Sejenak Bersama Al-Quran: Manfaat Amar Makruf dan Nahi Munkar
Sejenak Bersama Al-Quran: Manfaat Amar Makruf dan Nahi Munkar
Manfaat Amar Makruf dan Nahi Munkar
Allah Swt berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa." (QS. al-A'raf: 164)
Saya telah menuliskan lebih dari 10 manfaat memerintah dan melarang dalam buku Amar Makruf dan Nahi Munkar bahkan ketika telah melakukannya dan tidak ada pengaruhnya. Di sini, akan saya sebutkan ringkasannya[1] sehingga mungkin dapat menepis sikap diam, takut dan tidak peduli saat meninggalkan yang makruf dan melaksanakan yang munkar.
1. Terkadang kita melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar dan tidak berpengaruh, tapi patut diketahui bahwa itu berpengaruh dalam sejarah, fitrah dan cara pandang orang lain. Hal ini dapat disaksikan dalam peristiwa Asyura, dimana Imam Husein as gugur syahid guna menyadarkan hati nurani manusia sepanjang sejarah.
2. Terkadang perbuatan Amar Makruf dan Nahi Munkar memberi ruang dan mempertahankannya bagi orang lain. Sama seperti mengumandangkan suara azan yang hukumnya sunnah, sekalipun tidak ada orang yang mendengarnya atau berhenti ketika lampu berwarna merah, sekalipun tidak ada kendaraan yang lain. Karena menghormati undang-undang dan ruang untuk saling menghormati merupakan sebuah kewajiban.
3. Boleh jadi Amar Makruf dan Nahi Munkar yang kita lakukan tidak dapat mencegah orang dari berbuat dosa, tapi mengucapkannya terus menerus dapat membuat perbuatan dosanya terasa pahit atau setidaknya ia tidak dapat melakukan dosa dengan mudah.
4. Amar Makruf dan Nahi Munkar harus dilakukan demi melindungi kebebasan manusia. Karena tidak mengatakan sesuatu justru akan mengubah masyarakat hidup dalam kondisi tertekan, ketakutan dan kebungkaman.
5. Perbuatan Amar Makruf dan Nahi Munkar meletakkan manusia dalam satu posisi tertentu, sekalipun orang lain tidak mendengarkannya. Al-Quran menyebutkan, "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah..."[2]
6. Bila kita melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar tapi tidak berpengaruh bagi orang lain, setidaknya buat kita itu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. Itu merupakan jalan untuk melatih diri lebih berani dan memiliki komitmen atas agama ini.
7. Terkadang Amar Makruf dan Nahi Munkar tidak berpengaruh kepada orang lain, tapi suatu hari ketika orang itu sampai pada jalan buntu, maka hati nuraninya akan sadar dan memahami apa yang kita lakukan dan ucapan adalah benar. Dengan demikian, bila hari ini Amar Makruf dan Nahi Munkar tidak berpengaruh, suatu saat itu akan muncul dan mempengaruhinya.
8. Amar Makruf dan Nahi Munkar akan membuat hati seseorang lebih tenang. Setidaknya ia akan mengatakan, "Saya telah melakukan kewajibanku." Ketenangan jiwa ini sangat bernilai, sekalipun orang lain tidak mendengarkan.
9. Amar Makruf dan Nahi Munkar merupakan perilaku para nabi, sekalipun tidak ada yang mendengarkan seruan mereka. Allah Swt berfirman, "Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya."[3] Dalam banyak ayat al-Quran disebutkan masyarakat tidak mendengarkan ucapan dan bimbingan para nabi dan berpaling dari mereka. Dengan demikian, kita tidak boleh berharap semua orang akan mendengarkan ucapan kita.
10. Amar Makruf dan Nahi Munkar merupakan argumentasi terakhir kepada pelaku pelanggaran agar di Hari Kiamat nanti dia tidak berlasan bahwa tidak ada orang yang memberitahu aku tentang masalah ini. Hal yang sama juga bagi pelaku Amar Makruf dan Nahi Munkar. Di Hari Kiamat nanti tidak ada yang bertanya kepadanya mengapa engkau tidak menyampaikan.
11. Bila Allah menurunkan azab, mereka yang melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar akan selamat.
Bagaimanapun juga, para nabi dan wali Allah banyak yang gugur syahid demi menjalankan kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar agar jangan sampai kebenaran terlupakan dan sirna. Sebagaimana dalam ayat-ayat al-Quran menyebutkan, "Membunuh para nabi"[4], "Membunuh para nabi"[5] dan "Membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil"[6]. Dari ayat-ayat ini dapat dipahami terkadang dalam menjalankan Amar Makruf dan Nahi Munkar manusia harus berjalan sampai batas syahadah.
Imam Ali as dalam sebuah surat yang dituliskan kepada wakilnya mencela sikapnya hadir dalam jamuan orang-orang kaya.[7] Yakni, Imam Ali as ingin jangan sampai cara hidup zuhud dan sederhana ditinggalkan dan diganti dengan gaya kehidupan borjuis. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Mohsen Qarati, Daghayeghi ba Quran, Tehran, Markaz Farhanggi Darsha-i az Quran, 1388 Hs, cet 1.
[1]. Menarik bahwa saya menuliskan paragraf ini tepat di Pekan Amar Makruf dan di hari-hari Asyura, dimana Imam Husein as menyebut filosofi kebangkitannya dikarenakan masyarakat tidak lagi melaksanakan kebenaran dan tidak melarang dari perbuatan mungkar.
[2]. QS. al-Fusshilat: 33.
[3]. QS. as-Shaffat.
[4]. QS. Ali Imran: 112.
[5]. QS. al-Baqarah: 61.
[6]. QS. Ali Imran: 21.
[7]. Nahjul Balaghah, Surat 45.
IRIB
Kirim komentar