Diantara dua Negeri

Diantara dua Negeri

KALAU DIHADAPKAN PADA dua pilihan ini, mana yang lebih Anda pilih?

I. Hidup di negeri yang memberikan kebebasan total. Prinsip utama negeri itu adalah kebebasan individu. Tidak boleh ada apapun yang mencoreng kebebasan. Apapun yang dilakukan oleh negera bertujuan menjaga berjalannya kebebasan di tengah masyarakat. Sekiranya ada hambatan (misalnya, undang-undang atau ajaran) yang terkesan mengurangi penyaluran kebebasan, maka seluruh komponen masyarakat turun tangan dan menyingkirkannya. Pokoknya, negeri itu bercita-cita agar Anda dan semua orang di sekitar Anda, bebas berbuat apa saja.

Kegiatan ekonomi di negeri itu laksana pertandingan tinju kelas berat. Selain masalah nasib mujur, Anda harus berdarah-darah untuk mendapatkan beberapa lembar uang. Terkadang juga Anda harus melakukan hal-hal yg tidak Anda sukai, seperti menyikut teman sendiri, melukai hati kekasih, mengingkari janji, berbohong, korupsi, menyogok, mendurhakai orangtua dan sebagainya.

Proses politik di negeri itu juga berhubungan erat dengan seberapa tebal kantong Anda. Jika ada sekelompok pengusaha kaya di belakang Anda, peluang Anda untuk menang dan berkuasa jadi lebih besar. Dengan duit, Anda bisa memainkan bola kebebasan seperti Leonel Messi menggocok bola di lapangan hijau.

Di negeri itu, kalangan miskin harus berjuang menerjang sengitnya kompetisi dan pasar bebas yang melelahkan, sementara kalangan berduit menerapkan bagi hasil yang menyenangkan. Semboyan utamanya adalah "Money Talks, Bullshit Walks".

Untuk membuat urusan lebih rumit, di negeri itu ada perangkat-perangkat hukum yang tidak bekerja kecuali ada 'pelicin'. Jika Anda kena musibah, semisal rumah kemalingan, maka Anda harus berhadapan dengan petugas yang mengeluhkan bahwa rokoknya hampir habis, tinta printer di kantornya tidak ada, AC di ruang kerjanya tidak dingin, anaknya mau sekolah dan sebagainya dan sebagainya. Setelah suatu penyidikan, Anda masih harus menunggu kasus itu masuk lembaga peradilan. Di sana, orang-orang yang bekerja juga bakal meminta uang untuk rokok, transportasi, telekomunikasi, biaya pengadilan dan sebagainya. Orang tidak berduit jangan harap bisa dengan mudah keluar dari kemelut perkara hukum sebagai pemenang.

Lebih dari itu, masyarakat di negeri ini hidup dalam kecemasan akan datangnya masa-masa ketika dia harus berurusan dengan aparat hukum. Sekalipun di mana-mana orang meneriakkan “SUPREMASI HUKUM”, tapi mereka sebenarnya tetap ingin “SUPREMASI DUIT”. Hukum boleh ditegakkan, kata mereka, sepanjang kepentingan dan tebal tipisnya dompet mereka tidak terusik.

Selamat datang di negeri individualisme dan egoisme. Di sinilah impian-impian terjauh dan fantasi-fantasi terliar manusia bisa digapai. Satu catatan: untuk itu, Anda harus menumpuk duit atau bergaul dengan para penumpuk duit. Tanpa D-U-I-T, Anda hanya akan jadi pil koplo orang-orang berduit.

Di negeri ini, semua orang harus mengasah ketajaman berbohong, keahlian bersilat lidah, membaca tren pasar dan trik-trik pemasaran dan sebangsa dan setanah airnya. MONEY TALKS, BULLSHIT WALKS. Energi bangsa di negeri ini tercurah untuk satu tujuan: mencari duit. Jelas ada banyak cara untuk membuat 'masalah usang' itu terlihat menantang. Ada sederet istilah keren seperti pembangunan, pengentasan kemiskinan dan sebagainya yang tiap tahun bisa diwacanakan dan diproduksi oleh penguasa berduit.

II. Anda hidup di negeri yang lebih mengekang. Banyak larangan dan hambatan untuk memperturutkan keinginan dan khayalan. Kecuali di dalam rumah sendiri, kegiatan Anda selalu terhalau setumpuk aturan, norma, undang-undang dan semacamnya. Tidak ada pamer ketiak, paha dan, maaf, payudara di layar-layar televisi. Tidak ada remaja berpose menampilkan bagian-bagian tubuh yang menggoda lawan jenis di majalah dan koran.

