Argo Film penuh DIstorsi Sejarah Meraih Posisi Terbaik Oscar 2013
Pemberian penghargaan tertinggi di ajang Oscar 2013 kepada film Argo karya Ben Affleck, kembali memperlihatkan bahwa di Hollywood seni telah dikalahkan oleh politik. Argo dipilih sebagai film terbaik mengalahkan delapan pesaingnya, yakni Amour, Beasts of The Southern Wild, Django Unchained, Les Miserables, Life of Pi, Silver Linings Playbook, Zero Dark Thirty, dan pesaing terberatnya, Lincoln.
Ketika sebuah film yang sarat dengan distorsi sejarah dipilih sebagai karya terbaik, tentu akar permasalahan itu terdapat pada isu yang diangkat oleh sang sutradara dan bukan pada kreativitas seni di dalamnya.
Argo mengangkat kisah 34 tahun lalu ketika Kedutaan Besar AS di Tehran diduduki oleh mahasiswa revolusioner Iran. Film drama misi CIA ini mengisahkan tentang upaya penyelamatan enam diplomat Amerika dari Iran pada masa Revolusi Islam tahun 1979. Namun sayangnya memberikan gambaran infaktual tentang masyarakat Iran di masa itu.
Terlepas dari cerita di film itu, apa yang diangkat di Argo adalah sebuah kebohongan sejarah yang nyata dan bahkan menuai kritik dari duta besar Kanada di Tehran waktu itu, Ken Taylor dan Tony Mendez, agen CIA yang diperankan oleh Ben Affleck.
Berbeda dengan kebohongan-kebohongan film Argo, Amerika tidak memainkan peran menentukan dalam membantu pelarian para diplomat yang diculik dari Iran, tapi dubes Kanada waktu itu telah menyalahgunakan wewenangnya dan memberi paspor Kanada kepada para diplomat Amerika dan membantu pelarian mereka dari Republik Islam.
Lalu faktor apa yang membuat film Argo yang sarat dengan penyimpangan sejarah terpilih sebagai film terbaik 2013? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka di sini perlu disinggung dua ciri khas film itu.
Pertama, Argo – seperti kebanyakan karya Hollywood – adalah sebuah film Amerika yang menonjolkan heroisme mereka dan mengemban misi untuk melawan kejahatan. Ini sudah menjadi ciri khas film-film Hollywood dan bahkan jika makhluk luar angkasa menyerang bumi, maka seorang Amerika akan bergegas untuk menyelamatkan bumi dan umat manusia.
Oleh karena itu, jika operasi penyelamatan enam diplomat Amerika dari Tehran dilakukan tanpa bantuan seorang agen CIA, maka sisi heroisme Amerika tidak akan tersalurkan dan tidak akan menyedot perhatian pemirsa. Untuk itu, mereka menulis skenario Argo keluar dari realitas sejarah.
Dan kedua, film Argo menitikberatkan pada sikap anti-Iran. Saat ini, apa saja yang menyudutkan dan menyerang Iran akan laris manis dijual di Amerika dan Barat, mulai dari bahaya nuklir Iran, Iranphobia, sampai Revolusi Islam. Oleh sebab itu, peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran kembali diangkat ke layar lebar untuk menebar propaganda di saat-saat sensitif seperti sekarang ini.
First Lady Amerika, Michelle Obama bahkan secara mengejutkan tampil di ajang Oscar tahun ini dengan membacakan nominasi film terbaik. Ibu Negara AS membacakan nominasi melalui sebuah tayangan yang disaksikan langsung oleh seluruh penonton di Teater Dolby, Hollywood, Ahad, 24 Februari 2014.
Pada dasarnya, film Argo merupakan sebuah mata rantai panjang untuk menutupi kekalahan memalukan militer Amerika dalam operasi pembebasan di Gurun Tabas, Iran. Pada 25 April 1980, pemerintah Amerika yang dipimpin oleh Jimmy Carter memerintahkan militer untuk menyerang Iran. Serangan ini dilakukan di pertengahan malam oleh pasukan elit yang diperlengkapi dengan berbagai persenjataan modern dengan didukung pesawat Hercules C-130 dan sejumlah helikopter. Sekitar 90 pasukan komando yang ikut dalam operasi Eagle Claw ditugaskan untuk membebaskan para diplomat Amerika yang ditahan di Tehran.
Dalam perjalanan menuju Gurun Tabas di timur Iran, dua helikopter mengalami kerusakan teknis, namun operasi tetap dilanjutkan. Sejumlah helikopter dan pesawat mendarat di tempat yang telah ditentukan dan siap melakukan tahapan operasi berikutnya, bergerak menuju Tehran.
Namun, Tabas menciptakan sebuah keajaiban. Kali ini kehendak Tuhan kembali menggagalkan kelicikan para agresor. Saat tiba di sana, satu lagi dari helikopter Amerika mengalami kerusakan teknis yang berujung pada terhentinya operasi ini. Karena operasi rahasia ini membutuhkan sedikitnya enam helikopter, Presiden Jimmy Carter memutuskan untuk menghentikan operasi Eagle Claw dan memerintahkan agar semua pesawat dan helikopter segera kembali. (IRIB Indonesia)
Kirim komentar