Pengakuan Diri Sebagai Syiah Harus Dibuktikan
Majelis malam Lailatul Qadr malam ke 21 Ramadhan senin (29/7) di Madrasah Amirul Mukminin Qom telah berlangsung dengan kehadiran ulama Marja Taklid dan Mufassir Al-Qur'an Ayatullah al Uzhma Nashir Makarim Shirazi.
Majelis tersebut dimulai dengan pembacaan Do'a Jauzan Kabir yang berisi seribu asmaul husna yang dilanjutkan dengan pembacaan syair dan kidung kesedihan atas syahidnya Imam Ali bin Abi Thalib as. Dan diakhir acara, Ayatullah al Uzhma Makarim Shirazi menyampaikan ceramahnya dihadapan ribuan jama'ah yang hadir.
Dalam ceramahnya tersebut Ayatullah Makarim Shirazi menyampaikan, "Semua yang hadir malam ini di majelis adalah dalam rangka menghidupkan malam Lailatur Qadr, malam yang penuh dengan keberkahan, malam yang sangat istimewa untuk menghidupkan sisi ruhaniat dan maknawiyat manusia, manfaatkanlah malam ini untuk mendo'akan agar masalah-masalah yang dihadapi dunia Islam hari ini bisa terselesaikan dan tertuntaskan dengan penyelesaian yang baik."
"Diantara amalan terbaik pada malam Qadr adalah bertaubat dari dosa-dosa. Kemungkinan jatuhnya malam Qadr itu sebagaimana riwayat yang kuat diantara malam 21 dan 23, pada kedua malam itu sibukkanlah diri dengan membahas ilmu-ilmu agama, tafsir Al-Qur'an dan hadits-hadits, itu juga diantara amalan malam Qadr yang sangat luar biasa manfaatnya." Lanjutnya.
Pada bagian lain ceramahnya, ulama marja taklid tersebut mengatakan, "Tidak sedikit yang telah berdusta menyatakan diri sebagai nabi. Namun untuk mengetahuinya sangat mudah. Sebab Nabi-nabi Allah mengajak umat manusia kepada pencerahan ilmu dan pengetahuan, sementara nabi-nabi palsu mengajak masyarakat kepadaha kebodohan dan kejahilan."
"Para pendakwah ajaran sesat menyatakan, masyarakat harus memutuskan hubungan dengan ulama. Mereka menyatakan kebencian dan permusuhan dengan ilmu. Dan dalam tulisan-tulisan mereka, dengan bangga menyatakan telah memutuskan hubungan dengan para ulama dan kitab-kitab Islam."
Dalam lanjutan ceramahnya, mengenai pentingnya ilmu dan keutamaan yang dimiliki orang-orang yang berilmu. Penulis kitab tafsir al Amtsal tersebut menyatakan, "Dalam sebagian hadits Imam Ali as kepada sahabatnya Kumail, beliau membandingkan antara ilmu dengan harta. Dan Imam Ali as menjelaskan lima kelebihan ilmu dibandingkan harta. Pertama, ilmu itu menjaga pemiliknya dari kesalahan dan kesesatam, namun harta, pemiliknyalah yang kerepotan menjaganya. Kedua, harta jika kamu berikan keorang maka akan berkurang, sementara ilmu, semakin dibagikan dan disebar justru ilmu dan pemahaman akan semakin bertambah, tidak berkurang. Ketiga, jika pemilik harta kehilangan hartanya atau mengalami musibah kemiskinan, maka tidak lama orang-orang akan melupakannya. Namun pemilik ilmu, jika ia sakit dan terkena musibah sekalipun, orang-orang tidak akan mengurangi sikap penghormatan dan pengagungan kepadanya, dan orang-orangpun akan selalu mengenang orang-orang yang memiliki ilmu. Keempat, hukumah dan pemerintahan itu dibangun diatas ilmu, bukan diatas harta. Karena pengelolaan harta negara, perekonomian dan sebagainya semuanya dikelola dengan berdasar pada ilmu. Kelima, mereka yang memiliki ilmu akan senantiasa dikenang dan jasa-jasanya disebut, meskipun telah lama tiada. Sampai hari ini kita mengagungkan Syaikh Anshari, Syaikh Mufid, Allamah Majelisi dan ulama besar lainnya karena ilmu dan jasa mereka yang besar terhadap penyebaran dan pelestarian ilmu-ilmu agama. Sementara hartawan namanya terkubur liang sejarah, dan tidak banyak yang akan mengenangnya.
