Kekejaman Wahabi Dalam Catatan Jurnalis Turki


Kekejaman Wahabi Dalam Catatan Jurnalis Turki

By Ayyub Sabri Pasha *

 

Pengikut wahabi mengatakan bahwa ibn abd al-wahhab menyebarkan pemikiran-pemikirannya supaya mencapai kemurnian dalam keyakinannya (tauhid).

“sharif ghalib lari dari rasa takut! Dan warga thaif tidak memiliki kekuatan untuk melawan mu!

Mereka (penduduk thaif) memintaku untuk menyampaikan bahwa mereka (penduduk thaif) akan menyerahkan benteng pertahanan, dan penduduk thaif meminta mu untuk memaafkan mereka. Aku menyukai wahabi. Kembalilah! Kau sudah menumpahkan banyak darah! Ini tidak benar untuk kembali tanpa merebut thaif. Aku bersumpah bahwa penduduk thaif akan segera menyerahkan benteng pertahanan. Mereka akan menerima apapun yang kamu mau”

adalah kesalahan sharif ghalib effendi bahwa thaif dikalahkan dengan sia-sia. Jika saja dia sudah berada di thaif, kaum muslimin tidak akan menderita musibah itu. karena “para pengkhianat-pengkhianat pengecut” wahabi tidak percaya bahwa penduduk thaif akan menyererah dengan mudah. Tetapi, melihat bendera genjatan senjata pada benteng pertahanan (tahif), mereka mengirim seorang utusan ke benteng pertahanan(thaif) untuk memeriksa keadaan. penduduk thaif, menarik sang utusan keatas benteng dengan seutas tali (memanjat dengan tali).

“kumpulkan barang-barangmu disini dan menyerahlah jika kau ingin menyelamatkan hidupmu!” kata sang utusan.

Semua barang-barang milik mereka dikumpulkan dengan usaha seorang muslim yang bernama Ibrahim. “ini tidak cukup!” kata utusan itu. “kami tidak bisa memaafkanmu untuk (barang-barang) sebanyak ini, kau harus membawa lebih banyak lagi!” dia memberi mereka sebuah catatan dan berkata “berikan daftar nama-nama mereka yang tidak memberi! Laki-laki bebas pergi kemanapun mereka inginkan, wanita dan anak-anak akan dibelenggu dengan rantai-rantai”. Walaupun penduduk thaif memintanya untuk sedikit lebih lembut, dia meningkatkan agresi dan kekerasannya. Ibrahim, tidak bisa bersabar lagi, dia memukul dadanya dengan sebuah batu dan membunuhnya.

Dalam keadaan bingung ini, para wahabi menyerang benteng (tahif), sehingga mereka (penduduk thaif) melarikan diri dari terkena tembakan meriam dan peluru-peluru. Mereka para wahabi menghancurkan pintu gerbang dan memasuki benteng. Mereka membunuh setiap wanita-wanita, laki-laki dan anak-anak yang mereka lihat. Bahkan menebas bayi-bayi dalam ayunan. Jalan-jalan berubah menjadi banjir darah. Mereka menyerang rumah-rumah dan menjarah dimana-mana. Menyerang dengan hebatnya dan menggila hingga matahari terbenam. Mereka (wahabi) tidak dapat merebut rumah-rumah batu di bagian timur benteng, jadi mereka (wahabi) mengepung rumah-rumah itu dan menghujaninya dengan peluru-peluru. Seorang bajingan wahabi berteriak : “kami mengampunimu! Kau boleh pergi kemanapun kau mau bersama istri-istri dan anak-anakmu” tetapi mereka (penduduk thaif) tidak menyerah. Sementara itu, wahabi mengumpulkan orang-orang, yaitu mereka yang sudah siap-siap migrasi, disebuah bukit dan mengepung keluarga-keluarga muslim yang tak bersalah itu, yang telah menumbuhkan ditengah-tengah meraka rasa cinta dan kasih sayang dan kebanyakan mereka adalah para wanita dan anak-anak, dan menahan mereka untuk mati kelaparan dan kehausan selama12 hari, dan menyiksa mereka dengan mengumpat, melempari dengan batu, dan memukuli dengan pentungan. Para wahabi memanggil mereka satu persatu dan memukul mereka lalu berkata “beritahu kami dimana kau menyembunyikan barang-barang milikmu!” lalu berteriak “Hari kematianmu Tiba!” kepada mereka-mereka yang memohon ampun.

