Fatimah Binti Asad

Fatimah Binti Asad*

Bismillahirahmani rahim

Allahhumma shali Ala Muhammad wa Ali Muhammad

Aliyun ma’al hak wal hak ma’Bismillahirahmani rahim ali.

pembaca tvshia.com yang budiman, Asad dan Abdul Muthalib keduanya adalah putra Hasyim, jadi Abu Thalib menikah dengan Fatimah binti Asad putri dari paman beliau. Dari pernikahan ini lahir empat putra

Anak pertama bernama Thalib sehingga orang tuanya lebih dikenal dengan sebutan Abu Thalib

Anak kedua setelah Thalib lahirlah putra bernama Aqil

Setelah Aqil lahirlah Ja’far

Dan terakhir lahirlah anak laki-laki, orang yang lebih kita kenal dengan Ali Bin Abi Thalib.

 

Wanita yang telah melahirkan empat orang putra ini bukanlah wanita biasa.

Sosok wanita besar dan agung. Sampai –sampai Sabth bin Jauzi menulis

Hiya imratun amanat bi rasulillah ba’da khadijah

Hiya awwalu imratin baya’at bi makkah ba’da khadijah

Hiya awwalu imratin hajara min makkah illal madinah

Dari sini kita tahu beliau adalah wanita pertama yang menerima Islam setelah sayidah kahadijah. Jika dia wanita biasa dia tidak akan dengan mudah menerima ajaran Islam, sebab kita tahu kondisi masyarakat waktu itu sangat jauh dari nilai-nilai Islam bahkan dari nilai-nilai kemanusiaan. Masyarakat keras kepala yang sudah kehilangan wujud Tuhan untuk disembah sehingga menyembah berhala bahkan berhala yang mereka buat sendiri dari kue dan buah-buahan, berhala sembahan yang nantinya akan mereka santap selepas selesai prosesi penyembahan.

Dia juga merupakan wanita pertama yang hijrah ke Madinah dengan jalan kaki.

 

Almarhum majilisi dalam sebuah kitabnya [1]

Suatu hari Nabi saaw bertemu dengan Imam Ali as. Beliau melihat Imam Ali as sedang menangis. Melihat ini Nabi menjadi heran beliau bertanya, Apa yang terjadi mengapa engkau menangis Imam menjawab, tawafat walidati bundaku telah meninggal dunia, mendengar ini Nabi saaw langsung berkata “ Ibuku telah meninggal dunia,  wanita ini adalah wanita yang telah memperhatikanku ketika aku hidup bersama pamanku kana taju’u auladaha wa tasbau ni, “Dia telah membiarkan anaknya kelaparan dan membuatku kenyang, dia tidak pernah membiarkanku kelaparan.”

Nabi datang ke tempat dimana jenazah bunda imam Ali as berada tanpa menggunakan alas kaki, beliau datang dengan perasaan berat dan langkah pendek-pendek serta penuh kehati-hatian, beliau juga menggunakan baju beliau sebagai tambahan untuk kain kafannya, ketika jenazah wanita ini selesai dimandikan dan dikafani pada waktu menshalatinya Nabi saaw melakukan takbir sebanyak 70 kali. Pada saat jenazah tersebut belum diturunkan ke liang lahat Nabi turun kebawah keliang lahat dan untuk beberapa saat beliau tidur telentang seperti mayit, setelah selesai penguburan, beliau menunggu diatas kubur, tiba-tiba beliau berkata “Qulibni Ali la Ja’far wa la Aqil” orang-orang yang datang dalam pemakaman itu bisa mendengar dengan jelas apa yang beliau ucapkan, para sahabat pun merasa heran dengan hal itu.

