Dalam Membela Hak Nuklirnya, Iran Selangkahpun Tak Akan Mundur
Ayatollah al-Udzma Khamenei menekankan kembali dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara seraya menandaskan, "Dalam masalah nuklir, ada beberapa garis merah yang harus dijaga dan jangan pernah mundur walau sejengkal dalam membela hak-hak bangsa."
Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (20/11) dalam
pertemuan akbar dengan puluhan ribu komandan pasukan relawan Basij, menyebut
Basij sebagai manifestasi dari kestabilan, kebanggaan dan wibawa pemerintahan
Islam. Seraya menjelaskan beberapa kriteria dan modus-modus penipuan kubu
arogansi global, khususnya Amerika Serikat (AS), yang tak bersedia tunduk
kepada kebenaran, beliau menegaskan bahwa resistensi dan kekuatan bangsa adalah
satu-satunya cara melawan musuh.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menekankan kembali dukungannya kepada pemerintah
dan para pejabat negara seraya menandaskan, "Dalam masalah nuklir, ada
beberapa garis merah yang harus dijaga dan jangan pernah mundur walau sejengkal
dalam membela hak-hak bangsa."
Menurut beliau, Basij adalah wujud nyata dari kebesaran bangsa Iran dan
kumpulan tenaga-tenaga handal di dalam negeri. "Bagi para pendukung
pemerintahan, revolusi Islam dan negara ini, Basij adalah kesatuan yang membanggakan,
tumpuan harapan dan lembaga yang terpercaya, sementara bagi musuh-musuh
pemerintahan Islam ini Basij merupakan lembaga yang menakutkan dan
mengecewakan," tambah beliau.
Menyinggung peringatan Pekan Basij yang bertepatan dengan peringatan perjuangan
Zainab al-Kubra (as), Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan,
"Perjuangan Zainab merupakan kelanjutan dari epik Asyura. Dengan kata
lain, perjuangan Syd. Zainab (as) menghidupkan dan menjaga epik perjuangan
Asyura."
Seraya menyinggung perjuangan Zainab al-Kubra (as) yang penuh dengan resistensi
dan ketabahan saat menghadapi berbagai musibah yang kebesarannya hanya bisa
disandingkan dengan kebesaran perjuangan Asyura, beliau menjelaskan
khutbah-khutbah Zainab al-Kubra (as) yang tegas di depan warga Kufah, di depan
Ibnu Ziyad dan di istana Yazid.
Rahbar menegaskan bahwa resistensi Zainab al-Kubra (as) telah membuahkan
gerakan resistensi sepanjang sejarah dalam membela kebenaran. "Karena itu,
teladan dan orientasi kita dalam gerakan ini adalah Zainab (as) dan tujuan yang
harus dikejar adalah kemuliaan Islam dan masyarakat Islam serta kemuliaan
insani," kata beliau.
Dalam pertemuan akbar ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung ungkapan
‘lunak tapi unggul' yang beberapa waktu lalu beliau gunakan, seraya mengatakan,
"Sebagian orang menyebut ungkapan ‘lunak tapi unggul' sebagai langkah
melepas prinsip dan cita-cita pemerintahan Islam. Atas dasar itu, sebagian
musuh kita mengklaim bahwa pemerintahan Islam telah mundur dari prinsipnya.
Padahal semua kesimpulan itu tidak benar dan satu pemahaman yang buruk."
Beliau menambahkan, "Sikap lunak yang unggul berarti bermain cantik dengan
menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan berbagai cita-cita yang
didambakan oleh pemerintahan Islam."
Di antara cita-cita revolusi dan pemerintahan Islam yang disinggung Rahbar
adalah kemajuan dan membangun peradaban Islam yang agung. Cita-cita ini
merupakan gerakan bersama yang dilakukan secara bertahap.
