AS-Israel dan Militerisasi Dunia Maya
Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel secara bersamaan mengkonfirmasikan program baru mereka untuk melawan ancaman-ancaman cyber. Menurut para pengamat, dimensi serangan yang sangat tinggi telah mendorong militerisasi dunia maya di dunia.
Pekan lalu, AS dan Israel mengklaim bahwa bahaya ancaman cyber terhadap mereka sangat serius dan serangan terhadap perusahaan, individu, dan instansi-instansi pemerintah telah meningkat. Oleh karena itu, kedua pihak akan mengambil langkah-langkah khusus dalam masalah tersebut.
Presiden Barack Obama menandatangani aturan baru yang mengatur tentang keamanan di dunia maya atau cyber-security. Aturan ini memungkinkan pemerintah untuk berbagi informasi mengenai adanya "ancaman cyber" dengan perusahaan privat.
Israel juga telah meluncurkan pusat khusus untuk operasi cyber dan berupaya memperkuat program cyber rezim itu. Harian Jerusalem Post menulis, serangan cyber telah menjadi masalah rumit bagi Israel dan beberapa pihak berpikir bahwa konvensi internasional harus dipersiapkan untuk menangkal serangan cyber dan perang di dunia maya.
Namun perlu diketahui bahwa Israel tidak bergabung dengan banyak konvensi internasional dan salah satunya adalah Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Tel Aviv hanya ingin memanfaatkan keterbatasan gerak negara-negara yang telah menandatangani konvensi dan perjanjian internasional demi kepentingannya.
Kementerian Peperangan Israel bulan lalu mengumumkan bahwa negara-negara musuh telah meningkatkan upayanya untuk menyusup ke jaringan internet Zionis dan mengakses data-data militer. Rezim itu memperkirakan bahwa aksi tersebut akan meningkat secara signifikan pada 2013 ini.
Menurut para pakar dunia maya, tindakan agresif Washington dan Tel Aviv untuk melawan serangan cyber patut dicurigai, sebab AS dan Israel merupakan dua aktor utama kejahatan di dunia maya. Pusat penangkal serangan cyber AS dan Israel bisa dimanfaatkan untuk menyerang negara-negara lain dan meningkatkan perang senyap di dunia maya.
Kantor berita Reuters menulis, Obama dengan menandatangani Executive Order ingin memperkuat pertahanan terhadap serangan cyber. AS mengkalim bahwa serangan-serangan cyber yang dialamatkan ke negara itu secara tidak langsung dapat mempengaruhi stabilitas keamanan nasional AS.
Obama mengatakan AS akan menghadapi tantangan yang terus meningkat terhadap serangan cyber. Dia pun meminta dukungan Kongres dalam memperkuat pertahanan cyber. Obama mengklaim bahwa musuh-musuh AS mengincar untuk melakukan sabotase terhadap sejumlah fasilitas umum dan khusus.
Aturan pemerintah tentang cyber-security ini sebenarnya didesain untuk menjadi "senjata" eksekutif, sebab Rancangan Undang-Undang yang gagal disahkan di Kongres. Ketika itu, Cyber Intelligence Sharing and Protecting Act (CISPA) atau RUU yang juga mengatur tentang intelijen di dunia maya menuai kontroversi, sehingga Kongres AS tidak memberikan pengesahan.
Obama mengatakan AS tidak mungkin berdiam diri dalam menyikapi ancaman-ancaman nyata terhadap ekonomi dan keamanan dan kasus ini akan terus berlanjut.
Kebijakan Obama ini menuai kritik dari beberapa lembaga dan negara lain. Kelompok lobi European Digital Rights (EDRI) menyebut langkah presiden AS sebagai upaya militerisasi keamanan di dunia maya, sebab pemerintah telah bersikap berlebihan dalam merespon ancaman potensial.
Executive Ordertersebut lebih menitikberatkan pada dimensi defensif ketimbang ofensif dan membedakan antara pertahanan cyber dan operasi cyber. (IRIB Indonesia)
Kirim komentar