Akademisi Amerika Mengkritik Kebijakan AS di Mesir
Krisis politik di Mesir merupakan konsekuensi tak terduga dari penggulingan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak lewat kudeta, kata James Petras, seorang Profesor Sosiologi di Binghamton University mengatakan sambil mengkritik kebijakan AS di negara itu pasca periode Mubarak.
Menurut Petras, dalam wawancaranya dengan Press TV hari Sabtu (11/10/13), kekuatan Mubarak kembali lagi dan bahkan kekuatannya semakin besar. Hal itu membuat militer mampu memegang kendali penuh dan menekan Ikhwanul Muslimin.
"Sekarang, ada oposisi besar di negeri ini yang membawa serangkaian masalah bagi Washington," katanya.
Petras mengkritik AS karena tidak mendukung partai Ikhwanul Muslimin dalam kudeta yang dilakukan militer. Bahkan sejumlah besar anggota partai itu ditangkap oleh pasukan militer.
Masih menurut Petras, meski militer memiliki kecenderungan terhadap AS dan Israel tapi militer Mesir memiliki basis sosial sangat lemah. Hal itu bisa memicu kerusuhan mendalam di negara itu.
Washington menangguhkan bantuan militer sebesar $ 1.3 milyar untuk Mesir dalam upaya menekan Kairo mengakhiri pertumpahan darah di jalan-jalan yang sering terjadi sejak tergulingnya Morsi 3 Juli lalu.
"Washington sedang mencoba menekan militer untuk, setidaknya, melegalkan dan memasukkan Ikhwanul Muslimin ke dalam sistem politik...termasuk untuk beberapa kaum liberal sekuler," kata pensiunan akademisi itu.
Tapi banyak pengamat politik yang percaya bahwa AS akan gagal dalam usahanya karena bantuan militer AS sebagian besar bersifat simbolis dan tak memberi dampak nyata pada situasi di Mesi.
[tvshia/islamtimes]
Kirim komentar