Lebih lanjut beliau mempertanyakan, "Apakah penekanan pemerintahan Islam
akan kemajuan berarti kecenderungan pemerintahan Islam kepada perang? Apakah
pemerintahan Islam hendak menyulut masalah dengan semua bangsa dan negara di
dunia? Dan inilah yang sering kali terdengar dari mulut najis anjing-anjing
galak di kawasan ini, yakni Rezim Zionis Israel."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menambahkan, "Apa yang diklaim musuh justeru
berlawanan dengan pandangan dan perilaku Islam. Sebab, cita-cita pemerintahan
Islam sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur'an, Nabi Muhammad Saw dan para
Imam Suci (as) adalah keadilan, kebajikan dan sikap baik terhadap semua
bangsa.
Menurut beliau, bahaya sesungguhnya yang mengancam dunia adalah kekuatan jahat
global termasuk rezim ilegal Zionis dan para pendukungnya.
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa pemerintahan Islam selalu
mendambakan kasih sayang dan pengabdian kepada semua manusia serta memupuk
hubungan persaudaraan dengan semua bangsa.
Ditambahkannya, pemerintahan Islam bahkan tidak bermusuhan sama sekali dengan
rakyat Amerika, walaupun pemerintah AS bersikap arogan, memusuhi, keji dan
menaruh dendam terhadap bangsa Iran.
"Yang berseberangan dengan pemerintahan Islam dan dilawan oleh
pemerintahan Islam adalah arogansi," tegas beliau.
Lebih lanjut di depan puluhan ribu komandan Basij, Rahbar menjelaskan
kriteria-kriteria arogansi dan maniferasinya di zaman ini. Seraya menyatakan
bahwa arogansi atau istikbar adalah ungkapan yang ada dalam al-Qur'an, beliau
menegaskan, "Arogansi selalu ada sepanjang sejarah walaupun modus-modus
dan caranya berbeda."
Dalam menghadapi arogansi beliau menekankan untuk bersikap dan bertindak secara
logis dan cerdas serta terprogram, sama seperti menangani hal-hal yang lain.
Salah satu langkah awal dalam melawan arogansi adalah dengan mengenalnya secara
benar.
Mengenai kriteria kubu arogansi, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa
salah satu kriteria utamanya adalah anggapan dirinya sebagai yang lebih unggul
di atas yang lain. Ketika sebuah negara atau sistem hegemoni di kancah
internasional menganggap dirinya sebagai yang utama, poros, dan di atas yang
lain, maka yang akan muncul adalah percaturan global yang membahayakan. Di
antara dampak-dampaknya adalah anggapan akan hak mengintervensi urusan
negara-negara lain, memaksakan pandangan terhadap bangsa-bangsa lain, dan klaim
sebagai penguasa dunia.
"Retorika yang digunakan para petinggi AS saat berbicara memperlihatkan
bahwa mereka merasa memegang kendali atas nasib bangsa-bangsa lain dan
merekalah yang memiliki dunia dan kawasan ini," kata beliau.
Dampak buruk lainnya dari sikap congkak itu adalah keengganan untuk menerima
kebenaran. Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutkan salah satu contohnya yaitu
sikap AS dan kubu arogansi yang tidak bersedia mengakui hak bangsa-bangsa lain.
"Isu nuklir Iran adalah satu contoh jelas yang memperlihatkan penolakan
kubu hegemoni untuk mengakui hak bangsa lain," tegas beliau.
Padahal, lanjut beliau, setiap manusia atau negara yang menggunakan logika akan
tunduk dan menerima kata-kata yang benar. Lain halnya dengan kubu arogansi yang
tidak pernah bersedia menerima kata-kata pihak lain yang benar dan jelas.
Mereka hanya memikirkan upaya untuk menistakan hak bangsa lain.
Seraya menjelaskan bahwa kriteria lain dari arogansi adalah sikap yang
menghalalkan segala bentuk kejahatan terhadap bangsa lain, Rahbar menandaskan,
"Di mata kubu hegemoni, bangsa dan orang yang tak bersedia tunduk dan
menyerah kepadanya, tidak ada harganya dan mereka bisa diperlakukan dengan cara
seburuk apapun."
