Hizbullah Gagalkan Proyek Ideologi Takfiri

Hizbullah Gagalkan Proyek Ideologi Takfiri

Beberapa waktu lalu, Inggris gagal merayu Uni Eropa agar memasukkan sayap mliter Hizbullah dalam list organisasi teroris. Meski begitu melalui tekanan Israel dan AS beberapa bulan terakhir, diplomat skeptis Eropa akhirnya menolak mengambil langkah yang berpotensi menghancurkan kepentingan Eropa di Libanon dan dunia Islam secara keseluruhan.

Dalih yang diajukan London pada Uni Eropa tak lain pengumuman pemerintah sayap kanan Bulgaria yang merupakan sekutu dekat Washington dan Tel Aviv, dimana pada Februari lalu menuduh bahwa dua orang yang bertanggung jawab dalam serangan bom di Bandara Burgas dan menewaskan 5 wisatawan Israel pada Juli tahun lalu (Rabu, 18/07/2012) adalah anggota sayap militer Hizbullah.

Tapi dalih itu, ditolak kelompok Sosialis dan bahkan menyalahkan mereka karena menuduh Hizbullah tanpa membawakan bukti. Tak lama berselang, pemerintah Bulgaria yang korup itu pun lengser karena pemberontakan rakyat.

Pihak eksekutif baru Bulgaria (kelompok sosialis) pada 5 Juni 2013, lalu, menyatakan bahwa indikasi Hizbullah berada di balik serangan itu sangat kecil. Dan hal ini tak akan menjustifikasi tindakan Uni Eropa untuk memasukkan Hizbulah dalam list teroris.

Hizbullah sendiri membantah keterlibatannya dalam serangan Burgas itu. Beberapa ahli malah menyatakan, ada indikasi bahwa pemboman itu hanyalah operasi badan intelijen Israel untuk mengisolasi Hizbullah dan menekan Uni Eropa untuk mem-blacklist Hizbullah.

Sementara itu, klaim Inggris itu jadi terkesan sangat munafik karena London pada saat yang sama menyerukan pengiriman senjata untuk kelompok teroris di Suriah yang terkait dengan al-Qaeda (Front al-Nusra) yang telah melakukan berbagai tindak kekejaman kemanusiaan. Sikap munafik ini didukung penuh oleh Perdana Mentri Inggris, David Cameron dan Menlu William Hague. Opini publik pun mengecam itu bajkan oleh pejabat tinggi lain di Inggris, termasuk Walikota London, Boris Johnson.

Sebelumnya, Jerman dan Perancis, juga menolak tawaran Inggris. Tapi kedua negara itu kemudian berubah sikap. Menlu Perancis, Laurent Fabius dalam konfrensi "Friends of Suriah" di Amman, 22, Mei 2013, menegaskan dukungan Inggris kepada kelompok teroris Suriah. Tapi ini tak mengejutkan sama sekali; sebab lobi Yahudi Zionis memang mengendalikan kebijakan luar negeri Perancis di bawah pemerintahan Nicolas Sarkozy dan François Hollande.

Zionis telah lama memperketat kebijakan bermusuhan mereka terhadap Iran, Suriah dan negara-negara Muslim lainnya dengan bantuan rezim boneka pendukung terorisme, Saudi dan Qatar.

Beberapa tahun terakhir ini, Inggris dan Perancis mempromosikan kebijakan neokolonial demi mengontrol beberapa negara koloni mereka sebelumnya dan mendirikan pemerintahan budak, seperti yang terjadi di Libya.

Negara-negara Eropa lainnya menolak tawaran Inggris demi membela kepentingan mereka di Libanon. Hizbullah bukan hanya partai dalam pemerintahan Libanon tapi juga wakil sah 1/3 populasi Syiah. Di sisi lain, beberapa pemerintah mengira langkah yang ditawarkan Inggris itu justru akan memperparah kerusuhan di Timur Tengah. Menlu Italia, Emma Bonino bahkan mengatakan, jika Hizbullah dimasukkan dalam blacklist teroris, maka stabilitas Libanon akan semakin rapuh.

Langkah ini juga akan membuat Uni Eropa sulit melakukan kontak dengan Libanon. Perusahaan-perusahaan Eropa yang beroperasi di Libanon juga akan rusak kapasitasnya.

Menurut Nidal Hémadé, kolumnis TV Al-Manar, jajaran perwira tentara Perancis gempar saat Fabius memperingatkan konsekuensi keputusan seperti itu. Perancis akan berbuat apa ketika delegasi kementerian Libanon mengunjungi Paris? tanya seorang perwira militer Perancis.

Kepentingan Perancis di Libanon dan Timur Tengah jauh jauh lebih besar dibanding kepentingan Hizbullah di Perancis. Di Libanon ada 5 pusat budaya Perancis, jumlah terbesar di Timur Tengah.

