Kebudayaan dan Peradaban Islam; Masjid Pusat Pemerintahan Islam
Salah satu langkah penting Rasulullah Saw adalah membuat masjid yang dijadikan sebagai pusat pemerintah Islam. Pada dasarnya, sangatlah penting pembangunan sebuah pusat yang juga tempat ibadah ummat Islam, aktivitas politik, hukum dan pendidikan.
Masjid pada awalnya dibuat untuk tempat shalat, pendidikan, pengadilan dan pusat pemerintah. Selain itu, masjid juga dijadikan sebagai tempat penyimpanan Baitul Mal dan ghanimah (pampasan perang), bahkan juga dijadikan sebagai tempat penampungan para tahanan. Dengan demikian, masjid menjadi pusat politik dan sosial. Masjid dapat disimpulkan mempunyai peran penting dalam mengokohkan pemerintah baru Islam di Madinah.
Terkait peran dan kinerja masjid dapat dikatakan bahwa masjid mempunyai hubungan kuat antara ilmu dan keimanan. Semua ajaran dan hukum disampaikan di masjid. Lebih dari itu, berbagai ajaran agama seperti membaca dan menulis juga diajarkan di masjid.
Setelah itu, pusat pemerintah dan pengadilan secara bertahap, dipisahkan dari masjid. Akan tetapi pusat-pusat pendidikan tetap bertetanggaan dengan masjid. Bahkan dalam beberapa abad terakhir ini, sekolah dan kampus-kampus selalu ada di samping masjid-masjid besar kota.
Penyebaran ideologi yang juga menjadi tujuan utama Nabi Besar Muhammad Saw, tentunya membutuhkan organ politik, pemerintah dan militer. Nabi juga memilih orang-orang yang tepat untuk mengokohkan pemerintah dan mengisi pos-pos penting. Sejumlah orang ditugaskan mengumpulkan zakat, sedangkan orang lainnya dipilih mengatur urusan sosial. Sistem pemerintah yang dibangun di Madinah sederhana, tapi komprehensif.
Masih mengenai sistem pemerintah, sejumlah orang dipilih oleh Rasulullah Saw untuk mencatat nota kesepakatan dan surat-surat. Sejumlah lainnya ditugaskan menghitung pajak dan mengumpulkannya serta mencatat rampasan perang. Bahkan Rasulullah Saw menugaskan beberapa orang untuk mencatat ayat-ayat al-Quran.
Yang lebih menarik lagi, Rasulullah Saw juga memerintahkan sejumlah sahabat untuk mendata tanah-tanah dan sumber air yang kemudian mencatat kepemilikan itu kepada para pemilik sebenarnya. Dengan demikian, kepemilikan tanah dan sumber air terdata dengan rapi. Cara ini tentunya adalah hal yang baru bagi bangsa Arab saat itu. Rasulullah sengaja mendata semua kepemilikan dengan rapi karena banyak konflik yang muncul dari persengketaan.
Rasulullah Saw mengikat kesepakatan-kesepakatan dengan berbagai kabilah seperti kabilah Yahudi dan Kristen. Kandungan kesepakatan ditulis sesuai dengan kondisi tempat dan kekuatan pasukan muslim. Untuk itu, sejumlah kesepakatan terkadang menimbulkan penentangan bagi orang-orang yang tidak tahu kondisi sebenarnya. Sebagai contoh, kesepakatan Rasulullah dengan Musyrikin Mekah dan perdamaian Hudaibiyah menimbulkan penentangan sejumlah pihak. Kondisi yang ada menunjukkan bahwa Rasulullah Saw adalah seorang diplomat ulung yang mampu mempertahankan kekuatan pemerintah baru Madinah dan menerapkan kebijakan dengan apik.
Selain itu, Rasulullah Saw juga menulis surat kepada para raja dan pemimpin negara tetangga termasuk Raja Iran, Roma, Mesir, Yaman, Habasyah dan negara-negara lainnya. Kandungan surat Rasulullah yang ditujukan kepada para raja adalah menyerukan Islam dan mengajak kepada keesaaan Tuhan. Menurut sejarawan dan penulis sejarah, apa yang tertulis dalam surat Rasulullah mencerminkan kebijakan luar negeri pemerintah Islam Madinah. Rasulullah melalui surat-suratnya, mengutamakan diplomasi daripada perang dan konfrontasi. Bahkan Rasulullah selalu membebaskan para tahanan yang ditahan oleh para sahabat tanpa menyerukan agama Islam.
