Sudut Kebohongan LPPI Makasar

Sudut Kebohongan LPPI Makasar

Upaya untuk menyulut permusuhan bisa dengan mengungkapkan fitnah, sebuah cara yang biasa dilakukan pihak yang salah untuk menjatuhkan pihak lain pihak yang benar, salah satu tuduhan yang ditudingkan  pada syiah adalah adanya mutah berjamaah di Husainiah yang distempel Muqtada Shadr. Tudingan ini diberikan LPPI Makasar kepada Syiah. apakah tudingan itu bisa dipertanggungjawabkan?

Berikut redaksi ABNA memberikan tanggapan:

Poin-poin bantahan yang dikemukakan redaksi ABNA untuk membongkar kebohongan postingan LPPI Makassar sebagai berikut:

Pertama, Sayyid Muqtada Sadr bukan ulama marja' taklid. Yang dalam fiqh Syiah, hanya ulama marja taklid yang berhak mengeluarkan fatwa keagamaan. Dan dalam masalah fiqh, muqallid Syiah hanya diperbolehkan mengajukan pertanyaan kepada ulama' marja taklid yang telah ditetapkannya secara pribadi atau melalui kantor perwakilannya. Sayyid Muqtada Sadr sendiri masih muqallid dari Ayatullah Haeri, sesuai dengan pengakuannya.

Kedua, penanya sebagai muqallid mengaku sebelumnya bertanya kepada Syaikh Muhammad al Ya'qubi (seorang ulama marja taklid) namun tidak puas dengan jawaban yang diberikan, sehingga mengalihkan pertanyaan ke Sayyid Muqtada Sadr. Hal ini tidak akan pernah terjadi di Syiah kecuali oleh orang yang tidak paham dengan fiqh Syiah. Fiqh Syiah menutup ruang bagi muqallid untuk begitu mudah berpindah-pindah marja taklid hanya dengan alasan jawaban atau fatwa yang ditetapkan marja tidak sesuai dengan keinginan. Berpindah ('udul) kepada marja' yang lain hanya dibolehkan ketika memperoleh keyakinan bahwa marja' yang kedua lebih pandai (a'lam) dari marja' sebelumnya (bisa dibaca dalam risalah amaliah ulama-ulama marja dalam bab ijtihad dan taklid). Dan mungkinkah, pengurus Zainabiyat yang paham fiqh Syiah melanggar ketentuan ini dengan mengalihkan pertanyaan dari ulama marja kepada ulama yang bukan marja taklid hanya agar mendapat jawaban yang sesuai keinginan?.

Ketiga, karena Sayyid Muqtada Sadr, bukan ulama marja taklid, maka tidak memiliki situs pribadi resmi yang dapat menghubungkannya dengan muqallidnya, sebagaimana yang dimiliki semua marja taklid Syiah agar muqallid dapat dengan mudah mengajukan pertanyaan dan mendapat jawaban dari ulama marja taklidnya.

Keempat, masalah validitas surat. Ulama marja dalam memberikan jawaban dari surat yang dikirim (bukan pertanyaan yang diajukan via surat elektronik) akan memberikan jawaban dengan tulisan tangan (tanpa dibubuhi penjelasan panjang lebar), disertai tanda tangan, cap stempel resmi dan kop surat yang menuliskan alamat kantor resmi fatwa marja taklid. Surat yang diposting LPPI Makassar, selain ketikan juga tidak memiliki kop surat. Tanggal yang tertera pada surat postingan LPPI Makassar 23 Syawal 1426 H, surat 8 tahun lalu, bertepatan dengan tahun 2005. Mengapa baru sekarang dipublikasikan?.

Kelima, sumber LPPI Makassar mendapat surat fatwa tersebut dari salah satu page di Facebook yang tidak menyertakan sumber aslinya. Kalau memang fatwa tersebut benar, maka dapat dirujuk ke sumber aslinya, yaitu situs resmi Sayyid Muqtada Sadr. Kelicikan sipembuat surat, sengaja mencantumkan medio surat bertahun 2005, agar sulit dikonfirmasi dan dilacak kepastiannya. Sayang, tahun 2005, justru Sayyid Muqtada Sadr belum mencapai derajat mujtahid sehingga tidak punya kewenangan mengeluarkan fatwa. Kepalsuan surat justru terkuak dengan sendirinya.

 

Tantangan buat LPPI Makassar:

  1. Membuktikan keaslian surat tersebut, dengan menyertakan sumber aslinya atau minimal surat yang masih berstempel asli bukan hasil kopian.
  2. Menunjukkan fatwa lain dari Sayyid Muqtada Sadr kalau memang beliau termasuk ulama Syiah yang berwenang mengeluarkan fatwa. Membuktikan dengan menunjukkan adanya kitab kumpulan fatwa beliau atau situs resmi marja sebagaimana ulama-ulama marja taklid Syiah lainnya yang berwenang mengeluarkan fatwa dalam masalah fiqh.
  3. Menunjukkan nama ulama Syiah lain, yang hanya dengan gelar Hujjatul Islam wa Muslimin namun telah mampu mengeluarkan fatwa fiqh.
  4. Menunjukkan berita dari media yang bisa dipercaya, bahwa memang terjadi praktik Mut'ah berjama'ah di masjid-masjid Syiah di Irak sesuai dengan fatwa tersebut.
  5. Untuk menjadi sumber rujukan yang bisa dipercaya, LPPI Makassar harus mampu menunjukkan siapa pengelola Fan Page Facebook لوضع الخامنئي في حظيرة dan sejauh mana keakuratan postingan-postingannya untuk bisa dipercaya dan dijadikan sumber berita.

Jika LPPI Makassar tidak bisa memenuhi tantangan diatas dan masih tetap mempertahankan postingannya tersebut, maka LPPI Makassar pantas untuk disebut sebagai lembaga penyulut perpecahan di Indonesia dan tidak bisa mengklaim diri sebagai media yang kredibel dan bisa dipercaya.

ABNA

Kirim komentar