Budaya dan Globalisasi
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Sedangkan globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi merupakan suatu proses di mana antar individu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk di antaranya aspek budaya.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Meningkatkan interaksi budaya antarnegara melalui perkembangan media massa telah membawa banyak dampak positif bagi sebuah negara seperti, mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi), menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran, memacu untuk meningkatkan kualitas diri, dan mudah memenuhi kebutuhan. Namun, globalisasi budaya juga telah melahirkan dampak-dampak negatif seperti, informasi yang tidak tersaring, perilaku konsumtif, pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk, dan mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu bangsa.
Memperhatikan proses globalisasi yang berlangsung cepat dan upaya negara-negara Barat untuk mengklaim pencapaian-pencapaiannya, maka negara-negara lain, khususnya Asia perlu melakukan konvergensi budaya untuk mengurangi pertentangan budaya dan menciptakan keselarasan dalam nilai-nilai, ide, dan perilaku. Konvergensi budaya menuntut langkah-langkah kolektif untuk menciptakan sebuah metode bersama dan selaras guna menghadapi tantangan-tantangan di era globalisasi. Seminar dan diskusi yang digelar di sejumlah negara Asia dalam beberapa tahun terakhir merupakan sebuah kesempatan baik untuk mewujudkan konvergensi dan penyatuan ide dalam manajemen kolektif budaya.
Ketahanan dari setiap sistem sosial tergantung pada budaya dan nilai-nilai budaya masyarakat itu sendiri. Dalam kasus ini, benua Asia sebagai salah satu pilar utama budaya dan peradaban manusia memiliki posisi khusus di dunia. Langkah terbaru untuk mewujudkan konvergensi budaya di Asia adalah menggelar seminar regional "Budaya dan Globalisasi di Asia" di Tehran, Iran pada 12-13 Februari 2013 lalu. Seminar ini diselenggarakan oleh Pusat Nasional Iran untuk Studi Globalisasi (INCGS) di Homa Hotel Tehran.
Karakteristik paling penting dari benua Asia adalah adanya berbagai pusat kebudayaan dan peradaban yang mencakup beragam etnis, ras, agama, dan pemikiran. Konservasi nilai dan promosi status budaya Asia di era globalisasi tergantung pada pengakuan dan pemahaman yang tepat tentang kapasitas dan ciri khas yang unik itu. Saat ini, kedekatan budaya masyarakat adalah hasil dari kemajuan besar dalam teknologi komunikasi dan pertukaran informasi juga penetrasi dan perluasan jaringan komputer dan satelit yang dianggap sebagai salah satu aspek positif dari globalisasi.
Menurut para peserta seminar, penduduk Asia yang multi etnis, ras, dan, bahasa perlu menciptakan platform dan mekanisme untuk pertukaran ide dan opini tentang isu-isu budaya dalam menghadapi tren globalisasi. Pakar dari berbagai negara Asia ini, berusaha untuk membangun prosedur kesatuan dan keselarasan dalam pengelolaan bersama budaya. Pertemuan ini dirasa perlu mengingat keniscayaan dari proses globalisasi dan kebutuhan untuk melindungi nilai-nilai adat dan budaya negara Asia, mempelajari pengaruh globalisasi yang memperkuat atau melemahkan adat lokal dan nilai-nilai budaya Asia, urgensi memperkuat konvergensi budaya di Asia dalam rangka meningkatkan partisipasi yang kuat dan terkoordinasi di arena internasional, dan perlunya mencari akar, dimensi, dan aspek yang berbeda dari budaya Asia untuk menyajikan prestasi budaya Asia di panggung internasional.
Para peserta seminar regional "Budaya dan Globalisasi di Asia" juga membahas langkah untuk menciptakan koherensi dan koordinasi dalam membuat kebijakan budaya negara-negara Asia, perlunya mewujudkan kondisi untuk studi banding di bidang budaya yang berkaitan dengan negara-negara Asia, mengekspresikan posisi agama dan ajaran-ajaran spiritual dalam pembentukan dan promosi budaya Asia, dan menjelaskan peran dan posisi kesamaan budaya dalam konsolidasi kepentingan kolektif negara-negara Asia.
Seminar itu sendiri bertujuan mengembangkan, mendalami, dan melembagakan budaya Asia dengan penekanan pada globalisasi, mendorong masyarakat Asia untuk memahami pentingnya dan posisi budaya untuk berpartisipasi dalam proses globalisasi, menyediakan sebuah platform untuk membangun komunikasi antara peneliti di bidang kebudayaan dan globalisasi, berupaya mengubah ancaman menjadi peluang di arena budaya demi mempromosikan status budaya Asia di dunia, dan perlunya mengadopsi strategi bersama dan terkoordinasi di antara negara-negara Asia.
Pertemuan tersebut menyoroti empat topik utama yang mencakup budaya dan seni, budaya dan agama, adat istiadat, identitas dan globalisasi, serta budaya dan komunikasi. Para pakar Asia di seminar itu mendiskusikan isu-isu yang berhubungan dengan budaya dan globalisasi seperti, posisi kesenian tradisional dan kerajinan dalam reproduksi identitas budaya, kedudukan arsitektur lokal dan tradisional dalam pembentukan kota-kota besar di Asia, kesamaan agama-agama di Asia dan perluasan hubungan antarbudaya, globalisasi dan pembentukan spiritualitas baru di Asia, pengaruh agama dalam pembentukan budaya asli Asia, globalisasi dan pembentukan identitas perlawanan di Asia, peran bahasa dalam mempertahankan identitas etnis di Asia, pembentukan jaringan sosial di era globalisasi di Asia; ancaman dan peluang, serta peran dan dampak teknologi komunikasi dan informasi dalam pembentukan jaringan sosial di Asia.
Komunitas manusia sedang menghadapi proses tanpa henti dari globalisasi dan semua aspek kehidupan mengalami perubahan dengan cepat. Di antara semua itu, budaya menghadapi tantangan serius di tengah tren globalisasi. Ada empat teori yang dipaparkan oleh para pakar tentang bentuk interaksi antara globalisasi dan budaya. Teori pertama menilai globalisasi akan menyebabkan integrasi dan penyatuan bertahap budaya-budaya yang ada dan membentuk sebuah budaya universal. Teori kedua menganggap globalisasi akan melahirkan multikulturalisme dan memperkuat budaya-budaya yang terpinggirkan. Sementara teori ketiga percaya bahwa globalisasi akan menciptakan sebuah kondisi yang bisa disebut sebagai tunggal dalam kejamakannya dan jamak dalam ketunggalannya. Dan teori keempat menilai globalisasi akan menciptakan kekacauan dan asimilasi budaya.
Sekarang tiba waktunya bagi pemerintah untuk melestarikan dan memperkuat berbagai macam budaya suku masyarakat sebagai modal asli manusia dan warisan nenek moyang. Selain itu, negara juga perlu menemukan sisi kesamaan berbagai suku bangsa serta memperkuat interaksi dan komunikasi. Kedua langkah itu diharapkan bisa menciptakan masa depan dunia yang damai dan sejahtera. (IRIB Indonesia)
Kirim komentar