Langkah selanjutnya Rasulullah Saw adalah perluasan Islam dan peningkatan keamanan di perbatasan-perbatasan melalui perang, ekspedisi dan berbagai kesepakatan dengan kabilah-kabilah. Langkah ini sengaja dilakukan untuk menyebarkan Islam di Jazirah Arabia.
Penulis sejarah, Will Durant mengakui peran bijak Rasulullah Saw dalam membenntuk pemerintah Islam. Dikatakannya, Rasulullah bukan hanya pemimpin umat Islam, tapi juga pemimpin politik kota Madinah. Menurut Abdolhossein Zarrin Koub, penulis asal Iran, hukum-hukum Islam telah diterapkan di kota Madinah. Beberapa waktu setelah perpindahan kiblat, hukum puasa di bulan Ramadhan, shalat dan zakat fitrah ditetapkan. Zarrin Koub menilai sejumlah hukum seperti qishas, diyah, jihad, pembagian pampasan perang, warisan, haramnya minuman khamer, dan haji, sebagai fakto-faktor yang mengubah total kehidupan Arab, bahkan mampu mempersatukan mereka.
Selama mengendalikan pemerintah selama 10 tahun di Madinah, lebih dari 80 perang kecil dan besar dilakukan oleh Rasulullah Saw. Di setiap perang, Rasulullah menentukan seseorang sebagai komandan atau beliau memilih menetap di kota. Kepiawaiaan Rasulullah dalam menerapkan sistem perang, mengundang perhatian para sejarawan. Meski Rasulullah mempunyai posisi penentu, tapi beliau dalam mengatur strategi perang, seringkali bermusyawarah dengan para sahabat. Sebelum perang penting, Rasulullah membentuk dewan militer dan menampung pendapat para sahabat. Sebagai contoh, Rasulullah di perang Uhud menampung pendapat mayoritas untuk menentukan strategi perang.
Dengan menaklukan negara-negara tetangga di Jazirah Arab, wilayah Islam kian meluas. Dengan demikian, umat Islam mulai mengenal berbagai latar belakang budaya yang beragam. Hal ini menyebabkan sejumlah ajaran dan tradisi kehidupan sederhana terbuka bagi semua bangsa dengan latar belakang yang berbeda-beda. Budaya Islam dapat diterima oleh semua suku dan bangsa. Ajaran murni Islam yang sesuai dengan hati nurani mampu menarik masyarakat dalam sekup lebih luas lagi. Kondisi ini bertahan hingga kepemimpinan Khalifah Kedua. Di penghujung kepempimpinan Khalifah Kedua, kondisi Madinah mengalami perubahan.
Dari sisi lain, penjagaan dan manajemen wilayah-wilayah yang ditundukkan membutuhkan kepiawaian khusus. Akan tetapi umat Islam itu pada saat itu, tidak mempunyai pengalaman yang luas. Manajemen khusus untuk mengelola pemerintah pun kian berkembang. Dalam perjalanan Islam selanjutnya pasca wafatnya Rasulullah Saw terbentuk berbagai dewan dan lembaga-lembaga untuk mengatur sistem pemerintahan secara utuh. Lembaga semacam itu dimulai dari pembentukan Baitul Mal Madinah yang kemudian disusul dengan pembentukan instansi-instansi lainnya di masa Bani Umayah dan Bani Abbasiah.
Terkait penaklukan sejumlah wilayah, ada hal yang perlu diperhatikan bahwa kondisi itu menimbulkan gaya hedonisme di tengah masyarakat Islam. Hal-hal seperti ini terjadi setelah sejumlah penguasa menyalahgunakan sistem pemerintah Islam untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Bahkan di masa itu, khurafat-khurafat mengemuka yang tentunya menyimpangkan ajaran murni Islam. Kehidupan hedonisme benar-benar merata bahkan keluarga Rasulullah Saw tidak lagi diperhatikan. Islam pada masa itu benar-benar hanya dijadikan alat para penguasa dinasti.
Meski demikian, perkembangan di masa penaklukan seperti transformasi ilmu khususnya dari kalangan muslim Iran berlangsung cepat dan berperan penting dalam perjalanan peradaban Islam. Di awal penaklukan-penaklukan, sejumlah juru dakwah dibimbing untuk mengembangkan Islam di berbagai wilayah yang baru ditundukkan Islam. Proses ini menyebabkan transformasi ilmu yang begitu cepat. Hal inilah yang membantu peningkatan peradaban Islam. (IRIB Indonesia)
Kirim komentar