Perbuatan Maruf dan Munkar dijendela Islam

 

Perbuatan Maruf dan Munkar dijendela Islam

Agama Islam sangat menekankan Amar Maruf dan Nahi Munkar. Maruf merupakan pekerjaan baik berdasarkan ukuran akal dan syariah. Sedangkan Nahi Munkar adalah perbuatan buruk berdasarkan ukuran akal dan syariah. Sebenarnya, ketika manusia merujuk kepada fitrah suci dalam dirinya, ia menyukai perbuatan baik dan membenci kemunkaran. Dengan demikian, baik dan buruk bukan hanya bagi individu sendiri saja tapi, juga bagi orang lain. Islam berbeda dengan pemikiran Barat yang memandang Amar Maruf dan Nahi Munkar sebagai intervensi terhadap urusan orang lain.

 

Tujuan Amar Maruf dan Nahi Munkar dalam Islam adalah menghidupkan perbuatan baik di tengah masyarakat dan memberantas keburukannya, sehingga masyarakat bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terkait hal ini, Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 71 berfirman, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

 

Amar Maruf dan Nahi Munkar memiliki cakupan yang sangat luas. Maruf meliputi seluruh perbuatan baik, sedangkan Munkar mencakup seluruh perbuatan buruk. Dalam ajaran Islam perbuatan Maruf antara lain: jujur, sabar, membantu orang yang membutuhkan, infak, silaturahmi, menghormati orang tua, terutama ayah dan ibu, menuntut ilmu, menjaga hak sesama, menjaga hijab dan lainnya. Adapun perbuatan munkar  antara lain: bohong, dengki, takabur, nifak, mengadu domba, berbuat zalim, menyuap dan lain-lain.  Dalam pandangan Islam, menyeru kepada kebenaran dan menegakkannya, menafkahkan harta di jalan Allah swt, dan berjuang melawan kezaliman merupakan perbuatan penting yang ditekankan dalam Nahi Munkar.

 

Al-Quran menegaskan bahwa tujuan diutusnya seluruh Nabi dan Rasul adalah melaksanakan Amar Maruf dan Nahi Munkar. Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 36 berfirman, Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)."

 

Salah satu dalil diutusnya para Nabi oleh Allah swt adalah melawan para perusak dan menegakkan keadilan. Orang-orang yang bertakwa tidak akan pernah diam selama tidak terjadi perubahan dalam masyarakat dan keadilan belum terwujud.

Imam Khomeini menegaskan bahwa seluruh Nabi sejak awal diciptakannya manusia, mulai dari ketika Nabi Adam as datang hingga Nabi Muhammad Saw, pamungkas para Nabi memiliki tugas memperbaiki masyarakat. Imam Khomeini mengatakan, "Para Nabi berusaha mendidik manusia sehingga individu siap berkorban untuk masyarakat... Merekalah orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk masyarakat. Allah Swt berfirman bahwa kami mengutus para nabi, memberikan mereka bayyinaat (bukti-bukti nyata), li yaquuma an-Naasu bi al-Qisth (supaya manusia dapat melaksanakan keadilan)."

 

Di bagian lain, Imam Khomeini mengatakan, "Tujuan pengutusan para nabi agar manusia dapat mewujudkan keadilan. Harus ada keadilan sosial di tengah-tengah masyarakat. Segala bentuk kezaliman harus dimusnahkan. Para pelaku kezaliman harus dimusnahkan. Harus ada yang memperhatikan orang-orang yang lemah. Harus melaksanakan keadilan. Setelah itu Allah berfirman, "Wa Anzalnaa al-Hadiid" (Dan Kami turunkan besi). Apa hubungannya dengan besi? Hubungannya adalah semua ini dapat dilakukan dengan besi, dengan bukti-bukti nyata."

