merusak penciptaan yang sudah indah dan bagus, tidak lebih. Merusak manfaat masing-masing. Merusak kepercayaan lingkungan rumah tangga. Menjadikan suami meragukan istri dan sebaliknya istri meragukan suaminya. Merusak kasih sayang dan cinta yang selama ini menjadi modal utama kerja.

 

Terkadang di dalam rumah seorang suami memainkan peran sebagai istri. Istri menjadi pemimpin secara mutlak dan mengatur suami; lakukan ini dan jangan lakukan itu. Sang suamipun menerima dengan pasrah. Iya, suami semacam ini tidak bisa lagi menjadi tempat sandaran bagi istri. Istri senang bila memiliki tempat sandaran yang baik.

 

Terkadang dari sisi lain suami memaksakan hal-hal tertentu kepada istrinya. Katakanlah bahwa semua urusan belanja, pekerjaan dan berurusan dengan orang lain menjadi tanggung jawab istri. Mengapa? Karena saya ada urusan, tidak punya waktu. Alasannya adalah tidak punya waktu!

 

Dia katakan, saya mau pergi ke kantor. Sang istri yang harus mengerjakan semua pekerjaan. Yakni pekerjaan-pekerjaan yang berat diserahkan kepada istrinya. Tentu saja dalam sehari dua hari hal ini bisa menyibukkan dan menjadi hiburan bagi sang istri, namun ini bukan tugas dia. (Khutbah Nikah 22/12/1378)

 

Istri adalah Bunga, Bukan Pelayan Anda!

 

Di dalam riwayat dikatakan, "Almar'atu Raihaanatun"...Perempuan adalah bunga. Sekarang lihatlah, bila seorang lelaki tidak peduli dan berbuat kasar terhadap sekuntum bunga dan tidak menghargainya sebagai bunga, maka betapa zalim dan buruknya dia. Seperti sikap suami yang memaksa, berlebihan dan banyak menuntut dan berharap tidak pada tempatnya terhadap istri.

 

"Almar'atu Raihaanatun Wa Laisat Qahramaanatun" Qahramaan adalah pelayan kehidupan zaman ini. Istri bukan pelayan kalian! Sehingga kalian menyerahkan semua urusan kehidupan kalian kepadanya apalagi setelah itu kalian menyalahkannya. Tidak! Istri adalah sekuntum bunga di tangan anda! Meskipun dia adalah seorang ilmuan atau politikus. Di dalam rumah tangga dia adalah bunga. (Khutbah Nikah 28/6/1379)

 

Suami Harus Bekerja!

 

Al-Quran mengatakan, "Arrijaalu Qawwaamuuna ‘Aalannisa' yakni kepemimpinan rumah tangga menjadi tanggung jawab suami. Seorang suami harus bekerja dan urusan nafkah rumah tangga menjadi tanggung jawabnya. Istri sekaya apapun, hartanya adalah milik dia sendiri dan urusan nafkah rumah tangga bukan tanggung jawabnya. (Khutbah Nikah 28/6/1379)

 

Bukan Suami yang Berkuasa dan juga Bukan Istri

 

Kita tidak mengatakan bahwa istri harus menaati suami secara total. Tidak! Yang demikian ini tidak ada dalam Islam juga syariat. "Arrijaalu Qawwaamuuna ‘Aalannisa' bukan berarti istri harus menaati suami dalam semua urusan. Tidak! Atau sebagaimana orang-orang yang tidak pernah tahu tentang Eropa tapi melebihi dan mengikuti orang-orang Eropa dan mengatakan bahwa istri adalah yang menentukan segalanya dan suami harus menaatinya. Tidak! Yang demikian ini juga salah. Tentunya kalian adalah dua orang sahabat dan dua orang partner. Pada saat tertentu suami harus mengalah dan pada saat yang lain istri harus mengalah. Yang satu pada saat tertentu mengesampingkan kemauannya dan pada saat yang lain yang satunya mengesampingkan keinginannya supaya kalian berdua bisa hidup bersama. (Khutbah Nikah 19/1/1377)

 

Perbedaan Alami Suami dan Istri

 

Allah menciptakan struktur alami istri dalam bentuk yang halus. Sebagian jari-jari diciptakan dalam bentuk yang besar dan bagus untuk mengangkat batu dari bumi. Namun bila jari-jari yang besar ini ingin memegang dan mengambil permata yang cukup halus, belum tentu ia bisa mengambilnya.

 

Namun sebagian jari-jari dalam bentuk yang halus dan lembut. Ia tidak bisa mengangkat batu tersebut tapi bisa mengumpulkan potongan-potongan kecil permata dan emas dari tanah. Beginilah suami dan istri. Masing-masing memiliki tanggung jawab. Tidak bisa dikatakan bahwa yang satu tanggung jawabnya lebih berat. Tanggung jawab keduanya sama-sama berat. Keduanya diperlukan.

 

Jiwa istri lebih halus. Ia lebih banyak membutuhkan ketenangan. Ia membutuhkan ketentraman  dan sandaran yang bisa dipercaya. Siapakah tempat sandaran ini? Sandaran itu adalah suami. Demikianlah Allah menetapkan keduanya bersisian. (QS. Nisa: 34) (Khutbah Nikah 6/6/1381) [TvShia/Irib]

Sumber: Matla-e Eshq; Gozideh-i az Rahnemoudha-ye Hazrate Ayatollah Sayid Ali Khamenei Beh Zaujha-ye Javan, Mohammad Javad Haj Ali Akbari, Tehran, Daftare Nashre Farhanggi, 1387 HS, Cet 17.

Kirim komentar