Juan Galvan: Keluarga Mexican-American Terkenal dengan Cintanya terhadap Keluarga dan Agama

Juan Galvan: Keluarga Mexican-American Terkenal dengan Cintanya terhadap Keluarga dan Agama

Juan Galvan: Keluarga Mexican-American Terkenal dengan Cintanya terhadap Keluarga dan AgamaءTuhanءAliءMuhammadءIslamءMahdiءpenyelamatءtvshiaءSyiahء

Dalam penerbangan pulang ke Austin, Texas, saya teringat pada hari-hari sebelum saya memeluk agama Islam. Saya teringat kepada Armando, seorang Muslim Latin. Ia yang memperkenalkan Islam kepada saya. Sambil menunjukkan ke arah Timur dan kemudian ke arah Barat, Armando mengatakan, "Lihatlah apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Dia menciptakan segalanya. Allah Maha Perkasa." Ketika itu ia baru saja menyelesaikan shalat Magribnya. Keindahan matahari terbenam masih terbayang dalam fikiran saya.
 "Sesungguhnya, mengingat Allah membuat hati menjadi tenang," Quran 13:28.

   Melihat ke luar jendela, saya tidak dapat menahan senyuman ketika melihat ke arah kiri dan kemudian ke arah kanan saya. Saya menemukan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Tujuan hidup bukanlah untuk menerima Jesus Christ sebagai Tuan dan Penyelamat. Sebaliknya, kita mestilah menerima Allah sebagai Tuhan kita. Kita Muslim mengakui sifat sejati Sang Pencipta. Dengan pengakuan tersebut, kita menerima tujuan hidup kita sebagai hamba kepada Sang Pencipta.
   Dalam perjalanan pulang selepas menziarahi keluarga saya untuk pertama kali setelah memeluk agama Islam, orang yang tidak mengetahui langsung mengenai Islam mengelilingi saya. Adik perempuan saya Cathy yang berusia 14 tahun bertanya, "Tidakkah Muhammad Tuhanmu?" Saya menjawab, "Tidak." Kedua orang tua, saudara lelaki, dan lima saudara perempuan saya semua tinggal di Pampa, Texas. Ayah dan saya saling bergurau tentang agama masing-masing.
 "Mengapa anda shalat kepada sajadah?" soalnya.
 "Mengapa anda punya patung orang mati di dinding anda?" saya bertanya, sambil menunjuk kearah patung Nabi Isa di salib dalam kamar tamu.
 Pada hari pertama saya dirumah, saya ke kamar Cathy untuk menunaikan shalat setelah melihat salib dan imej-imej religius di dinding kamar kedua orang tua saya. Tidak ada salib atau gambar Nabi Isa di kamar Cathy. Tetapi terdapat poster Backstreet Boy yang begitu besar dalam kamarnya. Ibu bapa saya mempunyai patung atau gambar Nabi Isa dan Bunda Maryam di hampir seluruh dinding rumah mereka. Saya mempunyai hubungan baik dengan keluarga saya. Rumah tangga Mexican-American terkenal dengan cinta mereka terhadap keluarga dan agama.
 Ketika saya menziarahi Pampa, saya banyak menghabiskan waktu dengan berbincang tentang Islam. Orang akan bertanya mengapa saya memilih agama tersebut, tentu dengan senang hati, anda akan menyampaikannya. Saya segera memberikan jawaban. Ayah saya berkata, "Ibu saya adalah Katolik, dan saya akan meninggal dalam Katolik."
 Orang-orang Mexican-Amerika tampaknya memikirkan bahwa nenek moyang mereka adalah Roman Katolik. Leluhur kami dari Spanyol adalah Muslim. Leluhur kami dari Mexico adalah penyembah berhala. Bergantung kepada agama hanya karena tradisi adalah perbuatan gila. Saya enggan menjadi pengikut buta. Saya adalah Muslim karena saya yakin Islam itu benar.