 

Kehidupan Rasulullah Saw dan Imam Maksum  dipenuhi berbagai ajaran moral yang paling tinggi. Contohnya sepotong kisah dari Imam Ali ketika beliau melintasi sebuah gang kecil di Kufah. Ketika Imam Ali berjalan, seorang pemuda mengikutinya. Kemudian Imam Ali mendekati pemuda itu. Baliau berkata, "Wahai pemuda, apa gerangan engkau menemuiku ?" "Amirul Mukminin aku ingin mendengar nasehat langsung darimu, sehingga Allah menganugerahkan karunia-Nya padaku, " tutur pemuda itu. Imam Ali menjawab, "Barangsiapayang memiliki tiga karakteristik ini, maka ia akan selamat di dunia dan akhirat. Pertama, Amar Maruf. Dia sendiri harus menjalankan perbuatan maruf. Kedua, dalam Nahi Munkar, dia sendiri harus menjauhi perbuatan munkar. Ketiga, dalam setiap keadaan jangan terjerumus perbuatan dosa, dan menjaga dirinya supaya tetap berada dalam ketentuan Allah swt.

 

Kehidupan Rasulullah Saw dan Ahlul Bait dengan baik memberikan pelajaran mengenai cara bagaimana penerapan Amar Maruf dan Nahi Munkar di tengah masyarakat. Sebelum mengajak orang lain melakukan amar maruf dan menjauhi munkar, orang yang mengajak harus menjalankannya terlebih dahulu.       

 

Suatu hari Hassan Basri berdiri di hadapan banyak orang. Ulama abad pertama ini menyerukan amar maruf dan nahi munkar kepada masyarakat. Ketika itu Imam Sajjad mendengarnya, seraya berkata, "Wahai engkau yang menyampaikan nasehat kepada masyarakat, apakah dalam menjalankan perrbuatan (menjelang kematian) engkau rela dengan kondisi yang terjadi antara engkau dan Tuhan?". "Tidak, aku tidak akan pernah ridha, " ujar Hassan Basri. Imam Sajjad kembali bertanya, "Apakah engkau memikirkan untuk mengubah kondisimu supaya mencapai keadaan yang lebih baik atau tidak ?" "Tidak," jawab HassanBasri. Kemudian Imam Sajjad berkata, "..ketika engkau yang tidak berusaha untuk mengubah kondisi dirimu sendiri, mengapa mengajak orang lain untuk berbuat maruf dan menjauhi kemunkaran ?" mendengar pernyataan itu, Hassan Basri menundukkan kepalanya.

 

Persyaratan lain penerapan Amar Maruf dan Nahi Munkar adalah disampaikan dengan cara yang baik sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya. Selain itu dalam menyampaikan Amar Maruf dan nahi Munkar harus ada keberanian. Inilah karakteristik yang diajarkan oleh Rasulullah Saw dan Ahlul Bait. Manusia tidak boleh takut untuk mengungkapkan kebenaran dengan mempertimbangkan berbagai kemaslahatan termasuk persyaratan serta situasi dan kondisinya. Suatu hari Khalifah Abasiyah, Mansur Dawaniqi menulis surat kepada Imam Sadiq, "Mengapa engkau tidak berbuat seperti yang lainnya mendekati penguasa dan duduk bersamanya?"Imam menjawab surat itu, "Kami tidak memiliki sesuatu di dunia ini, untuk itu tidak memiliki sesuatu yang perlu dikhawatirkan darimu. Engkau pun tidak memiliki keutamaan akhirat, sehingga kami berharap darimu." Mansur kemudian menulis surat kepada Imam Sadiq, "Datanglah kemari, nasehatilah kami dengan kebaikan". Kemudian, Imam Sadiq menjawab dengan nada keras, "Pencinta dunia tidak akan menasehatimu, sebab engkau akan melakukan setiap perbuatan yang kehendaki. Demikian juga ahli akhirat tidak akan mendekatimu untuk memberikan bimbingan, sebab tidak akan berpengaruh."

 

Mengenai urgensi Amar Maruf dan Nahi Munkar, Imam Baqir berkata, "Amar Maruf dan Nahi Munkar merupakan kewajiban, sebagaimana kewajiban lainnya." Islam begitu jelas menekankan pentingnya amar maruf dan nahi munkar bagi umat Islam. [tvshia/irib]

Kirim komentar