Pada waktu itu tidak ada satu sahabat pun yang berani bertanya walau mereka sebenarnya sangat heran melihat apa yang sudah dilakukan Nabi pada prosesi penguburan wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri tersebut. Setelah penguburan selesai dan semua kembali kerumah akhirnya ada salah satu sahabat yang memberanikan diri bertanya pada Nabi alasan atas semua yang Nabi lakukan tadi, “ Wahai Rasulallah hari ini kami melihat beberapa hal aneh yang sudah anda lakukan, anda datang berjalan tanpa menggunakan alas kaki, anda berjalan dengan langkah pendek-pendek serta pelan, anda melakukan takbir shalat mayat dengan 70 kali takbir, anda tidur terlentang diatas tempat dimana ibu Imam Ali akan dikuburkan nantinya”. Nabi pun menjelaskan alasan apa sehingga beliau melakukan semua perbuataan yang lain dari biasanya tersebut.

Beliau menjelaskan, Pertama mengapa beliau datang dengan berjalan kaki dan tidak menggunakan alas kaki serta berjalan dengan sangat hati-hati, sebab pada waktu itu banyak malaikat yang juga turut serta menghantar kepergian ibu beliau.

Kedua mengapa beliau membaca takbir pada saat shalat jenazah sebanyak 70 kali, karena pada waktu itu ada 70 shahf malaikat yang berdiri shalat bersama beliau, dan beliau membaca 70 takbir sebagai bentuk penghormatan pada mereka.

Ketiga mengapa pakaian beliau dijadikan sebagai salah satu bagian dari kain kafan untuk Fatimah binti Asad, itu karena pada saat masih hidup beliau berbicara terkait masalah kiamat, beliau ceritakan dimana dihari kiamat ada orang-orang tertentu yang dibangkitkan dalam keadaan tidak berbaju. Mendengar ucapanku tersebut ibu beliau tersebut menjadi kaget dan takut, jadi beliau berikan bajunya sebagai bagian dari kain kafan sehingga ibunda beliau ketika dibangkitkan tidak dalam keadaan tidak berbaju.

Keempat mengapa saya tidur ditempat pembariangan terakhir beliau, aku berharap tempat tersebut menjadi tempat yang tenang dan aman untuk beliau.

Dan diatas kubur mengapa saya berkata, Quli ibni-ibni, karena waktu itu aku lihat Malaikat Nakir dan Malaikat Munkar telah datang. Ibuku ditanya tentang ketuhanan lalu ia menjawabnya, terus ditanya tentang kenabian ia juga sudah menjawabnya sampai pada pertanyaan tentang siapa imamnya. Aku lihat ia merasa malu untuk berkata, Ali adalah Imamku, karenanya aku bacakan talqin untuknya Qulli Inbi Ali la Ja’far wala Aqil, katakan dia adalah anakku Ali, bukan Ja’far dan bukan juga Aqil.

Fatimah binti Asad pada saat mengandung Imam Ali tidak menunjukkan tanda-tanda sedikitpun pada saat beliau lelah bertawaf beliau merasakan sakit yang luar biasa lalu beliau berdoa memohon kepada Allah sehingga bisa tetap bisa menutup aurat dihadapan para non Makhram, akhirnya salah satu sudut ka’bah merekah lalu dia memutuskan untuk istirahat kedalam Masjidil Haram. Suatu hari pada tanggal 13 Rajab. Kurang lebih 23 tahun sebelum Hijrah. Karena ketika nabi diutus menjadi Nabi Ali bin Abi Thalib sudah berumur 10 tahunan.

Kala itu Fatimah binti Asad merasakan sakit yang sangat sehingga tidak mampu lagi untuk bertahan sehingga bisa melahirkan anaknya dirumah. Pada waktu itu banyak laki-laki non Makhram, karennya dia minta pertolongan pada Allah. Beliau berputar akhirnya sampai di Rukun Yamani. Di sudut ini ka’bah membelah membukakan jalan untuk Fatimah biti Asad, ia pun masuk kedalam dan disana ia melahirkan Imam Ali bin Abi Thalib. Selama 3 hari tidak ada kabar berita apa yang terjadi setelah kelahiran Imam Ali, siapa yang membantu dia, siapa yang memandikan bayi, siapa yang membersihkan darah, siapa yang menyiapkan air dll, tidak ada catatan dalam buku-buku sejarah mengenai hal ini. Yang jelas selama tiga hari Abu Thalib tidak pernah bertemu dengan istrinya ini.  Dia mencari-cari keseluruh penjuru kota Mekah namun tidak ditemukan. Bahkan dia juga mencari kesekitar kota Mekah namun ia tidak mendapati istrinya tersebut. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan Istri dan bayi yang baru dilahirkan.  

