Tafsir surat Naba, Tentang Berita yang Besar
Bismillahirahmanirahim,
Malam-Malam Qadr adalah hari-hari kesedihan bagi umat Islam, hari pada saat Sahabat terdekat Nabi saaw di pukul dengan pedang dimana akibat sabetan pedang itu beliau syahid meninggalkan dunia fana ini.
Pada kesempatan ini kami akan mengupas sekilas tentang tafsir surah Naba, surah yang terletak di awal juz Amma, Juz ke 30 dari AlQuran. Amma yatasa'alun, masyarakat sedang bertanya-tanya tentang apa, anin nabail adzim tentang perkara besar, alladzi hum fihi mukhtalifun, perkara yang mereka berselisih pendapat didalamnya. Kalla saya'lamun, [sesungguhnya mereka tidak akan tetap berselisih dalam hal ini], karena mereka akan segera mengetahuinya. Tsuma kalla saya'lamun, kembali hal itu juga akan kembali menjadi jelas bagi kalian, berita tentang apakah ini? Inayah, pemberian dan anugrah besar apakah yang menjadi pokok perselisihan umat islam sehingga diangkat Quran ditempat Khusus disurah Naba ini?
Apakah berita tentang Allah? Jelas tidak sebab seluruh umat Islam meyakini keberadaan Allah sebagai Tuhan mereka apakah tengan Nabi? Ini juga bukan sebab seluruh Umat Islam meyakini kenabian dan risalah Nabi Muhammad rasul utusan Allah. Apakah itu adalah Quran? Jelas juga bukan sebab seluruh umat Quran meyakini AlQuran sebagai wahyu dari Allah yang diturunkan bagi manusia melalui manusia terkasih-Nya.
Apa yang mejadi pembahasan berlarut-larut dan masih terus diperbincangkan adalah pembahasan tentang kekhalifahan setelah Nabi, wilayah kepemimpinan umat manusia, dimana Imam Ali as di perang shifin berkata ana nabaul Adzim.
Dalam sebuah hadis disebutkan
عن أبي جعفر ع قال قلت جعلت فداك إن الشيعة يسألونك عن تفسير هذه الآية عَمَّ يَتَساءَلُونَ عَنِ اَلنَّبَإِ اَلْعَظِيمِ قال فقال ذلك إلي إن شئت أخبرهم قال- فقال لكني أخبرك بتفسيرها- قال فقلت عَمَّ يَتَساءَلُونَ قال كان أمير المؤمنين ع يقول ما لله آية أكبر مني- و لا لله من نبإ عظيم أعظم مني- و لقد عرضت ولايتي على الأمم الماضية فأبت أن تقبلها- قال قلت له قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ- أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ قال هو و الله أمير المؤمنين ع[1]
Dari Abi Jafar As, Aku berkata, aku menjadi tebusanmu, sesungguhnya Syiah bertanya-tanya tentang penafsiran ayat ini عَمَّ يَتَساءَلُونَ عَنِ اَلنَّبَإِ اَلْعَظِيمِ ia mengatakan bahwa dia berkata anda berkat jika anda ingin memberitahu mereka, beliau berkata, tetapi aku akan mengatakan beserta interpretasinya beliau berkata Mereka bertanya-tanya tentang [wilayah, imamah] amirul mukminin as. Imam Ali berkata apakah ada berita lebih besar disisi Allah lebih besar dari aku, dan tidak ada berita lebih besar dibanding berita tenagn aku[ ketika para imam berbicara memperbandingkan seperti ini disini beliau hanya memperbandingkan dengan manusia-manusia biasa jadi para Nabi dan Maksumin tidak termasuk didalamnya] dan aku sudah paparkan tentang wilayah kepemimpinanku dihadapan para umat sebelumnya dan mereka menolaknya, Beliau berkata padanya katakanlah dia adalah berita besar, kalian menyangkalnya, beliau berkata dia demi Allah adalah Amirul Mukminin.
Imam Ali berkata "Ana Nabaul Adzim Aku adalah berita besar allati fi yakhtalaftum wa fi khilafati tanaza'tum, berita yang terkait berita itu manusia saling berselisih pandang.
Berita itu adalah Ali bin Abi Thalib, tentang wilayah, tentang khilafah, berita itu berkaitan dengan dalil dalil aqli dan naqli yang menjelaskan keimamahan Imam Ali as.
AlQuran setelah menjelaskan bahwa manusia berselisih pandang juga menjelaskan bahwa manusia akan segera menyadari apa yang menjadi bahan perselisihan diantara mereka kalla saya'lamun. Dan dari itu akan menjadi jelas sebenarnya hak itu ada dipihak siapa, di pihak mana.
Disebutkan juga bahwa kalla saya'lamun yakni manusia ketika di alam barzah akan mengetahui bahwa perselisihan masalah wilayah setelah Nabi jawabannya adalah bahwa sebenarnya Ali yang paling berhak, dan dalam tsumma kalla saya'lamun sesungguhnya manusia di hari Qiamat akan mengetahui juga bahwa memang benar Ali adalah khalifah dan Imam yang sah setelah kepergian Nabi, manusia yang paling berhak memimpin ummat setelah Nabi meninggalkan dunia fana ini.
Di barzah kita akan segera ditanyai man robbuk, man nabiyuk, siapa Tuhanmu, siapa nabimu, dan juga ditanya man imamuk, siapa yang menjadi Imammu?
