Mencari Keadilan di Peradilan AS

Mencari Keadilan di Peradilan AS

Sistem peradilan Amerika Serikat tampaknya tidak akan mengeluarkan vonis mati terhadap seorang tentara yang terbukti membunuh 14 perempuan dan anak-anak Afghanistan.

 

Sersan Robert Bales dijerat 16 dakwaan pembunuhan, 6 dakwaan percobaan pembunuhan, dan 7 dakwaan penyerangan dalam insiden pembantaian yang terjadi di Afghanistan Selatan pada Maret 2012 lalu. Atas seluruh dakwaan tersebut, jaksa menuntut hukuman mati bagi Bales.

 

Akan tetapi, pengacara Bales, John Browne menuturkan, pihaknya dan jaksa penuntut telah menyepakati bahwa Bales akan mengakui seluruh dakwaan agar dia tidak dituntut hukuman mati.

 

Sistem peradilan militer AS belum mengeksekusi siapa pun sejak 1961. Pemerintah AS juga menerapkan perlakuan yang berbeda terhadap warganya dan warga negara asing yang terlibat kriminal.

 

Di tengah masyarakat AS, jika seorang warga negara asing diduga terlibat dalam kematian warga negara Amerika, maka ia berhak untuk dieksekusi dan bahkan diizinkan untuk menggelar perang demi mencari target mereka, seperti yang terjadi di Afghanistan, Pakistan, Irak, Yaman, dan Somalia.

 

Namun, jika seorang warga Amerika terlibat pembantaian keji di negara lain, maka ia dapat berkompromi dengan jaksa penuntut dan terbebas dari hukuman mati hanya dengan mengakui perbuatannya. Orang seperti Robert Bales bahkan bisa bebas setelah mendekam beberapa waktu di penjara, tapi para korban kebrutalannya akan terkubur di bawah tanah untuk selamanya.

 

Tentu saja, Bales adalah bukan orang pertama dan terakhir yang menikmati kebijakan standar ganda AS dalam memandang manusia. Dalam sejumlah perang AS di dunia, ada banyak Bales yang telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, tapi mereka tak pernah tersentuh hukum.

 

Pemerintah AS dan militer menyebut kejahatan dan pelanggaran itu sebagai perilaku oknum. Padahal, Washington tidak pernah bersedia menghukum tentaranya yang bersalah di tempat ia bertugas.

 

Alih-alih menyerahkan tentaranya yang bersalah, AS malah menuding pengadilan militer di negara lain tidak memiliki kapabilitas untuk menindaklanjuti kasus yang menjerat warganya. Namun, mereka sendiri juga tidak memproses prajuritnya secara adil dan transparan. Anehnya lagi, Washington selalu meminta impunitas dari negara korban perang AS.

 

Oleh sebab itu, prajurit seperti Bales yang terlibat kejahatan perang di Afghanistan, bisa terbebas dari penuntutan di negara itu dan mendapat keistimewaan di pengadilan AS sehingga ia terbebas dari hukuman mati.

 

Trik menghindari hukuman mati bagi pembantai 14 warga Afghanistan terjadi pada saat kematian dua orang dalam ledakan Boston telah menjadi sebuah isu internasional. FBI bahkan menembak mati seorang pria Florida yang diduga terkait dengan salah seorang tersangka peledakan bom Boston.

 

Kedua peristiwa itu menunjukkan bahwa kematian seorang warga Amerika bisa berujung pada pecahnya perang, tapi jika puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan warga non-Amerika mati di tangan mereka, maka jangan pernah berharap keadilan akan tegak di pengadilan AS. (IRIB Indonesia)

Kirim komentar