Hari pertama dan kedua berlalu namun Abu Thalib tidak bisa menemukan Istrinya dan akhirnya hari ketiga, dia dibertahu kalau istrinya ada di Masjidil Haram, bergegas ia kesana dan disana ia mendapati istrinya sudah menggendong seorang bayi mungil, Abu Thalib pun bertanya, ini siapa. Fatimah binti Asad menjawab, hai Abu Thalib bukankah sebelumnya aku hamil, tiba tiba aku merasakan sakit perut karena ingin melahirkan dimana karena rasa sakit itu, aku tidak mampu bertahan untuk pulang kerumah. Akhirnya ka’bah terbelah disalah satu sudutnya dan disana selama tiga hari saya sudah menjadi tamu Allah.

Ada versi lain yang menjelaskan bahwa sejak hari pertama Abu Thalib sudah mengetahui keberadaan istrinya, waktu itu beberapa orang wanita dikirim sehingga bisa membantu proses kelahiran Fatimah binti Asad namun ketika mereka sampai ke Masjidil Haram tidak ada jalan sehingga bisa masuk kedalam Ka’bah. Baru hari ketiga istrinya keluar dari kabah dan menemui Abu Thalib suaminya.

Abu Thalib merasa mendapatkan dunia dan seluruh isinya. Bayi mungkil pun ia gendong dipelukannya dan ia bawa istri dan anaknya tersebut kerumah. Dirumah Abu Thalib bertanya pada istrinya,

“Duhai istriku apakah engkau sudah memilih nama untuk anak kita, ia saya sudah memilih nama untuknya?”

“Aku beri dia nama Asad, sama seperti nama kakek anak kita,”

Mendengar hal ini Abu Thalib cukup menyesalkannya, Fatimah binti Asad bertanya

”Apakah nama Asad itu nama yang buruk? Bukankah Asad adalah nama pamanmu, nama ayahku, selain itu dibahasa Arab Asad juga disebut Haidar, apakah nama ini buruk?”

 “Istriku Asad bukan nama yang buruk, tapi apa hak kita atas anak ini sehingga kita harus mencarikan nama untuknya.”

Duhai suamiku terus siapa lagi yang harus mencarikan nama untuknya, bukankah yang berhak menamainya adalah orang tua yaitu ibu dan  ayahnya.?”

Tidak demikian istriku, karena Allahlah yang telah mengundangmu kerumahNya dan bayi ini engkau lahirkan didalamnya, jadi Allah sendiri yang semestinya memilihkan nama untuk anak ini” 

Duhai Abu Thalib memangnya Allah juga memilihkan nama untuk anak manusia? Bersabarlah istriku sampai malam ini, hari itu pun berlalu, malam pun tiba, Abu Thalib melihat apakah lampu orang-orang Mekah masih menyala atau sudah dipadamkan?”

Waktu itu ia lihat lampu-lampu satu demi satu mulai padam, satu jam berlalu dia lihat seluruh lampu di kota Mekah sudah padam, dia yakin orang-orang sudah beristirahat, dia pun mengajak istrinya, “Duhai istriku ayo bersiaplah, Fatimah binti asad !”

“Mau kemana?”

