Ibnu Arabi
Ibnu Arabi
epistemologi Islam (epistemologi Ibnu Arabi), epistemologi itu adalah teori tentang
pengetahuan, teman-teman yang pernah belajar filsafat tahu, teori tentang pengetahuan, apa
itu pengetahuan ? bagaimana pengetahuan yang benar lalu bagaimana cara memperolehnya
? masalah-masalah ini dibicarakan oleh epistemologi, jadi ini salah satu contoh dari pada
filsafat, untuk hari ini kita akan bicara konsep Ibnu ‘Arabi tentang epistemologi, saya akan
mengawali tentang tempat pengetahuan dalam tradisi Islam atau dalam epistemologi Islam.
Pertama, itu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu alatnya apa ? alatnya
adalah kalbu jadi para nabi dan rasul itu menerima wahyu dengan kalbu bukan dengan akal.
Kemudian yang kedua itu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kasyaf , kasyaf itu
bahasa arab kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti penyingkapan,
2
pembukaan, penampakan, jadi yang tadinya tertutup oleh hijab jadi tersingkap. Jadi ada
hijab antara Tuhan dan manusia lalu hijab itu tersingkap, terbuka maka penyingkapan itu
disebut kasyaf. Ada kata-kata lain yang juga dianggap sebagai sinonim dengan kasyaf itu
adalah al-dzauq (rasa). Kemudian ada juga pembukaan, fathun, pembukaan itukan
penyingkapan juga, anda kalau lihat salah satu buku Ibnu ‘Arabi itu namanya al-futuhat almakkiyyah.
Futuhat itu jamak dari fathun. Fath itu pembukaan , penyingkapan, itu sering
juga diterjemahkan dengan revilition, wahyu itu juga penyingkapan, jadi tuhan
mengenalkan wahyu, menyingkapkan dirinya, jadi fathun, jadi khasaf itu sering
diselewengkan dengan al-dzauqo (rasa) kalau diterjemahkan, kemudian fathun. Alatnya apa
alatnya juga kalbu, (qolbun). Pengetahuan yang kedua ini itu dimiliki oleh para wali atau
para sufi dan para filsuf yang sufi. Jadi ada juga para filsuf yang sufi atau sebaliknya para
sufi yang filsuf. Ada beberapa tokoh atau pemikir muslim yang dianggap sebagai sufi tetapi
sebagai filsuf sekaligus atau filsuf yang dianggap sebagai sufi sekaligus. Misalnya Ibnu
‘Arabi, kalau anda tanya Ibnu ‘Arabi itu sufi atau filsuf, ya jawabya bisa dua-duanya
meskipun dia sendiri juga tidak mengaku sebagai filsuf. Lebih condongnya kepada
tasawuf, sufi, dia seorang sufi tapi orang sering juga menyebut dia juga seorang filsuf, atau
tasaufnya itu adalah tasawuf falsafi. Atau misalnya Suhrawardi syaihul israf pendiri filsafat
illuminasi, teman-teman yang belajar filsafat pasti tahu, dia itu filsuf atau sufi, ya duaduanya
ya filsuf ya sufi. Mulla Sadra anda tahukan Mullah Sadra, dari syiah itu juga begitu,
dia sufi atau filsuf, dua-duanya, ya sufi, ya filsuf, tapi mungkin Mulla Sadra itu lebih
condong kearah filsufnya dari pada kearah sufinya. Kalau Ibnu ‘Arabi kepada tasaufnya,
nah pengetahuan yang kedua ini yang diperoleh dengan kasyaf, itu dimiliki oleh sufi, wali
atau para filsuf yang sufi sekaligus. Kemudian yang ketiga, itu adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui penalaran (Nadhor: Arab) Fikr atau refleksi. Sedangkan alat yang dipakai
itu adalah akal (Aql: Arab) tapi ketika saya misalnya membaca beberapa terjemahan inggris
kata akal itu kadang-kadang diterjemahkan reason, kadang-kadang juga intellect, itu istilah
yang kadang membuat orang bingung. Kadang-kadang reason dan intellect artinya akal
juga kalau diterjemahkan ke dalam B. Indonesianya . padahal B. Arabnya cuma satu akal
aja. Jadi dalam B. Inggrisnya ada yang diterjemahkan ke dalam Reason dan ada yang
diterjemahkan Intellect. Bahkan ada lagi intelligent. Jadi udahlah kita pakai kata akal aja.
Pengetahuan yang ketiga ini itu adalah pengetahuan yang diperoleh oleh para Fuqoha.
Kirim komentar