 Ketika menziarahi keluarga saya, saya sering bercakap tentang Islam. Jika anda mencintai sesuatu, anda akan berbincang mengenainya setiap kali anda menemui peluang melakukannya. Saya berharap hal ini tidak menganggu keluarga saya. Saya memberikan saudara lelaki saya sebuah al-Quran dan sebuah buku mengenal Islam. Saya memberi tanda www.LatinoDawah.org dan www.HispanicMuslims.com di komputer keluarga saya. Saya menkopi beberapa file berkaitan Islam ke komputer mereka dengan harapan mereka akan menemuinya secara tidak sengaja. Saya mengemukakan pertanyaan bahwa hanya agama Tuhan yang benar dapat memberikan jawabannya.
 Adakah Tuhan itu tiga? Adakah Nabi Isa itu Tuhan? Apakah dosa original? Kita akan menemukan jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan itu dengan mempelajari dasar Islam: Keesaan Tuhan, kenabian, dan Hari Akhirat.
 Saya menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan kesalahpahaman tentang Islam. Mengapakah orang-orang Amerika tidak diberikan informasi yang lebih baik tentang Islam? Orang-orang Amerika punya banyak sekali persoalan tentang Islam. Banyak kali, alangkah baik pertanyaan-pertanyaan itu dibuka kepada umum. Saya ingin sekali kakak-kakak saya memahami bahwa Islam bukan sebuah agama yang menganiaya wanita. Saya ingin sekali menjelaskan kepada mereka mengapa wanita Muslim mengenakan hijab.
 Akhirnya, saya bertanya kepada mereka, "Tahukah anda mengapa muslimah mengenakan kerudung?" Dia menjawab, "Nuh uh." Saya takut kalau dia membalas seperti ini, "Apa? Adakah anda pikir saya akan berpakaian seperti pelacur atau seumpamanya?"
 Saya menjelaskan bahwa Muslim percaya wanita tidak harus dipandang sebagai alat atau objek seksual. Saya juga menjelaskan bahwa Islam seperti manajemen resiko. Lelaki dan perempuan keduanya diperintah untuk menundukkan pandangan mereka.
 Dalam perjalanan ke Pampa, pengawasan bandara begitu ketat sekali. Seorang petugas keamanan memeriksa tas-tas saya. Dia menemukan Quran saya, buku-buku Islam saya, audiotapes Islam saya, dan sajadah. Saya berharap saya tidak menakutkan petugas keamanan itu. Saya juga ragu apakah saya bisa menunaikan shalat di bandara Austin sebelum melangkah ke dalam pesawat. Saya tidak ingin pula membuat penumpang pesawat terkena serangan jantung gara-gara saya. Setelah memberitahu saudara lelaki saya tentang ini, dia menyarankan saya ketika pulang dengan petunjuk instuktur penerbangan. Tidak lama selepas peristiwa serangan 11 September, ayah saya bertanya kepada ibu saya, "Lihatlah apa yang terjadi?"
 Ibu saya menangis selepas memberikan pelukan selamat tinggal kepada saya. Saya berusaha untuk menahan air mata agar tidak keluar. Saya berharap dia menangis karena rindukan saya bukan karena dia takut saya ikut Taliban. Ketika melihat keluar jendela, saya nampak sekilas Texas Panhandle. Saya terlihat ngarai kemudian ladang-ladang, jalan-jalan yang ditinggalkan dan kemudian ngarai semula. Saya teringatkan Father Dale. Dalam pidato hari Minggu, dia mengaku, "Ketika saya menjadi pendeta di Hawaii, saya dapat melihat pantai yang indah dan pohon-pohon kelapa dalam perjalanan ketempat kerja saya. Kini, saya dapat melihat bermil-mil ladang kapas dalam perjalanan ketempat kerja!"
 Father Dale telah lama meninggalkan pekerjaannya dan juga telah menikah. Mungkin ia akan memeluk Islam pula. Anda tidak akan mengetahuinya. Melihat keluar jendela, saya harus bersyukur kepada Allah karena telah mengaruniakan ngarai, kapas, dan banyak pemberian lain untuk kita. (IRIB Indonesia / tellmeaboutislam.com)

Kirim komentar