Ibnu Shakban (wahabi), setelah mendesak rumah-rumah batu dengan kerasnya selama 12 hari dan tak mampu membuat penduduk thaif menyerah, lalu dia berjanji bagi siapa saja yang akan keluar dari rumah-rumah batu tersebut dan menyerahkan persenjataan akan diampuni. Kaum muslimin mempercayainya dan segera keluar. Tetapi dengan tangan yang terikat dibelakang punggung mereka, mereka diseret oleh ibnu shakban ke bukit dimana kaum muslimin lainnya dikepung. 367 laki-laki bersama dengan para wanita dan anak-anak, dilempar kepedang di bukit itu (rahmat-Allahi ‘alaihim ajmain). Mereka para wahabi membuat binatang-binatang menginjak-nginjak tubuh para syuhada itu dan meninggalkan mereka tidak dikubur sehingga dimakan binatang-binatang buas dan burung-burung pemangsa selama 16 hari. Mereka para wahabi menjarah rumah-rumah kaum muslimin dan mengumpulkan semua yang mereka ambil kedalam sebuah timbunan besar didepan pintu gerbang benteng dan mengirimkan satu perlima dari barang-barang dan uang yang mereka kumpulkan kepada sa’ud, lalu sisanya dibagi-bagi untuk mereka. Para pengkhianat dan derasnya hujan menyapu uang-uang yang tak terhitung jumlahnya dan barang-barang yang tak ternilai harganya dan disana yang tersisa hanya sedikit saja. Hanya empat puluh ribu rial emas, ditangan ahlusunnah ; sepuluh ribu didistribusikan untuk wanita dan anak-anak, dan barang-barang dijual dengan sangat murahnya.

Para wahabi merobek-robek salinan-salinan Al-Qur’an al-karim dan kitab-kitab tafsir, hadits, dan kitab-kitab Islam lainnya yang mereka ambil dari perpustakaan-perpustakaan, masjid-masjid dan rumah rumah, dan membuangnya ketanah. Mereka membuat sandal dari salinan-salinan sampul kulit emas dari Al-Quran yang disepuh dan kitab-kitab lainnya dan memakainya pada kedua kaki mereka yang dekil. Ada ayat-ayat dan tulisan-tulisan suci lainnya pada sampul-sampul kulit itu. Lembaran-lembaran kitab-kitab yang sangat berharga itu dilemparkan kemana-mana dengan begitu banyaknya sehingga tidak ada ruang untuk melangkahkan kaki di jalan-jalan kota thaif. Walaupun ibnu Shakban telah memerintahkan para penjarah-penjarah untuk tidak menyobek salinan-salinan Al-Quran al-Karim, penjahat-penjahat wahabi, yang dikumpulkan dari padang pasir untuk menjarah yang tidak mengetahui Al-Quran al-karim, merobek semua salinan-salinan yang mereka temukan dan menginjak-injaknya. Hanya tiga salinan Al-Qur’an dan satu salinan shahih Al- bukhari yang diselamatkan dari penjarahan dikota besar thaif.

Sebuah mukjizat : saat itu cuaca tenang selama penjarahan kota thaif, tidak ada angin. Angin topan muncul setelah para penjahat-penjahat pergi, dan angin mengangkat semua lembaran-lembaran Al-Quran Al-karim dan kitab-kitab Islam lainnya dan menyapu bersih lembaran-lembaran tersebut. Tak lama kemudian tidak ada lagi lembaran-lembaran kertas yang tertinggal ditanah. Tak seorangpun tau kemana lembaran-lembaran itu dibawa.

Dibawah teriknya matahari, jenazah-jenazah para syuhada membusuk dibukit tersebut selama enam belas hari. Udara pun menjadi berbau busuk. Kaum muslimin meminta, bercucuran air mata dan meratap didepan ibnu shakban untuk meminta izin menguburkan jenazah sanak keluarga mereka. Pada akhirnya dia (ibnu shakban) menyetujuinya, dan mereka (penduduk thaif) menggali dua lembah besar, menaruh semua jenazah yang membusuk dari ayah-ayah, kakek-kakek, sanak keluarga dan anak-anak mereka kedalam lembah dan menutup mereka dengan tanah. Tak ada satupun dari jenazah-jenazah tersebut yang dapat dikenali lagi; sebagian dari mereka hanya setengah atau seperempat tubuh saja yang utuh, sedangkan bagian tubuh-tubuh yang lain tersebar kemana-mana oleh burung-burung dan binatang-binatang buas. Mereka (penduduk thaif) diizinkan untuk mengumpulkan dan mengubur potongan-potongan tubuh karena bau yang tidak enak mengganggu para wahabi, juga. Kaum musliminpun mencari tiap-tiap potongan tubuh tersebut dan mengumpulkan dan menguburkan mereka, juga, di dua lembah tersebut.

