Apakah Pekerjaan Para Imam Maksum Sehingga Bisa Banyak Bersedekah?
Mengingat bahwa para Imam Maksum As merupakan manusia-manusia sempurna dari berbagai sisi dan di antaranya adalah aql ma’âsy(fakultas rasional untuk mengatur dan memenej keseharian) dan dalam bidang perdagangan. Karena itu, tentu saja mereka mampu menghasilkan harta yang melimpah.
Berdasarkan beberapa riwayat dan hadis, pekerjaan para Imam Maksum adalah bertani, berkebun, dan lain sebagainya. Di sini kami akan menyebut dua jenis pekerjaan para Imam Maksum As sebagaimana berikut ini:
1. Ali As menggali banyak sumur di Madinah yang dikenal sebagai “Abyar ‘Ali.” Demikian juga beliau menghidupkan banyak tanah tandus dan membuat ladang-ladang yang hingga sekarang ini masih dapat terlihat peninggalannya. Dalam riwayat disebutkan bahwa tatkala Amirul Mukminin Ali As usai berjihad, beliau meluangkan waktu untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat dan memutuskan perkara di antara mereka, sewaktu rehat dari tugas ini, beliau mengabiskan waktu untuk bekerja dan tatkala bekerja lisan beliau sibuk berzikir di salah satu kebun yang dimilikinya.”[1]
2. Abi Amru Syaibani berkata, “Saya melihat Imam Shadiq As bekerja di kebunnya. Di tangannya ada pacul dan beliau mengenakan pakaian kasar. Dan keringat mengucur dari kulitnya yang suci. Saya berkata, “Semoga aku menjadi tebusanmu (Wahai Imam)!” Biarkan saya menolong Anda. Imam Shadiq As bersabda, “Saya suka (melihat seorang) pria yang bersusah payah di bawah terik matahari untuk memperoleh mata pencarian hidup.”[2]
3. Muhammad bin ‘Azafar menukil dari ayahnya bahwa Imam Shadiq As memberikan seribu enam ratus Dinar dan meminta supaya saya menggunakan uang tersebut untuk berniaga dan juga bersabda bahwa “Aku tidak begitu senang terhadap keuntungan (dari uang tersebut) meski setiap orang senang terhadap keuntungan, namun saya ingin Tuhan melihat saya sibuk mencari nikmat-Nya.”[3]
4. Hisyam bin Ahmar berkata, “Saya pergi ke hadapan Imam Shadiq As untuk menanyakan kedudukan dan makam Mufadhdhal bin ‘Umar. Imam (ketika itu) sibuk bekerja di kebunnya. Suhu udara sangat panas dan keringat mengucur dari wajahnya.”[4]
5. Abul A’la berkata, “Saya berjumpa dengan Imam Shadiq di tengah jalan di Madinah. Ketika itu hari sangat terik. Saya berkata, “Semoga Aku menjadi tebusanmu (wahai Imam)! Dengan kedudukan Anda di hadapan Tuhan dan juga kekerabatan dengan Rasulullah Saw, mengapa Anda menyusahkan diri Anda pada hari yang terik ini? Imam Shadiq As bersabda, “Abul A’la! Saya keluar untuk mencari rezeki sehingga aku tidak merasa membutuhkan kepada orang sepertimu.”[5]
6. Ali bin Abi Hamzah menukil dari ayahnya bahwa ia berkata, “Aku melihat Abu al-Hasan Imam Musa Kazhim As bekerja di sebuah ladang miliknya, dan kakinnya berpeluh dengan keringat. Aku berkata, “Semoga Aku menjadi tebusanmu wahai Imam! Kemana gerangan para pekerja Anda? Imam Musa As bersabda, “Wahai Ali! Ada orang yang bekerja dengan tangannya sendiri di ladangnya sendiri yang lebih baik dari aku dan ayahku.” Siapakah gerangan orang itu? Tanyaku. Imam As bersabda, “Rasulullah Saw dan Amirul Mukminin Ali As dan semua ayah-ayahku yang bekerja dengan tangan mereka sendiri. Bekerja dengan tangan sendiri adalah pekerjaan para nabi, rasul, washi dan orang-orang shaleh.”[6]
Dengan memperhatikan beberapa hal di atas dan ha-hal yang semisal dengannya yang termaktub dalam literatur-literatur riwayat dan sejarah dan lainnya kita jumpai bahwa para Imam Maksum As adalah orang-orang yang giat dan aktif bekerja. Dan meski mereka memiliki para pembantu namun mereka sendiri turun tangan untuk bekerja. Karena itu, sebagai konsekuensinya tentu saja banyak harta yang mereka peroleh dan kebanyakan dari harta tersebut didermakan dan diinfakkan di jalan Allah. [IQuest]
[1]. Mustadrak al-Wasâil, Muhaddits Nuri, jil. 13, hal. 25, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 1408 H.
[2]. Al-Kafi, Kulaini, jil. 5, hal. 76, Islamiyah, Teheran, Cetakan Kedua, 1362 S.
[3]. Bihâr al-Anwâr, Allamah Majlisi, jil. 47, hal. 56 dan 99, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon, 1404 H. Zendegâni Hadhrat Imâm Ja’far Shadiq As, Khusru Musawi, hal. 42 & 43, Teheran, Cetakan Kedua, 1398 H.
[4]. Bihâr al-Anwâr, jil. 47, hal. 340. Zendegâni Hadhrat Imâm Ja’far Shadiq As, hal. 287.
[5]. Bihâr al-Anwâr, jil. 47, hal. 56 dan 99. Zendegâni Hadhrat Imâm Ja’far Shâdiq As, hal. 42 & 43.
[6]. Al-Hayât, Ikhwan Hakimi, Ahmad Aram, jil. 5, hal. 477, Daftar Nasyr-e Farhanggi Islami, Teheran, Mukarrar, 1380 S.
Kirim komentar