AS: Tak Mahu Dikontrol Diteror
Pada 23 Maret lalu, ribuan warga Suriah menghadiri pemakaman ulama Sunni terkemuka Syeikh Mohammad Saeed Ramadhan al-Bouti, yang tewas dalam serangan teroris di Masjid Al Iman di Damaskus bersama dengan cucunya dan 47 warga lain.
Serangan tersebut tidak hanya sebuah kejahatan mengerikan tetapi juga tindakan menghina. Insiden itu terjadi ketika Syeikh al-Bouti sedang memberikan ceramah agama kepada sekelompok mahasiswa Islam di masjid. Ia adalah mantan dekan dan profesor di Fakultas Hukum Islam di Universitas Damaskus dan intelektual terkenal di dunia.
Menyusul insiden mematikan itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengecam tindakan kekerasan, dan berjanji bahwa kejahatan tidak akan berlalu tanpa proses hukum.
Syeikh al-Bouti dikenal dengan sikap anti-terorismenya dan vokal mengkritik kelompok-kelompok militan yang didukung asing. Dia menggambarkan mereka sebagai tentara bayaran.
Satu pekan setelah pembunuhan al-Bouti, ulama Sunni lainnya, Syeikh Hassan Saif al-Deen, secara brutal dibunuh di Aleppo oleh kelompok militan. Ia dilaporkan dipenggal sebelum jasadnya diseret di jalan. Syeikh Saif al-Deen juga dikenal dengan pandangan anti-militan dan berbicara menentang perang yang sedang berlangsung terhadap pemerintah Suriah.
Kelompok militan Suriah membunuh semua ulama dan tokoh yang menentang pemberontakan mereka. Semua pembunuhan itu dilakukan oleh teroris haus darah, yang digambarkan sebagai "kelompok demokrat" oleh pemerintah Barat dan media.
Ulama-ulama tersebut menolak kekerasan dan menentang kelompok Takfiri Wahabi dengan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki tempat di tengah umat Islam.
Tragisnya, semua kejahatan yang sedang berlangsung di Suriah didukung oleh beberapa ulama ekstremis Wahhabi dari Arab Saudi dan salah satunya adalah Syeikh Abu Basir al-Tartousi. Dia mengatakan sama sekali tidak menyesali kematian Syeikh al-Bouti.
Pada kenyataannya, semua ulama yang dibunuh secara terbuka memusuhi pemberontakan atau setidaknya tidak mendukungnya. Pembunuhan mereka dimaksudkan untuk meneror penduduk Suriah yang menolak mendukung kelompok-kelompok bersenjata.
Semua kelompok agama (Sunni, Syiah, Alawi, Kristen) dinyatakan sebagai musuh oleh teroris Takfiri Wahhabi di Suriah. Ketegangan antaragama, kini meningkat di desa-desa di sepanjang perbatasan antara Lebanon dan Suriah. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah berbicara tentang kampanye pembersihan etnis yang dilakukan oleh pemberontak yang mencoba mendirikan sebuah negara ala Taliban.
Pada Januari, Human Rights Watch melaporkan bahwa pemberontak di Suriah juga telah membakar dan menjarah tempat-tempat suci agama minoritas. Teror telah diterapkan di semua tempat yang dikuasai oleh kelompok bersenjata Suriah dan negara-negara pendukung mereka.
Mengingat ketidakmampuan mereka untuk melahirkan sebuah revolusi rakyat melawan pemerintah, kelompok-kelompok teroris akhirnya menggunakan pembantaian dan pembunuhan sebagai solusinya. (IRIB Indonesia)`
Kirim komentar