Menurut beliau, contoh dalam hal ini sangat banyak dan tak terbilang,
diantaranya adalah kejahatan keji dan menjijikkan yang mereka lakukan terhadap
warga pribumi benua Amerika, kejahatan Inggris terhadap warga pribumi
Australia, dan perbudakan paksa orang-orang kulit hitam asal Afrika yang
dilakukan oleh orang-orang Amerika. Contoh lain yang merupakan kejahatan di
zaman ini adalah tindakan AS yang menjatuhkan bom atom di Jepang.
"Di dunia ini, bom atom hanya digunakan dua kali dan keduanya digunakan
terhadap rakyat Jepang dan pelakunya adalah orang-orang Amerika. Meski sudah
melakukan kejahatan ini, AS justeru tampil sebagai pihak yang merasa berhak
mengambil keputusan dalam masalah nuklir," kata beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan kembali pembantaian dan penyiksaan rakyat
Vietnam, Irak, Pakistan dan Afghanistan oleh AS. "Penyiksaan keji yang
terjadi di Guantanamo dan Abu Ghraib tak akan pernah terlupakan," ungkap
beliau.
Untuk itu, beliau kembali menekankan keharusan mengenal kriteria kubu arogansi
sebagai langkah awal dalam melakukan perlawanan yang arif dan cerdas. Beliau
menambahkan kriteria lain kubu arogansi yaitu hipokritas dan kebohongan. Salah
satu modus yang biasa digunakan adalah melakukan kejahatan dengan dikemas dalam
bentuk pelayanan dan jasa.
Sebagai contohnya, kata beliau, untuk menjustifikasi kejahatan menjatuhkan bom
atom di Jepang, para petinggi AS lewat media propagandanya menyatakan, jika 200
ribu orang tidak terbunuh akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Perang
Dunia II tak akan berakhir dan akan ada dua juta orang lagi yang terbunuh dalam
perang. Karena itu, serangan bom atom ke Jepang pada hakikatnya adalah
pengabdian AS kepada umat manusia.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan, "Klaim itu terus diulang-ulang
padahal data-data yang ada menunjukkan bahwa beberapa bulan sebelum AS
melakukan kejahatan besar itu di Jepang, Hitler yang merupakan salah satu
penyulut PD II sudah bunuh diri, dan Mussolini pilar lainnya dalam PD II juga
sudah ditangkap dalam sebuah serbuan, sementara Jepang sendiri sejak dua bulan
sebelumnya sudah mengumumkan kesiapannya untuk menyerah."
Tujuan AS di balik kejahatan itu, kata beliau, adalah untuk mengujicoba senjata
barunya, yaitu bom atom, di medan perang yang nyata. Dan itu dilakukan meski
harus mengorbankan nyawa rakyat Hiroshima dan Nagasaki yang tak berdosa. Tapi
sekarang, kejahatan itu dikemas dalam bentuk sebuah pengabdian kepada umat
manusia.
Contoh lainnya adalah hipokritas sikap yang
ditunjukkan AS dan kubu hegemoni dalam kasus senjata kimia Suriah. Ayatollah
al-Udzma Khamenei mengatakan, "Para petinggi AS berulang kali mengaku
bahwa penggunaan senjata kimia adalah garis merah bagi mereka. Tapi dulu ketika
Saddam menggunakan senjata kimia untuk menyerang rakyat Iran, rezim AS bukan
hanya tak menunjukkan penentangan bahkan menyuplai rezim Saddam dengan minimal
500 ton bahan kimia yang sangat berbahaya. Bahan itulah yang digunakan untuk
membuat senjata kimia dan menyerang para pejuang Iran.
Contoh lain dari kejahatan AS adalah pembunuhan terhadap sekitar 300 penumpang
dan awak pesawat komersial Iran dan bantuan intelijen AS kepada rezim Saddam di
Irak.
Di bagian lain pembicaraannya, menyinggung konflik sepanjang sejarah antara
kubu kebenaran dan kubu arogansi, Rahbar mengajukan pertanyaan mendasar tentang
faktor yang memicu konspirasi dan permusuhan kubu arogansi terhadap Republik
Islam Iran? Jawaban pertanyaan ini bisa dilihat dari sejarah terbentuknya
revolusi Islam.
