4 Warga Malaysia Ditahan Karena Punya Buku Syiah
Malaysia, negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, warganya bebas menjadi Kristiani, Buddha, atau pun penganut Hindu. Tapi tidak dengan Syiah.
Beberapa pekan terakhir, polisi syariah Malaysia makin gencar melakukan operasi penggerebekan sejumlah tempat yang diduga dijadikan pusat kegiatan warga Syiah. Berita terbaru menyebutkan, 4 warga Malaysia ditangkap polisi dengan alasan karena menyimpan buku-buku Syiah pada selasa, 10/9. Keempat warga yang disinyalir pengikut Syiah tersebut masing-masing bernama, Abdul Manaf bin Abdul Hamid, 48 tahun, beserta istrinya. Abu Bakar bin Ahmad, 45 tahun, dan Idris bin Muhammad Disa, 48 tahun. Keempatnya dengan tuduhan telah melanggar fatwa ulama Perak Malaysia yang melarang menyimpan dan mengedarkan buku-buku yang berkenaan dengan Syiah dan akan diajukan ke depan pengadilan syariat provinsi Perak.
Muhammad Fauzi Aziz bin Abdul Wahab hakim pengadilan setempat menyebutkan keempat orang tersebut akan diajukan didepan pengadilan pada tanggal 30 Oktober, dan tiga orang tersebut saat ini sedang berada dalam tahanan, dan satu orang, yakni istri Abdul Manaf dikarenakan masih menyusui, ia dikenakan tahanan rumah. Dan sudah dipulangkan ke rumahnya.
Meski dikenal mempunyai reputasi baik dalam hal toleransi beragama, Malaysia justru menunjukkan sebuah citra diskriminasi selama beberapa tahun belakangan. Pemerintah hanya mengakui satu aliran agama Islam, yakni Sunni. Sementara semua aliran lain, termasuk Syiah, sekte terbesar kedua di dunia, dilarang.
Syiah memang menjadi minoritas dan sering mendapatkan perlakuan diskriminatif di berbagai negara. Namun, hanya di Malaysia yang secara terang-terangan mengkriminalkan kelompok itu.
"Kami menjadi orang tertindas di sini," ujar Kamil Zuhairi Abdul Aziz, ulama dari kelompok Syiah yang mendapatkan pendidikan agama di Iran. Dia juga menjadi pemimpin Kelompok Pencinta Keluarga Nabi Muhammad.
Larangan Syiah di Malaysia dikeluarkan pada 1996 oleh Dewan Fatwa Nasional. Fatwa seperti itu bahkan tidak lazim berlaku di dunia Islam. Dewan Fatwa berada di bawah Departemen Pengembangan Islam. Artinya hukum tersebut hanya berlaku secara de facto.
ABNA
Kirim komentar