Hal tersebut juga untuk tujuan penghinaan dan balas dendam pada kaum muslimin yang wafat sehingga para penjahat-penjahat wahabi membiarkan para syuhada-syuhada tersebut tidak dikubur sampai mereka membusuk. Tetapi, seperti yang dikatakan dalam sebuah bait.

‘hal tersebut akan membawa pada ketinggain (derajat), jangan bersedih hati bahwa kau sudah terjatuh,
Sebuah bangunan tidak diperbaiki sebelum ia menjadi reruntuhan.

Kedudukan para syuhada-syuhada (Rahmat-Allah ‘alaihim ajmain) didalam penghargaan yang Allah berikan bertambah ketika jasad-jasad mereka ditinggalkan tidak dikuburkan sampai membusuk dan menjadi mangsa burung-burung dan binatang buas.

Para penjahat-penjahat wahabi menghancurkan sama sekali pemakaman para sahabat yang mulia, para wali, dan ulama setelah membunuh kaum muslimin di thaif dan membagi-bagikan barang rampasan dan uang. Ketika mereka mencoba menggali sebuah makam dengan maksud mengambil dan membakar jenazah dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, yang merupakan satu dari salah satu sahabat-sahabat yang paling dicintai Nabi kita. Mereka ketakutan dengan bau wangi yang keluar saat hantaman sangkur (kapak) pertama menghantam tanah. Mereka berkata “ada setan yang hebat di makam ini. Kita harus meledakkannya dengan dinamit dari pada kehilangan waktu dengan menggali.” Walaupun mereka banyak menaruh mesiu dan mencoba dengan keras, mesiu gagal meledak dan mereka pergi dalam keheranan. Makam tersebut hanya tinggal dataran dengan tanah selama beberapa tahun. Kemudian, Sayyid Yasin Effendi meletakkan sebuah peti batu yang sangat bagus pada makam tersebut dan melindungi makam yang diberkahi itu dari dilupakan orang-orang.

Para penjahat-penjahat wahabi juga mencoba menggali makam sayyid ‘abdul hadi effendi dan makam awliya’-awliya’ lainnya, tetapi mereka terhalang oleh karomah pada setiap makam. Menghadapi kesulitan yang luar biasa dalam melaksanakan maksud keji mereka, mereka menyerah. Utsman la-Mudayiqi dan ibnu shakban juga memerintahkan agar masjid-masjid dan madrasah-madrasah dibongkar bersama dengan pemakaman. Yasin effendi, ulama besar ahlusunnah mengatakan “mengapa kau ingin membongkar masjid-masjid, yang mana dibuat untuk tujuan melaksanakan sholat berjama’ah? Jika kau ingin meruntuhkan masjid ini karena makam ‘Abdullah ibn ‘Abbas (radhi-Allahu ‘anhuma) disini, aku beritahu kau, makamnya ada di dalam area pemakaman diluar dari masjid besar. Oleh karena itu, tak perlu membongkar masjid.” Utsman al-Mudayiqi dan ibnu shakban tidak dapat menjawab lagi. Tetapi, matu, seoarng zindiq diantara mereka membuat pernyataan yang menggelikan “ segala sesuatu yang ragu-ragu harus dihancurkan” lalu, Yasin effendi bertanya “apakah ada sesuatu hal keraguan dengan masjid?” dan penghasut terdiam. Setelah diam cukup lama, ‘Utsman al-Mudayiqi berkata “Aku tak setuju dengan mu (Yasin Effendi)” dan memerintahkan “Jangan sentuh masjid, hancurkan semua pemakaman!” [tvshia/warkopmbahlalar]

* Penulis Berkebangsaan Turki, yang berjudul Mir’at al-Haramain: jilid ke 5, Matba’a-i Bahriyye, Istanbul, 1301-1306 H

Kirim komentar