Beliau menjawab “Kemana aku pergi ikutlah denganku”

Keluarga ini pun meninggalkan rumah, mereka melawati syi’ib Abu Thalib, dan akhirnya sampai didekat gunung abu Ghubais

Gunung Abu Ghubais adalah salah satu gunung besar di kota Mekah yang tidak jauh dari Masjidil Haram, dan sekarang ini para raja Saudi telah membangun vila kerajaan di atas gunung tersebut, dan para pengunjung baitulllah yang ada hubungan dekat dengan mereka, setelah selesai melakukan ibadah haji, diajak ketempat mereka, lalu mereka jamu dengan jamuan pesta. Jika ada yang membuka jendela kerajaan ini maka dia akan melihat Ka’bah berada dibawahnya,

Abu Thalib dan istrinya datang kedaerah gunung Abu Ghubais setapak demi setapak akhirnya mereka sampai diatas gunung, gunung yang cukup tinggi ini, dari atas gunung mereka melihat kabah, bayi mungkil yang baru berumur beberapa hari tersebut ia berikan ke istrinya dia menghadapkan diri ke Kabah lalu melihat keatas langit, disana ia membaca dua bait syair,

Ya Rabbi wahai Tuhan atas kegelapan dan malam hari, hai Tuhan pemberi cahaya, dan hari yang bercahaya, duhai Tuhan berikan kejalasan pada ku dan istriku nama apa yang harus kami berikan pada anak ini,

Dua bait ini sebagai bentuk doa Abu Thalib yang dia tujukan tanpa perantara siapapun penuh keyakinan bahwa Tuhannya memang Maha Mendengar, pada waktu itu malam ke 15, jadi bulan memberi cahaya untuk bumi, selepas doa ini muncul cahaya diatas Ka’bah bewarna hijau. Cahaya itu turun kearah ka’bah, terus akhirnya kearah gunung Abu Ghubais, Abu Thalib lihat cahaya itu datang kearahnya, ia pun sangat bahagia karenanya, cahaya itu datang dan menabrak dada Abu Thalib, Abu Thalib membiarka cahaya itu didadanya lalu ia berkata, sudah ada jawaban,

 Khusistuma bil waladi zakiyyi

Wa thahiril muntajabil marziyi

Wa ismuhu min dhahirin Aliyun

Aliyunistuka minal Aliyyi

 

Hai Abu thalib hai Fatimah binti Asad, anak ini dikhususkan untuk kalian berdua

Seorang anak suci yang telah Aku pilih dan Aku ridhai

Dan namanya adalah Ali

Ali adalah nama yang diambil dari Namaku Al Aliy

Abu Thalib berkata kepada istrinya Hai istriku sudah aku sampaikan sebelumnya, nama Asad bukan nama yang buruk namun nama anak yang terlahirkan dibaitullah semestinya juga dari pemilik rumah, dan ini Ali adalah nama anak kita.”

Ketika selesai membaca Quran ada yang menghindari berucap shadaqallahul Aliyul Adzim, karena mereka merasa harus mengucapkan nama salah satu Imam Syiah yang pertama, dan memtongnya menjadi shadaqallahul Azdim, padahal AlAliy merupakan salah satu dari Asma Allah. Sebagaimana kata Adzim yang juga merupakan salah satu nama Allah swt. Padahal orang sunni pun ketika membaca ayat Qursi mereka juga membaca wa huwal aliyul Adzim, shadaqallahul aliyul Adzim sama dengan Huwal Aliyul Adzim. Tidak ada hubungannya dengan Imam Ali bin Abi Thalib as.

Seluruh Ulama sependapat bahwa orang yang sedang nifas karena baru melahirkan tidak boleh berdiam didalam masjid, memang selain masjidul haram dan masjidun Nabi seorang mukalaf bisa lewat dari satu pintu dan keluar melalui pintu lain, tapi di dua masjid yaitu masjid haram dan Masjidun Nabi tidak ada hak untuk masuk,  sekarang kita tidak sedang membahas masjidul haram tapi lebih dari itu kita sedang membahas Kabah, yang terletak ditengah-tengah Masjidul Haram, Ali bin Abi thalib itu siapa? Mengapa dia harus dilahirkan didalam kabah? Padahal wanita yang sedang nifas tidak boleh memasuki masjidil haram, dan kita lihat Dia lahir di Kabah, Dia syahid di masjid kufah

* Makalah ini ditulis oleh suparno diambil dari ceramah yang disampaikan ustaz Ziayi.




[1] Juz 6 halaman 241  menjelaskan

Kirim komentar