Imam Shadiq as, Imam Besar yang Ditutupi dari Pandangan Umat Islam

Imam Shadiq as bagian 1

Kebanyakan Umat Islam tidak mengenal siapa itu Imam Shadiq as, manusia besar, ulama besar, pemikir besar, manusia yang memberikan sumbangan besar bagi Islam, bahkan bagi perkembangan pemikiran umat manusia.

Hal ini dapat dilihat dari pengakuan Malik bin Anas salah satu ulama besar sunni berkaitan tentang beliau, ulama-ulama lain pun tidak sedikit yang mengakui kebesaran Imam Shadiq as. Namun akibat kondisi politik maka berbagai usaha dilakukan oleh para penghianat islam dengan menyembunyikan dan memutarbalikkan fakta tentang beliau sehingga masyarakat islam sendiri tidak mengenali siapa yang telah membimbing mereka dengan pemikiran-pemikiran cerdas, penguasa berperan besar dalam hal ini.

Para pembesar ulama islam berkata jika ada seorang manusia ingin bergerak menuju Allah maka wajib baginya membaca hadis Unwan Bashairi [عنوان‌ بصري] setidaknya sekali seminggu. Hadis dari Imam Shadiq as yang disampaikan pada Bashir sehingga terkenal dengan nama hadis Unwan Bashir. Sebuah hadis yang berisi nasihat-nasihat masalah akhlak. Sehingga bisa bertafakur dengan isi dari hadis tersebut serta menjalankan isi kandungannya. Ini adalah salah satu karya besar Imam Shadiq as, karya yang menjadi jalan pasti seorang hamba menuju jalan Tuhan dan mencapai sang Kausa Prima.

Dengan semua keilmuan dan kebesarannya sebagai hasil dari provokasi sampai-sampai muncul orang-orang yang menanyakan apakah benar Imam Shadiq as itu memang benar-benar alim ulama, apakah benar dia orang besar dan semacamnya. Disini terlihat kalau para penanya ini telah ditutup mata mereka, di tutup telinga mereka. Mereka didoktrin untuk pura-pura tidak sadar sehingga tidak bisa disadarkan akan hakikat kebenaran siapa sebenarnya Imam Shadiq as.

Imam Shadiq as sebagai salah satu ahlul bait Nabi, salah satu washi Nabi setelah imam-imam sebelumnya, sebagai ulama yang telah mendidik ribuan ulama yang akhirnya para penimba ilmu beliau menjadi para penemu metodologi-metodologi terbaru. Beliau tidak dinilai apa-apa. Sebagai salah satu pemikir islam, pendedah landasan dasar keilmuan dianggap tidak memiliki peran apapun dalam keilmuan. Murid-muridnya mengadakan kompilasi ratusan kitab dalam berbagai disiplin ilmu dan sastra. Selain ilmu fiqh, hadis, tafsir, dan sebagainya, Imam juga mengajarkan matematika dan kimia kepada beberapa orang muridnya. Jabir bin Hayyan Tusi, seorang ilmuwan matematika ternama, merupakan salah seorang murid Imam yang dapat mengambil manfaat dari ilmu dan bimbingan Imam dan mampu menulis empat ratus kitab dalam subjek yang beragam.

Bahkan para ilmuan-ilmuan islam seperti penemu angka nol banyak yang menyangka itu adalah orang barat, padahal AlKhawarizmi adalah seorang muslim 250 tahun sebelum barat mengenal angka Nol Khawarizmi sudah memperkenalkannya pada dunia keilmuan. Kurang lebih seperti inilah kasus tentang Imam Shadiq as, Imam Shadiq as dan juga para imam-imam maksum mengalami perlakuan ini, bahkan perawi sekelas Bukhari sepertinya "tidak sudi" menggunakan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para imam-imam suci, terlepas apakah hadis itu benar-benar datang dari Nabi saaw atau tidak.

Dalam sejarah kita bisa menemukan sebuah kenyataan bahwa beberapa ulama besar ahlu sunnah seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi), Qadhi Sukuni, Qodhi Abu Bakhtari, dan Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki) juga turut serta dimajlis pendidikan yang diisi oleh Imam Shadiq, jadi mereka belajar langsung pada Imam besar Syiah ini. Namun karena tidak ingin ajaran ahlul bait tersebar luas maka pihak penguasa pada waktu itu berusaha sekuat tenaga sehingga nama Imam shadiq tidak terdengar, ajaran beliau tidak berkembang. Coba kita lihat apa kata Malik bin Annas tentang Imam Shadiq as, Dari Malik bin Anas

Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq:

"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:

  1. beliau sedang salat,
  2. beliau sedang berpuasa,
  3. beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.

Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Ia seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."[i]

 

Ketika ahlu sunnah masih mempercayai Malik bin Annas sebagai ulama besar mereka, bahkan menjadikan dia sebagai sang pendiri madzhab Maliki dalam bidang fikih maka sudah semestinya mereka juga mengakui Imam Shadiq as, karena Imam mereka sendiri mengakui dengan jujur kebesaran pribadi beliau. Jika mereka menolak Imam Shadiq as maka sejatinya mereka sedang meragukan  Imam besar mereka sendiri.

Ketika kita merujuk pada ilmu-ilmu yang Imam Shadiq as wariskan dalam riwayat-riwayat yang disampaikan beliau pada para sahabat maupun pada putra beliau yang selanjutnya menjadi imam penerus, akan kita dapati bahwa ilmu beliau menjadi salah satu media yang bisa menjawab berbagai persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat, para marja sebagai pihak yang memiliki yuridis untuk mengolah dan meneliti hadis-hadis untuk kemudian dijelaskan pada masyarkat sangat terbantu dengan adanya hadis-hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq as.




[i] kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104

Kirim komentar