"Yang patut dibanggakan, Islam sangat mendorong dan mendukung kemajuan ilmu. Islam memotivasi pengikut-pengikutnya untuk gigih menuntut ilmu. Dan mengganjar pahala yang besar kepada para penuntut ilmu. Karenanya saya nasehatkan, khususnya kepada kaum muda, agar memanfaatkan waktu sebailk-bainya. Dengan banyak belajar dan menuntut ilmu. Dimana dan kapanpun sempatkanlah untuk mengkaji al-Qur'an, Nahjul Balaghah dan sahifah Sajjadiyah. Dengan mengkaji dan menguasai ilmu keislaman, maka kita dapat membendung tersebarnya pemahaman sesat."
"Diantara penyebab penyakit sosial yang timbul dimasyarakat karena menyebarnya khurafat dan takhayul. Khurafat sama sekali tidak berkesusaian dengan ilmu akal dan ilmu nakli. Tidak akal menerimanya, dan tidak juga dari Nabi dan Para Aimmah as. Yang menjadi tetap bertahannya khurafat ditengah-tengah masyarakat karena prasangkaan dan keengganan menuntut ilmu, mereka hanya taklid dan ikut-ikutan saja dengan apa yang telah menjadi tradisi masyarakat yang telah turun temurun. Misalnya mereka berkeyakinan bahwa angka 13 itu pembawa sial. Karenanya ketika bepergian dengan kereta api, mereka menolak jika mendapat kamar nomor 13, karena diyakininya akan membawa sial dan bencana. Bahkan saya mendengar bahwa tidak sedikit hotel yang tidak menyediakan kamar dengan nomor tersebut."
"Diantara khurafat lainnya, adalah pada saat penyelenggaraan pesta pernikahan. Mahar yang seharusnya dipermudah, malah dipersulit dengan keyakinan-keyakinan khurafat. Misalnya disebutkan, mahar yang harus diberikan laki-laki kepada mempelai perempuan adalah 313 sekke emas, sebab itu akan lebih disukai karena sesuai dengan 313 jumlah pasukan Imam Mahdi kelak. Padahal itu hanya khurafat saja dan keyakinan yang sama sekali tidak berdasar."
Ayatullah Makarim Shirazi selanjutnya menyebutkan bahwa teladan terbaik dalam membina keluarga setelah Nabi adalah Imam Ali as da istrinya, Fatimah binti Rasulullah. "Mengapa kita tidak memperhatikan dan mengambil banyak keteladanan dari keluarga suci tersebut. Jumlah maharnya, acara walimahnya, kecintaannya dan ketelatenan mereka dalam membina dan menjaga keutuhan rumah tangga.
Dibagian akhir ceramahnya beliau memesankan, "Perhatikan, negara kita berpenduduk mayoritas muslim Syiah. Mazhab resmi yang ditetapkan negara adalah Syiah. Dan peraturan dan perundangan berpedoman terhadap perkataan-perkataan ulama Syiah. Namun mampukah kita mempertanggungjawabkan pengakuan tersebut, kalau ternyata kebanyakan yang kita lakukan adalah penyimpangan agama?. Karenanya, pengklaiman kita sebagai Syiah, pengakuan sebagai pecinta Ahlul Bait, harus benar-benar ditunjukkan dan dibuktikan dengan menjadi Syiah yang sejati, sebagaimana yang dituntunkan agama."
ABNA
Kirim komentar