Nelayan Aceh Selamatkan 121 Warga Rohingya
(2013-03-06)
Indonesia bagian barat, Selasa (26/2), menyelamatkan puluhan warga Muslim Rohingya yang telah berlayar dari Myanmar, demikian lapor AFP.
Ke-121 pencari suaka itu ditemukan terapung sekitar 25km dari desa pesisir Cot Trueng, di ujung utara Sumatera, kata kepala desa Mukhtar Samsyah.
Pencari suaka Farid Alam mengatakan perahu itu telah dicegat di perairan Thailand oleh pasukan keamanan tiga hari setelah mereka meninggalkan Myanmar empat minggu lalu.
"Mereka naik ke atas perahu kami, membuang makanan dan bensin kami dan kemudian menarik perahu kami jauh ke laut. Pada waktu malam, mereka menembaki kami," katanya kepada AFP dari sebuah pusat penahanan imigrasi di Lhokseumawe.
Alam mengatakan pada awalnya ada selusin orang lebih banyak di atas perahu, yang mungkin telah "ditembak mati dan jatuh ke laut".
Ditemukan Lemas Kelaparan
Sekitar 121 pengungsi Rohingya yang ditemukan mengapung di perairan Indonesia dekat Aceh tersebut. Kondisinya mengenaskan, lemas karena kelaparan
Warga Muslim yang tak diakui sebagai warga negara Myanmar ini ditemukan terombang-ambing di laut, setelah perahu yang mereka tumpangi bermasalah dengan mesin. Nelayan setempat membantu menarik perahu mereka ke perairan Muara Batu.
Saat ditemukan, mereka dalam keadaan lemas karena kelaparan. “Mereka kelaparan karena sudah telantar berhari-hari. Persediaan makanan juga sudah habis,” jelas salah satu staf imigrasi Lhokseumawe, Yusuf, kemarin.
Dokter di rumah sakit Lhokseumawe, Herry Luthfi, mengatakan bahwa mesin kapal yang mereka tumpangi rusak. Kapal itupun ditemukan oleh nelayan di wilayah yang terletak sekitar 25 kilometer dari lepas pantai.
Dari 121 pengungsi, enam di antaranya adalah wanita dan dua balita. Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Lhokseumawe, Albert Delius, menyebutkan, mereka ditampung sementara di rumah warga Desa Cot Trueng.
Menurut Abert, untuk mendapat penanganan dan pengawasan yang lebih baik, pihaknya akan memindahkan para imigran Rohingya ini ke kantor Imigrasi lama di Kawasan Peunteut Lhokseumawe. “Mereka sudah didata dan akan segera dipindahkan untuk mendapat pengawasan yang lebih baik,” katanya.
Kasus etnis Rohingya terdampar di Aceh bukan yang pertama. Pada Januari 2009, 197 etnis Rohingya terdampar di perairan Sabang. Pada tahun yang sama, 127 lainnya terdampar di perairan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Selanjutnya pada 1 Februari 2012, sebanyak 54 warga Rohingya terdampar di perairan Krueng Geukuh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Mereka hendak mengarungi samudera menuju tanah harapan di Australia, Malaysia dan Thailand.
‘Warga Rohingya adalah warga keturunan Benggala yang menetap di Negara Bagian Arakan, Myanmar. Mereka terpaksa lari dari kampung halamannya karena konflik komunal dengan warga pribumi Arakan,” cetusnya.
Rohingya juga tidak diakui sebagai warga Myanmar karena dianggap sebagai imigran gelap. Mereka sering melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan India. PBB menyebut warga minoritas Myanmar itu sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia ini.
Diperkirakan, ada sekitar 800 ribu warga Rohingya yang tinggal di wilayah Rakhine. Namun, setelah bentrokan dengan etnis Budha Rakhine Juni tahun lalu, dicatat 100 orang tewas dan 75 ribu orang lainnya melarikan diri. Mayoritas dari korban adalah etnis Rohingya.(ABNA Indonesia)
Kirim komentar