Kemudian, media Israel mulai meluncurkan kampanye melawan negara-negara seperti Irlandia, Swedia, Finlandia, Polandia dan Austria serta menyalahkan mereka karena menolak tawaran Inggris. Tapi, semua negara itu mempertahankan sikap independen mereka dan tidak tunduk pada tekanan AS atau Israel sampai sekarang.

Keputusan mem-blacklist Hizbullah sebagai teroris akan memicu pertanyaan menganai kehadiran pasukan perdamaian PBB di Libanon. Saat ini, pasukan itu mewakili selusin negara Uni Eropa. Dan Austria telah mengumumkan akan menarik 300 tentaranya dari kontingen PBB di Dataran Tinggi Golan setelah Uni Eropa mencabut embargo senjata terhadap teroris Suriah.

Jelas, tawaran Inggris dan Perancis itu sebenarnya disebabkan peran Hizbullah dalam perang Suriah dan bukan murni tuduhan terorisme.

Dalam hal ini, Fabius mengatakan, "Mengingat keputusan Hizbullah dan fakta Hizbullah berjuang sangat keras (di Suriah), saya menegaskan bahwa Perancis akan mengusulkan penempatan sayap militer Hizbullah dalam list organisasi teroris."

Tapi, keterlibatan Hizbullah di Suriah itu terjadi dalam sebuah kerangka strategis agresi yang tengah dijalankan terhadap Suriah, Libanon dan Irak oleh Amerika, Israel, Inggris, Prancis, Turki, Yordania, Arab Saudi dan Qatar.

Dalam agresi itu, kelompok Wahabi Takfiri menghancurkan tatanan nasional dan sosial di tiga negara tersebut. Didorong sebuah ideologi ekstrimis dan brutal, geng internasional itu berusaha menghancurkan agama minoritas, seperti Kristen, Alawit dan Syiah. Betapa banyak pendeta Kristen, ulama Sunni dan Syiah yang dipenggal kepalanya atau dibunuh dengan kejam oleh kelompok-kelompok teroris dukungan Barat, Arab Saudi dan Qatar itu.

Klaim Barat tentang wujud "kelompok moderat" tak lain dusta belaka. Tentara Bebas Suriah (FSA) merupakan payung bagi ratusan kelompok yang berperang bersama Front al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaeda.

Anggota mereka adalah ekstremis dan teroris fanatik. Perkembangan baru FSA malah menunjukkan kelompok itu tak berbeda dengan Front al-Nusra. Beberapa anggotanya merupakan penjahat-penjahat terkenal yang dibebaskan dari penjara Saudi untuk pergi berperang di Suriah.

Di awal konflik Suriah, banyak roket dan mortir yang menyerang wilayah Libanon. FSA mengakui bertanggung jawab dalam dua serangan tersebur. Mayoritas serangan itu ditujukan pada tentara Libanon atau desa dengan penduduk mayoritas Syiah.

Hizbullah dan penduduk desa perbatasan akhirnya memutuskan untuk bergerak menanggapi ancaman ini. "Kami telah meningkatkan jumlah personel di perbatasan dan patroli bersama di sana dan di dalam wilayah Libanon untuk mencegah infiltrasi kelompok-kelompok bersenjata," kata anggota Hizbullah pada Al-Jazeera tanpa menyebut namanya. Tapi, usaha mengontrol wilayah perbatasan Libanon itu tidak cukup, karena kelompok teroris menyerang Libanon dari zona kekuasaan mereka di Suriah.

Kemudian Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hasan Nasrullah mengungkapkan rincian plot jahat yang juga berusaha melemahkan gerakan perlawanan Libanon itu. Tapi tujuan utama plot itu adalah menghancurkan ideologi Arabisme di Kawasan dan membagi negara-negara Arab menjadi entitas-entitas kecil menurut kriteria sektarian atau etnis. Dan dalam kondisi ini, Israel akan meraup manfaat besar jika plot itu sukses.

Seorang pakar Libanon, Ghaled Kandil dalam situs Neworientnews.com menyatakan, "Dengan memutuskan berperang di Suriah menentang proyek ini, Hizbullah telah melindungi rakyat di Kawasan, agama mereka, keragaman mereka, kesatuan jaringan sosial dan keinginan untuk melawan proyek hegemonik Israel yang menjadi jantung petempuran Hizbullah.

"Hizbullah tetap setia pada tradisinya sebagai garda depan pertempuran melawan proyek Israel-Amerika yang hari ini jsutru ditegakkan oleh kelompok Takfiri-Salafi."[IT/PT/Yusuf Fernandez/NAT]

Yusuf Fernandez: Jurnalis dan sekretaris Federasi Muslim di Spanyol. Dia memulai aktif sebagai wartawan sebagai penyiar Radio Praha, Spanyol. Saat ini dia aktif sebagi editor beberapa situs Islam di Spanyol, Inggris dan editor situs Spanyol Al Manar.

islamtimes

Kirim komentar