Di negeri ini, media massa banyak diisi wajah orang-orang tua dengan jenggot putih memanjang. Sesekali ada wanita-wanita terbungkus kain hitam membaca berita atau memandu acara. Kaum remaja hanya menikmati masa pacaran dengan berjalan-jalan di taman, tapi tak ada sentuhan; hanya ada tatapan sebentar dari jarak kejauhan. Selain anak-anak, binatang, tanaman, bunga dan panorama alam, hampir tak ada objek yang merangsang daya kelelakian. Mobil dan gedung-gedung pada umumnya berwarna redup, dengan arsitektur kuno yang membosankan.

Di negeri itu, semua orang sama di mata hukum dan dituntut untuk taat hukum. Tak ada yang boleh melanggar hukum dengan cara apapun. Tak ada yang bisa lolos hukum dengan koneksi atau sogokan, lantaran ada 'cambuk-cambuk suci' yang datang dari langit dengan garang. Di negeri ini, hukum merujuk pada isi kitab-kitab suci dan dikomandani oleh mereka yang mumpuni di bidang agama. Teokrasi mungkin kata sebagian orang mencibir. Tapi di negeri ini, justru agamawan lah yang paling tertekan oleh semua larangan dan paling “menderita” akibat pemberlakuan hukum. Sekali saja tertangkap basah melanggar aturan kesopanan di depan umum, mereka bisa kehilangan kredibilitas, otomatis, terbuang layaknya popok yang penuh kotoran.

Para penegak hukum itu juga hidup sederhana. Mereka bekerja keras meraih kesenangan yang tak tersedia di dunia ini. Setidaknya begitulah mereka berupaya untuk tampil di depan umum. Mereka mencari apa yang disebut dengan kesenangan akhirat. Dan untuk itu, mereka menerapkan disiplin dan kesopan-santunan tinggi. Hampir tidak pernah kita melihat mereka tertawa, bercanda, menyanyi riang di tengah kerumunan orang. Mereka hanya tersenyum kecil, seperti orang yang sedang menahan kesakitan akibat disilpin hidup yang harus mereka jaga. Kita pasti lebih sering melihat mereka berkerut, berteriak memperingatkan musuh-musuh negara atau memelas menasihati umat. Mereka lebih sering tampak menangis daripada tertawa. Tapi tangisan itu lama kelamaan membawa sensasi manis tersendiri buat mereka.

Salah seorang dari mereka hidup sedemikian disiplin sehingga makan dan minumnya berlangsung sepanjang hidupnya pada waktu yang sama. Bila salah seorang anaknya menyajikan teh beberapa menit lebih awal, dia akan bilang, “Waktu minum teh belum tiba. Biarkan aku bermain-main dengan cucu-cucuku dulu.” Mereka seperti manusia dari Planet Disiplin nun jauh di luar angkasa sana.

Di negeri itu, orang-orang berharta akan menjadi sorotan publik. Mereka dicurigai, dan mereka ditolak. Mereka hidup sepi, terasing di villa-villa di perbukitan bersalju. Di sana, mereka tak punya kuasa untuk mengendalikan apa-apa, hanya punya uang untuk berbelanja sampai bangkrut sendiri. Mereka menjadi benalu kapitalisme di tengah masyarakat.

Negeri ini sepi dari segala kemewahan dan hiruk-pikuk nafsu. Kesenangan-kesenangan yang ada di negeri jiran, di sini berganti dengan sederet kesenangan jenis lain. Orang senang berziarah ke kuburan, meratapi kematian para Imam suci, dan sesekali merayakan kelahiran mereka. Orang-orang hidup dalam tekanan ekonomi yang tinggi, tapi tak pernah gagal menaati pemimpin. Ada aura ketakutan (atau keterkekangan) yang menyelimuti semua orang. Ada kekuasaan lebih tinggi yang datang mengancam. Ada banyak hal yang membuat manusia tertunduk takut, malu berbuat, tercegah dari pelampiasan syahwat yang melanggar batas.

Nah, Anda bebas memilih, di negeri mana Anda ingin tinggal. Anda juga bebas untuk menyempurnakan pola hidup mana yang Anda inginkan. Dan lebih penting lagi, Anda bebas untuk merenungkan negeri mana yang lebih baik buat Anda, keluarga dan orang-orang yang Anda cintai. Selamat merenung! [It/Mk/Bh/Ass]

Kirim komentar