Narasi Maulid oleh Ust Muhsin Labib

Narasi Maulid oleh Ust Muhsin LabibNarasi Maulid

Kira-kira 15 tahun lalu saya membacakan sebuah narasi tentang Kelahiran Kanjeng Baginda Muhammad Saw. Bila kurang puitis atau kurang menyentuh, mohon dimaklumi. Bila berkenan, usai membacanya, ucapkan sebaris doa untuk adik saya, Ibrahim Muharram, agar Allah Swt senantiasa menjaganya dan mengganti kesabarannya dengan pahala.

 

 

Nun jauh di sana, di di Roma, tatkala hening meranggas di istana yg megah, dan satwa-satwa malam sedang menyelenggarakan konser rutin di semak-semak kebun yang rimbun dan basah, tiba-tiba sang kasiar terjaga dengan wajah kutu bersimbah peluh lalu memanggil-manggil juru takwil mimpi yang tak lagi diingat namanya. Dengan tergopoh-gopoh, sang penakwil berlari menghadap juragannya yang terbujur lunglai di atas ranjangnya. “Hai,” teriaknya membahana. “Dalam tidurku kuliaht kerajaan Romawi tumbang dan istananya runtuh lalu berubah menjadi tumpukan puing yang betapa mengerikan,” tanyanya tersengal-sengal. Penakwil tua itu menundukkan kepala sambil berbisik: “Baginda, telah terlahir bayi di Arabia bernama MUHAMMAD’.

Di lorong Salam yang tenang,

di sepetak bangunan yang remang
di bilik sempit yang temarang,

di kampung Tihamah yang lengang
di jantung Bakkah yang gersang,

di persada Jazirah yang kerontang…

sinar misterius menghunjam persada dan membedah malam pertengahan Rabi’ul awwal,

sebuah jeritan bayi malakuti melambung dan mengoyak angkasa Ummul-Qura
gemerincing lampu-lampu kristal istana Khosro Parwiz mengisyaratkan sebuah peristiwa
…dentang-dentang lonceng raksasa gereja Roma mengumandangkan sebuah warta
…debam-debam gajah-gajah Abrahah yang berjatuhan beradu bagai genderang laga
…kelepak sayap merpati di atas Mekkah yang menari bersusulan laksana rebana pesta

lalu terdengar kumandang …
selamat menggigil, cukong-cukong tamak…
selamat berhamburan, tuhan-tuhan bertulang…
selamat berjatuhan, raja-raja jorok…
selamat ketakutan, seniman-seniman cabul di pasar ukaz,
selamat bangkrut, saudagar-saudagar budak
berpestalah, hai kuli-kuli gratis juragan-juragan Quraisy
bergembiralah, hai kaum buruh di ladang Umayyah
kumandangkan lagu kemerdekaan
gelarlah permadani merah demi menyambut MUHAMMAD!

 

Mentari menyingsing dan menyongsong,
purnama menyeruak dan menyapa,
gemintang berkilau dan menyambut,
pelangi berhias dan mendaulat
Ka’bah menyala san mengucapkan ’selamat datang’ ’selamat lahir’
kepada debur ombak rabbani yang bergulung menghempas buih syaitani
kepada desah nafas subuh yang berhembus lembut segarkan pori-pori fitrah
kepada rinai-rinai iman yang berguguran membilas sahara Hijaz
kepada sepoi-sepoi sejuk yang meniup pucuk dedaunan korma
kepada simponi tangkai zaitun yang bergesekan laksana biola
kepada mawa api tauhid yang menjilat gelap syirik
kepada untaian syair ilahi yang abadi
kepada rangkaian firman yang suci
kepada penguasa altar malakut yang menghadirkan gelegar dahsyat di lelangit
kepada kuasa Musa,

kasih Yesus,

damai Budha,

hikmah Socrates,

logika Aristo,

ide Plato,

aura Zoroaster

dan wibawa Lao Tse
kepada pemuka para kohen, santo dan imam
kepada utusan Sang Khuda,

duta Sang Theos,

pewarta Sang Hyang dan Rasul Allah
kepada Sang Rahmat
kepada dia yang bernama MUHAMMAD!

Bertapa dalam gua gelap Tsur
bersemedi dalam lembah Hira
menggigil dalam kesendirian lereng Arafah
menggelinjang dalam asmara Lahut
menggigil dalam pelukan Sang Jalal
mengerang dalam kehangatan Sang Jamal
bergejolak dalam pesta malaikat
menanggalkan busana raga
hilang dalam Ada
kembali memasuki nasut
dilumuri kotoran onta di Haram
dilempar bebatuan bocah-bocah Thaif
bermandikan darah di Uhud
bersenda jenaka di hadapan yatim
menghibur para janda syuhada
berhariraya dengan gelandangan
bergaul dengan kaum cacat dan kusta
bersukacita didatangi tamu tuna netra
berjalan menunduk di keramaian
mencium tangan pekerja kasar
pemaaf kala berkuasa
membantu sebelum diminta
berbalik tubuh bila diseru
menegur tanpa menunggu
bermurah dengan senyum
menggali parit dan sumur
tidur dengan bantal batu
keluar masuk pasar
dan berseru akulah Sang Utusan
akulah MUHAMMAD

 

Kini lihatlah ia sedang melihat kita dengan mata kecewa
kita yang sedang nongkrong di atas fosil-fosil kebodohan
kita yang asyik harakiri dengan pornografi atas nama seni
kita yang makin trampil menjadi bangsa yang latah
kita yang sakau dengan korupsi dari rt sampai pejabat
kita yang sudah kehilangan etika ketimuran
kita yang menjadi konsumeris dan pemuja raga
kita yang sibuk mempertontonkan lakon anarkisme
kita yang sudah menjadi kue ulangtahun dalam pesta para musuh
kita yang tak lagi bisa hidup rukun dan menghargai perbedaan
kita yang sebenarnya tak mengenal MUHAMMAD

Sumber: (muhsinlabib.com)

Kirim komentar