Kembali pada hari kiamat permasalahan ini juga akan mencuat dan menjadi jelas kebenaran ada dipihak mana.
Dimalam-malam Qadr selayaknya kita memfokuskan diri sehingga kita tergolong kepada mereka yang benar dalam melewati pertanyaan-pertanyaan di alam barzah dan juga di hari kiamat kelak. Dimalam qadr malam yang menjadi saksi kesyahidan imam pertama imam Ali as, imam yang secara resmi dipilih oleh Allah melalui NabiNya.
Pada saat memasuki alam barzah seluruh manusia akan mengakui bahwa memang benar Imam Ali adalah manusia yang berhak, khalifah yang berhak, jadi sungguh betapa besar penyesalan mereka yang meninggalkan Imam Ali as dalam kesendirian.
Kita lihat mereka-mereka yang memilih langkah Imam Maliki, Hanafi, Syafi'i atau Hanbali, siapa imam setelah Nabi yang akan mereka ajukan sebagai jawaban man imamuk, apakah mereka akan menyebutkan Quran sebagai imam mereka, padahala Quran adalah jawaban untuk pertanyaan ma kitabuka, apa kitabmu.
Apakah tidak mereka dengar Nabi saaw berkata, man kuntu maulah fa hadza Aliyun Maulah, barangsiapa mengakui aku sebagai pimpinannya maka ini Ali sebagai pimppinan baginya. Bahkan pada peristiwa Ghadir Nabi mengangkat tanggan Ali dihadapan para sahabat-sahabat beliau dan menunjukkan pada semua bahwa Ali adalah wasyi selepas kepergian Nabi saaw.
Sesungguhnya wali kalian adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).[2]
Apakah sebelumnya tidak membaca diberbagai kitab rujukan yang menunjukkan bahwa ayat diatas berkaitan dengan Ali Bin Abi Thalib. Jadi Ali adalah salah satu orang yang menjadi Wali bagi seluruh umat manusia, wali bagi orang-orang yang beriman.
Apakah tidak tahu dalam kasus mubahalah, sebagai wujud anfusana maka Nabi saaw memanggil Ali bin Abi Thalib bukan sahabat lainnya.
Kala itu umat Nasrani dari Najran begitu penasaran pada siapa yang akan diajak Nabi untuk bermubahalah, beradu argumen langit menghadapi mereka, orang yang dijadikan perwakilan untuk mendevinisikan Islam yang sebenarnya, orang yang mewakili umat Islam lainnya. Ternyata lima orang yang diajak Nabi adalah Fatimah sa, Imam Hasan as, Imam Husain as, dan Ali bin Abi Thalib as.
Nabi saaw juga berkata, "Ana Madinatul Ilmi wa Aliyun Babuha" Aku adalah kotanya Ilmu dan Ali adalah pintunya," ini berarti tidak ada orang yang memasuki kota ilmu Nabi saaw kecuali melalui pintunya. Jika ada yang mengaku telah memiliki ilmu nabi secara sempurna tapi dia tidak melalui jalan resmi yakni bertanya langsung pada Ali bin Abi Thalib maka pantas dipertanyakan keasliannya. Secara sederhana dapat kita katakan bahwa Ali adalah satu-satunya manusia yang mewarisi ilmu Nabi jadi pada saat Nabi sudah tiada ketika ingin mendapatkan ilmu dari Nabi saaw cukup mendatangi Ali bin Abi Thalib as, jadi Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya manusia paling berilmu setelah Nabi dibanding seluruh sahabat yang ada, baik ilmu dalam pemerintahan, ilmu masalah ibadah, ilmu tentang muamalah, ilmu tentang management manusia dan alam semesta. Bukankah manusia seperti ini yang paling layak dijadikan sebagai pimpinan manusia bukan malah orang lain yang tidak jelas penetapan kekhalifahannya oleh siapa.
Bahkan laula Ali lahalaka Umar, jika Ali tidak ada maka celakalah Umar, ilmu Ali jelas lebih tinggi dibanding Umar bin Khatab, dalam segala keilmuan, jika ada yang berani berkata bahwa Ali as memiliki ilmu lebih tinggi dibanding Umar dalam ilmu fikih saja, atau berkata Ali tidak mumpuni dalam mengelola pemerintahan maka secara tidak langsung dia sedang menghina Nabi sebab Ali adalah pintu ilmu Nabi, babun ilmu nabi, pintu ilmu Nabi semestinya mengetahui seluruh warisan ilmu Nabi yang dibutuhkan umat untuk menuju jalan kebenaran, jadi disini kami berani berkata sesungguhnya Ali jauh lebih berhak menjadi khalifah dibanding sahabat lainnya pada waktu itu. Beliau adalah orang no satu dalam pengelolaan pemerintahan.
Mungkin ada yang menyangkal dimana dalam pemerintahan Imam Ali banyak sekali terjadi pemberontakan, pemerintahan juga tidak stabil, masalahnya bukan karena Ali yang menjadi khalifah tapi karena pada saat beliau memimpin masyarkat sudah teracuni dengan kondisi pemerintahan sebelumnya dimana pada pemerintahan sebelumnya banyak sekali terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme, sedang Ali bin Abi Thalib.
Yauma nadu biunasin biimamihim, (Al Isra :71) hari ketika seluruh manusia dipanggil bersama imam merek. Ketika manusia tidak tahu siapa imamnya siapa yang menjadi pemimpinnya apa yang bisa ia lakukan, apakah mereka punya pilihan untuk diam?
Kirim komentar