"Revolusi Islam rakyat Iran dan berdirinya pemerintahan yang diinginkan
bangsa ini adalah gerakan protes dan penentangan terhadap arogansi dan kaki
tangannya. Karena itu, kubu arogansi tak bisa menerima keberadaan pemerintahan
Islam ini," kata beliau.
Hal itu pula, menurut beliau, yang membuat semua Presiden AS memusuhi Iran
sejak kemenangan revolusi Islam dan melakukan berbagai konspirasi terhadap
Iran, seperti kudeta, menyulut sentimen etnis, mendorong Saddam untuk menyerang
Iran, membantu Saddam sepenuhnya, serta penerapan berbagai sanksi dan
intimidasi.
Rahbar juga menyebut Presiden AS saat ini sebagai pihak yang ikut berperan
dalam menyulut rangkaian kerusuhan dan fitnah pasca pemilu 2009 di Iran. Saat
ini yang dijadikan oleh AS sebagai alat untuk menundukkan bangsa Iran adalah
embargo. "Masalah mereka sebenarnya adalah karena mereka tidak mengenal
bangsa ini juga iman dan kekompakannya, selain itu mereka juga tak pernah mau
belajar dari kesalahan yang lalu," imbuh beliau.
Mengenai perundingan nuklir antara Republik Islam Iran dan enam negara (5+1),
beliau menyatakan dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara, dan
ini merupakan satu kewajiban. Meski demikian beliau mengingatkan bahwa hak-hak
bangsa Iran termasuk hak mengembangkan dan memanfaatkan teknologi nuklir untuk
tujuan damai bukan masalah yang bisa ditawar. "Dalam membela hak bangsa,
jangan sampai mundur meski hanya satu langkah," tegas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan sikapnya
yang tidak mencampuri rincian proses perundingan yang ada. Tapi, ada beberapa
garis merah yang harus dijaga. Beliau juga berpesan kepada tim perunding untuk
tidak takut menghadapi tekanan dan intimidasi apapun.
Mengenai sanksi dan embargo yang dijatuhkan AS dan kubu arogansi terhadap Iran,
beliau menegaskan, "Mereka keliru. Bangsa Iran tak akan pernah tunduk
kepada siapapun hanya karena tekanan dan intimidasi."
Beliau menambahkan, "Dengan inayah dan taufik Ilahi, bangsa Iran akan
berhasil menanggung semua tekanan ini dan akan mengubahnya menjadi
peluang."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut sanksi AS terhadap Iran sebagai langkah
yang sia-sia. Para petinggi AS juga menyadari bahwa sanksi ini tidak
menghasilkan apapun. Karena itu, seiring dengan sanksi mereka juga sering
mengumbar ancaman serangan militer, yang membuktikan bahwa sanksi tidak berguna
sama sekali.
Beliau menambahkan, "Sebaiknya Presiden dan para petinggi AS memikirkan
ekonomi mereka yang ambruk dan utang-utangnya supaya pemerintahan tidak
terhenti selama dua pekan, bukan malah mengumbar ancaman militer terhadap
bangsa Iran."
Rahbar menyebut bangsa Iran sebagai bangsa yang cinta damai dan menghargai
bangsa-bangsa lain. Meski demikian, jika ada yang mencari gara-gara, bangsa ini
siap melakukan tindakan yang tak terlupakan yang membuatnya menyesal.
Di akhir pembicaraannya, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa masa
depan yang cerah menanti bangsa dan negara ini. Untuk itu beliau berpesan
kepada para pemuda yang kelak akan memikul tugas yang berat ini supaya menempa
diri dengan ketaatan beragama, ketaqwaan, kesusilaan, dan kebersihan jiwa yang
diiringi dengan keilmuan, semangat, amanah, dan pengabdian kepada masyarakat. [tvshia/abna]
Kirim komentar